Komisi II Usut Kasus Petani Ubi Kayu Terjerat Utang Bank Rp1 Miliar

RAKYAT ACEH | KUALA SIMPANG – Ketua Komisi II DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Irwan menyatakan, siap tuntaskan kasus yang menjerat petani ubi kayu diminta membayar utang bank, sementara petani mengaku tidak pernah terima uang.

“Mereka (petani) tidak ada terima uang tiba-tiba ditagih bank suruh bayar. Komisi II siap mengusut tuntas kasus yang petani ubi kayu ini,” kata Muhammad Irwan alias Wan Tanindo di Karang Baru, Rabu, 1 Februari 2023.

Pernyataan ini disampaikan Wan Tanindo, sehari setelah sejumlah petani mendatangi gedung DPRK Aceh Tamiang diterima ketua dan anggota dewan Komisi II pada Selasa, 31 Februari 2023.

Ketika itu petani mengadukan nasibnya yang tengah berurusan dengan petugas bank.

Tidak main-main satu orang petani diklaim memiliki utang Rp50 juta. Jika tidak dibayar lahan mereka terancam disita bank.

“Jumlah petani yang terlilit utang 20 orang. Mereka tergabung dalam kelompok tani (Poktan MK). Poktan ini sebagai pelaksana program penanaman ubi kayu bekerja sama dengan Bank Aceh Syariah,” terangnya.

Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan diduga petani ubi kayu telah menjadi korban penipuan oknum ketua kelompok tani MK.

Diketahui kelompok tani MK yang berdomisili di Desa Kaloy ini disebut-sebut telah menerima kucuran dana Rp1 miliar dari Bank Aceh Syariah (BAS) Kantor Cabang Kuala Simpang pada 2019.

“Uang itu Rp1 miliar jatuhnya ke si ketua kelompok tani MK berinisial W alias L. Namun disampaikan ke petani itu bantuan hibah. Tapi ternyata hasil laporan petani enggak pernah menerima uang senilai Rp50 juta. Mereka hanya dapat bantuan bibit ubi, pupuk, herbisida dan saprodi (sarana prasarana produksi),” beber Wan Tanindo.

Menurut Wan Tanindo, disinyalir munculnya piutang bank tersebut awalnya para petani menyerahkan sertifikat dan akte tanah untuk agunan bank kepada ketua kelompok.

Kemudian petani diajak melakukan akad/perjanjian mengambil kredit bank.

“Memang yang pergi meneken di bank petani. Anehnya petani tidak menerima uang. Waktu pencairan uang mereka hanya menandatangani surat perjanjian tapi tidak mengetahui isinya apa,” ungkap Wan Tanindo.

Atas laporan petani ubi kayu tersebut Komisi II berjanji akan meluruskan benang kusut di dalam kelompok tani MK tersebut, dengan memanggil ketua, sekretaris dan bendahara sebagai kunci terkait mekanisme pencairan uang Rp1 miliar tersebut.

Komisi II juga telah menjadwalkan pemangilan pihak Bank Aceh Syariah setempat untuk hadir.

“Namun dari Bank Aceh sudah ada surat minta penjadwalan ulang pemanggilan rapat dengan Komisi II DPRK Aceh Tamiang diundur sampai tanggal 15 Februari 2023,” tukas M Irwan.

Pimpinan PT Bank Aceh Syariah Cabang Kuala Simpang, Muhammad Syah dikonfirmasi via telepon seluler, Rabu sore menjelaskan penanaman ubi kayu itu masuk dalam program pembiayaan Bank Aceh untuk 20 petani di wilayah Tamiang Hulu, masing-masing petani menerima Rp50 juta.

Pada 2020 petani mengalami gagal panen, tapi masalah ini sudah difasilitasi oleh bupati dan Ketua Komisi II Syaiful Sofyan masa itu bahkan anggota DPD RI Haji Uma datang mencari solusi untuk petani.

“Sebetulnya bukan di gagal panen tapi petani kurang maksimal bekerja untuk memenuhi hasil itu. Mereka (petani) menganggap bahwa itu program bantuan, padahal spanduk sosialisasi sudah kita buat. Mereka berpikir itu uang bantuan, mana mungkin bantuan sudah ada agunan,” jelas M Syah.

“Bahkan hari ini mereka maunya itu uang yang sudah di dapat, agunan mau diminta balik, mana bisa. Kalau seperti ini petani susah kita melakukan pembiayaan,” sambungnya.

Menurut Muhammad Syah mekanisme penyaluran dana Rp50 juta petani ubi kayu tersebut melalui perorangan ke rekening petani masing-masing. Lebih lanjut ketika ditanya sistem pembayaran Pincab Bank Aceh ini menyarankan untuk lebih jelasnya datang ke kantor akan diberi keterangan yang lengkap.

Namun pernyataan Muhammad Syah terkait pencairan kredit Rp50 juta ke 20 petani berbanding terbalik dengan pengakuan salah seorang petani ubi kayu yang berhasil dihubungi Rakyat Aceh.

Petani yang enggan disebut namanya ini menuturkan saat pencairan uang ia diundang ke bank sekaligus membuat buku tabungan Bank Aceh.

Pria berumur setengah abad ini bersama rekan petani lainnya disuruh membuka rekening buku tabungan.

“Saya punya buku tabungan Bank Aceh, setiap anggota buat rekening tapi kita tidak bisa ngambil uang, hanya satu orang yang bisa ngambil,” tuturnya. (ddh)