BANDA ACEH – Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si., mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Aceh sebagai ‘laboratorium ekonomi syariah’ di Indonesia. Hal ini disampaikan pada Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024 bertema ‘Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah untuk Membangun Negeri’ yang diselenggarakan OJK, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Jumat (25/10/2024). Safrizal menyatakan bahwa Aceh, sebagai satu-satunya provinsi yang menerapkan sistem syariat Islam secara menyeluruh, termasuk dalam sektor perbankan, memiliki potensi besar untuk menjadi model pengembangan perbankan syariah di tingkat nasional bahkan global.
“Kami ingin menjadikan Aceh sebagai contoh penerapan perbankan syariah di Indonesia, bahkan hingga diakui di tingkat dunia,” ujar Safrizal, optimistis. Ia mengatakan bahwa Provinsi Aceh dengan segala karakteristiknya sangat cocok sebagai pusat kajian dan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Pj Gubernur berharap ke depan, Aceh dapat menjadi percontohan bagi provinsi lain di Indonesia dalam menerapkan sistem perbankan syariah, sekaligus menjadikan ekonomi syariah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejak penetapan penerapan syariat Islam di Aceh, Safrizal menilai bahwa sudah banyak perkembangan positif yang dicapai. Namun, ia menyebutkan bahwa skala penerapan ekonomi syariah di Aceh masih perlu diperkuat lagi dengan dukungan seluruh elemen, terutama dalam memperkuat kolaborasi antara pemerintah, sektor perbankan, dan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Safrizal juga menyoroti pentingnya kehadiran perbankan syariah untuk mendukung ekonomi rakyat, terutama dalam sektor-sektor unggulan Aceh seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Ia berharap bank syariah dapat berperan lebih besar dalam memberikan dukungan bagi sektor-sektor ini, sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata.
“Ekonomi Islam adalah ekonomi kerakyatan. Dengan sistem bagi hasil dan bagi untung, bank syariah diharapkan bisa memberikan kontribusi nyata dan langsung pada perekonomian masyarakat,” ujar Safrizal. Ia juga menyatakan bahwa tidak adanya perbankan konvensional di Aceh justru menjadi tantangan dan peluang besar bagi perbankan syariah untuk membuktikan bahwa mereka mampu menjadi motor utama dalam menggerakkan ekonomi daerah.
Selain itu, Safrizal menegaskan bahwa ada persepsi keliru terkait dampak ekonomi syariah di Aceh. Menurutnya, asumsi yang menyatakan bahwa penerapan sistem ekonomi syariah di Aceh menghambat pertumbuhan ekonomi adalah salah besar. “Ekonomi syariah justru mendorong dan memberi semangat bagi sektor ekonomi bawah untuk terus bergerak,” ujar dia. Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh saat ini mencapai 4,54 persen, dengan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sehingga menurutnya adalah tanggung jawab perbankan syariah untuk memberikan kontribusi lebih kuat di sektor-sektor tersebut.
Lebih lanjut Safrizal menyarankan agar kegiatan pertemuan tahunan perbankan syariah bisa dipatenkan untuk diselenggarakan di Aceh. Sebagai daerah yang hanya mengizinkan perbankan syariah beroperasi, Aceh harusnya bisa dijadikan barometer bagi perbankan syariah. “Bisa dipermanenkan. Kami siap menyambut dan mendukung pertemuan tahunan perbankan syariah agar bisa diselenggarakan di Aceh,” kata Pj Gubernur.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, dalam sambutannya mengapresiasi peran Aceh dalam mendukung perkembangan industri perbankan syariah. “OJK memilih Aceh sebagai tempat penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024 karena status Aceh sebagai satu-satunya provinsi yang menerapkan eksklusivitas perbankan syariah,” kata Dian. Hal ini menjadikan Aceh sebagai contoh nyata dari integrasi sistem ekonomi syariah dalam kehidupan masyarakat.
Dian juga menyampaikan bahwa industri perbankan syariah telah menunjukkan kinerja dan ketahanan yang baik, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan masa krisis seperti pandemi Covid-19. Hingga Agustus 2024, pangsa pasar perbankan syariah nasional meningkat menjadi 7,33 persen, dengan total aset yang tumbuh 10,37 persen atau setara dengan Rp902,39 triliun.
Dian menambahkan, sebagai upaya pengembangan lebih lanjut, OJK telah merumuskan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027, yang berfokus pada penguatan sinergi di dalam ekosistem ekonomi syariah. Salah satu langkah strategis yang didorong oleh OJK adalah perluasan penggunaan layanan perbankan syariah di berbagai transaksi keuangan di Indonesia. Sebagai bagian dari roadmap ini, OJK juga telah meluncurkan Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) 2024-2027, yang bertujuan meningkatkan sinergi antara BPD dan pemerintah daerah dalam mendukung program pembangunan daerah, termasuk di Aceh.
Ia berharap dengan adanya sinergi yang kuat, ekosistem keuangan syariah di Indonesia, khususnya di Aceh, dapat terus berkembang dan berkontribusi terhadap pembiayaan sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, dan infrastruktur. Dian juga menyatakan keyakinannya bahwa pengembangan ekosistem keuangan syariah dapat mendukung pertumbuhan bisnis berkelanjutan dan memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan merata. (ra)