RAKYAT ACEH | LHOKSEUMAWE – Ketua Komite Muallimin Aceh Sumatera (KMAS) Pusat, Tgk Zulkarnaini bin Hamzah, mendesak Komisaris Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Aceh selama terjadinya konflik bersenjata.
“Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Aceh bukan sekedar Pemerintah Indonesia memberikan bantuan uang tunai kepada korban atau keluarga korban. Tapi pelaku yang melanggar HAM perlu diseret ke meja hijau dan dihukum seberat-beratnya,”tegas Ketua Komite Muallimin Aceh Sumatera (KMAS) Pusat, Tgk Zulkarnaini bin Hamzah, kepada Rakyat Aceh, Selasa, 31 Januari 2023, sore di Kantor Komite Muallimin Aceh Sumatera (KMAS) Pusat di Jalan Elak Alue Awe, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.
Ia mengatakan, jika Pemerintah Indonesia mau menyelesaikan pelanggaran HAM di Aceh, maka harus dilibatkan tim Independen yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Karena Indonesia tidak sanggup untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Aceh.
“Kalau Indonesia untuk selesaikan kasus pelanggaran HAM Aceh, itu tidak akan selesai, apalagi kasus pelanggaran HAM sudah terjadi di Aceh sebelum tahun 1990,” kata Tgk Zulkarnaini bin Hamzah, akrab disapa Tgk Ni.
Menurut dia, perkara pelanggaran HAM di Aceh sudah sangat banyak sehingga perlu keterlibatan pihak PBB sebagai tim Independen.
“Jadi jangan sekedar nantinya datang orang dari Pusat ke Aceh hanya memberikan uang kepada korban maka sudah dianggap selesai kasus pelanggaran HAM. Kalau itu dilakukan kami tidak terima,” kata Tgk Ni.
Disebutkan, jika Pemerintah Indonesia punya niat untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Aceh maka harus betul-betul.
“Kami menginginkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM itu lewat meja hijau oleh PBB, itu baru selesaikan masalah HAM di Aceh, siapa yang terlibat harus dihukum,” katanya.
Selain itu, diharapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, supaya dapat mengakomodir keseluruhan kasus-kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah terjadi di Aceh saat konflik bersenjata. Dan meminta PBB untuk menyelesaikan sebagai tim Independen.
“Walaupun baru-baru ini, negara melalui Presiden Joko Widodo telah mengakui tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, yakni kasus Simpang KKA, Rumoh Geudong-Pos Sattis, dan kasus Jambo Keupok. Kami memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi yang sudah mengakui adanya peristiwa pelanggaran HAM di Aceh, tapi perlu diakomodir semua kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh,” terangnya. (arm)