RAKYAT ACEH | SIMEULUE – “Kerang yang saya jual ini berasal dari Singkil. Bedanya kerang Simeulue itu, dagingnya tidak banyak, sedangkan kerang asal Singkil itu, dagingnya lebih banyak, sehingga kerang Singkil sangat diminati konsumen”, kata Mainawati (52), pedagang kerang di kota Sinabang.
Mainawati, pedagang kerang yang ditemui Harian Rakyat Aceh, dipusat pasar ikan Inpres Kota Sinabang, Kabupaten Simeulue, Selasa 6 Agustus 2024 itu, mengaku telah 10 tahun menjalani profesinya, sehingga mampu sekolahkan putra putrinya serta menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama untuk mengasapi dapurnya.
Untuk memenuhi permintaan konsumen kerang di pulau Simeulue, Mainawati suplay langsung kerang dari Aceh Singkil dengan harga persatu karung atau sekitar 500 kerang dengan harga Rp 400 ribu, dan kemudian dijual dengan harga banderol Rp 20.000 persatu tumpuk sebanyak 15 kerang.
Masih menurut pengakuan Mainawati ibu rumah tangga asal desa Suka karya, Kecamatan Simeulue Timur itu, juga diketahui merupakan satu-satunya penjual kerang asal Aceh Singkil, serta dalam satu pekan mampu menjual sekitar dua karung atau setara 1.000 kerang.
Dia juga mengakui, kerang asal Aceh Singkil itu semakin naik harganya, yang awal memulai jualan, pada saat itu untuk satu karung kerang hanya Rp 100 ribu, kemudian secara perlahan harga kerang itu naik hingga pada level Rp 400 ribu persatu karung, namun Mainawati tetap bertahan untuk jualan kerang, meskipun tidak banyak keuntungan, hanya kelebihan kerang tidak cepat busuk.
Mainawati juga menyebutkan, perna pesan kerang dari salah satu daerah penghasil kerang lokal yang ada di desa Buluh Hadik, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue, namun pencari kerang disana, tidak bersedia menjualnya dalam jumlah banyak, pencari kerang disana lebih memilih buka lapak jualan dalam desanya.
“Perna saya tawarkan minta beli kerang yang ada di desa Buluh Hadik itu, tapi mereka tidak berani mengambil kerang dalam jumlah banyak, dan kerang itu mereka jual sendiri di desanya. Alasan mereka tidak berani mengambil kerang dalam jumlah banyak, takut ada buaya, padahal apa bedanya dengan di Singkil, disana juga banyak buaya”, imbuhnya.
Padahal sebut Mainawati, kerang lokal yang hidup dikawasan pantai berhutan bakau di desa Buluh Hadik itu, ada dua jenis spesies yakni kerang dengan kulit putih dan jenis kerang dengan kulit hitam, namun kedua jenis kerang itu memiliki daging tidak banyak, meskipun kulitnya atau rumahnya besar-besar.
“Kerang ada di desa Buluh Hadik itu ada dua jenis, ada kerang berkulit putih dan ada kerang berkulit hitam. Memang kelihatan kerangnya besar-besar, tapi isinya atau dagingnya tidak banyak, padahal kerang ini tidak cepat busuk dan mampu bertahan berhari-hari,” tutup Mainawati. (ahi/hra)