Oleh : Syahril Maulid SPd, MA.*
KEPERGIAN sosok Teungku Muhammad Yusuf A Wahab atau disapa Tusop merupakan kehilangan besar bagi Aceh. Sosok ulama kharismatik yang selama ini giat turun ke-daerah-daerah untuk mengajarkan ‘Fiqh Siasah’ kepada masyarakat di Aceh.
Jauh sebelum Tusop hadir, pemahaman bahwa ulama harus menjauh dari politik seakan mengakar di Aceh. Ketidak-terlibatan ulama dalam politik membuat pemerintah benar-benar menjadi kotor serta berjalan sekuler.
Kondisi ini telah berlangsung lama. Terutama sejak Belanda mengempur daerah paling ujung pulau Sumatera ini ratusan tahun lalu.
Pemisahan antara pemerintah dengan agama merupakan kkonsep orientalis barat saat hendak menguasai daerah timur, termasuk di Indonesia. Di Aceh, pemikiran seperti ini berasal dari Christian Snouck Hurgronje atau dikenal juga dengan nama Abdul Grafur atau Teungku Puteh.
Saat Christian Snouck Hurgronje dating ke Aceh pada 6 Juli 1891, ia melihat kekuatan Aceh sangat sulit untuk ditaklukan. Ia karena sebagai petinggi di istana adalah para ulama besar yang memiliki pengaruh luar biasa di Aceh. Hal ini pula yang membuatnya ingin memisahkan antara kekuasaan dengan dayah-dayah di Aceh agar Belanda bisa dengan mudah menaklukan Aceh.
Pemikiran ‘Teungku Puteh’ ini cukup mengakar di Aceh dan nusantara. Bahkan setelah seratus tahun berlalu. Seolah ulama seolah tabu terjun berpolitik karena politik itu kotor.
Saat barisan agamis meninggalkan politik, maka justru kekuasaan dijadikan alat oleh para sekuler untuk membawa pemerintahan ke arah yang liberal.
Di tingkat nasional, sosok yang seperti Tusop ada pada Ustadz Abdul Somad (UAS). Sosok ini seringkali vocal mendukung kandidat pilihannya meskipun dicibir oleh masyarakat yang berlawanan dukungan. Termasuk dalam beberapa Pilpres dan Pileg.
Di Aceh, UAS tampil di podium memperkenal orang-orang yang menurutnya baik untuk Aceh. Salah satunya adalah Ustadz Fadhil Rahmi, senator DPD RI asal Aceh.
Karena kesamaan sikap inilah, UAS berdasarkan video yang beredar, sangat kehilangan atas meninggalnya Tusop.
Susah Mencari Pengganti Tusop
Sosok Tusop memang tak tergantikan. Hasil jajak pendapat beberapa Lembaga survei nasional pada akhir 2022 lalu, sosok Tusop berada di tingkat teratas sebagai tokoh terpopuler mewakili isu agamis. Peringkat kedua di bawahnya adalah senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi.
Bagi sebahagian orang, Tusop bukanlah sekedar ulama yang hanya mengurung diri di dayah. Ia juga seorang praktisi yang terjun langsung ke lapangan.
Almarhum Tusop memang sedikit berlawanan arus dengan kebiasaan para ulama yang takut terjun langsung ke politik. Tusop pernah mencalonkan diri pada pilkada Bireuen pada 2017 lalu, tapi gagal.
Pada pilkada Aceh 2024 ini, Tusop ditampuk sebagai calon wakil gubernur Aceh berpasangan dengan Bustami Hamzah.
Keberadaan Tusop disamping Bustami menjadi penguat bagi mantan sekda dan Pj Gubernur Aceh itu untuk bertarung di pilkada Aceh. Sebelum dengan Tusop, sosok Bustami hanya dianggap sebagai pengisi kekosongan agar Muzakir Manaf tak melawan tong kosong.
Maka kepergian Tusop, adalah kehilangan besar bagi Aceh dan Bustami Hamzah secara khusus. Hal ini juga kemungkinan akan Kembali melemahkan Bustami Hamzah jika sosok pengganti tak sekaliber Tusop nantinya.
Calon Pengganti Tusop
Ada beberapa nama calon pengganti Tusop sebagai calon wakil Bustami Hamzah. Nama-nama tadi seperti Teungku Faisal Ali, Abiya Jeunib, Abati Kuta Krueng, serta Fadhil Rahmi.
Nama Teungku Faisal Ali merupakan satu dari dua nama yang disodorkan oleh PAS untuk Bustami Hamzah sejak awal. Namun dari beberapa media, menyebutkan bahwa sosok Ketua MPU Aceh tersebut tidak mau terjun ke politik. Atas alasan ini, Bustami Hamzah kemudian memilih Tusop. Tapi kini Tusop telah tiada, sedangkan tahapan pilkada sedang berlangsung. Sedangkan proses pergantian hanya berlaku sekitar satu Minggu, maka kemungkinan ketetapan hati Teungku Faisal Ali juga memungkinkan untuk berubah demi Aceh.
Nama kedua yang memungkinkan menjadi pengganti Tusop adalah Abiya Jeunib. Isu ini berkembang usai beredarnya foto Bustami Hamzah duduk bersama dengan Abiya Jeunib.
Sedangkan nama ketiga adalah Abati Kuta Krueng. Namun kabarnya, Abu Kuta Krueng belum memberi restu atas rencana tadi.
Terakhir, nama calon pengganti Tusop yang juga beredar adalah Fadhil Rahmi. Nama ini merupakan anggota DPD RI asal Aceh yang juga pemenang kelima Pileg DPD RI 2024 lalu.
Namun terlepas dari 4 nama ini, sosok pengganti Tusop akan menjadi penentu pertarungan di pilkada Aceh saat ini. Bukan sekedar pelengkap tapi juga harus menjadi pendorong kebangkitan elektabilitas bagi Bustami Hamzah.
Tanpa calon wakil bagi Bustami yang tepat, maka pilkada Aceh dianggap selesai sebelum hari pencoblosan.
*Penulis adalah warga Aceh yang saat ini bertugas di Surabaya.