Miskin Ekstrem Timbulkan Pekerja Anak di Nagan Raya

PEKERJA ANAK : Kepala DPMGP4, Damharius, M.Si saat membuka acara sosialisasi upaya pencegahan pekerja anak di Nagan Raya, Selasa (31/10). Arifin/Rakyat Aceh

RAKYATACEH | SUKA MAKMUE – Terdapat banyak pekerja anak di Nagan Raya, dan mereka ini tergolong dalam keluarga rentan ekonomi dan bahkan masuk kategori kemiskinan ekstrem.

Hal itu terungkap dalam kegiatan sosialisasi pencegahan mempekerjakan anak, Selasa (31/10) yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong, Pengendalian Penduduk dan Pemberdayaan Perempuan (DPMGP4) Nagan Raya.

Amrina Habibi, SH.,MH Kabid Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh dalam materinya yang berjudul ‘perlindungan hukum terhadap pekerja anak dan anak yang bekerja mengupas tuntas dasar hukum terkait hal tersebut.

Seperti Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terutama pasal 68 yang berbunyi pengusaha dilarang mempekerjakan anak, meskipun ada penjelasan lebih rinci di pasal 69 (terdapat pengecualian). Begitu juga di Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memuat beberapa pasal tentang anak dalam kondisi darurat.

Dalam kegiatan yang dihadiri perwakilan perusahaan, unsur Disdik, Dinsos, DPMGP4, Disnaker dan para keuchik itu terungkap maraknya terlihat pekerja anak baik di sektor perkebunan (ikut orang tua memanen sawit) maupun di usaha jambo bata.

“Kita tidak pungkiri masih banyak anak yang bekerja bahkan putus sekolah, dilema memang mereka harus bekerja membantu orangtuanya untuk kebutuhan sehari hari atau jajan sekolah, kalau kita larang apa solusi yang kita berikan,” ungkap salah seorang keuchik dari salah satu desa di Kecamatan Beutong.

Mengingat UPTD Panti asuhan milik Dinas Sosial telah dibubarkan (sesuai instruksi Permensos peleburan panti milik pemda menjadi LPKS penampungan Anak Berhadapan dengan Hukum) sehingga terpaksa anak anak dikembalikan ke keluarga (meskipun belum tamat SMP dan SMA).

Sementara gedung eks panti milik Pemerintah Aceh masih kokoh berdiri (sebagian digunakan jadi gedung dinas di komplek perkantoran Suka Makmue), banyak pihak menginginkan agar kembali difungsikan meskipun berbentuk yayasan swasta nantinya pemerintah, dunia usaha bersinergi untuk menghidupkan panti swasta agar anak anak putus sekolah dapat melanjutkan pendidikan melalui yayasan.

“Seperti Yakesma, itu penanggung jawab adanya mantan pejabat secara personal dalam yayasan tersebut milik swasta (tanah milik pemerintah) sampai saat ini masih konsen memberikan pelayanan pengasuhan dan pendidikan kepada anak,” ungkap Amrina Habibi.

Bukan tak mungkin jika di Nagan Raya hal itu dapat terlaksana mengingat di Nagan Raya banyak terdapat perusahaan baik perkebunan, pertambangan, perbankan dan energi listrik saat ini juga diperkuat dengan adanya Qanun Nagan Raya tentang Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan atau sering juga disebut Coorporate Social Responcibility (CSR). (ari/min)