JANTHO – Program Studi (Prodi) Seni Murni Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menggelar diskusi intensif dalam rangka menggagas langkah konkret untuk menjaga identitas budaya Ke-Acehan melalui pendekatan seni. Diskusi dihadiri oleh Kepala Pustaka ISBI Aceh, Muhammad Hamzah MSn, Ketua Jurusan Seni Rupa dan Desian serta beberapa kepala Studio.
Diskusi yang dipimpin oleh Kepala Program Studi (Kaprodi) Seni Murni, Indra Setiawan, M.Sn, menekankan pentingnya peran seni murni dalam mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya Aceh di tengah globalisasi yang semakin masif. Pertemuan yang berlangsung di ruang prodi pada, Rabu (13/11/2024 memunculkan solusi jangka panjang bagi pembangunan budaya dan identitas Aceh.
Menurut Indra Setiawan, seni murni tidak hanya berfungsi sebagai medium ekspresi individu, tetapi juga menjadi bagian dari identitas masyarakat. “Seni murni adalah cerminan dari nilai dan tradisi yang ada dalam masyarakat Aceh. Melalui seni, kita dapat mempertahankan keunikan budaya kita dan memperkenalkannya ke dunia,” ujar Indra. Beliau menekankan bahwa identitas Aceh, termasuk dalam aspek seni, harus dijaga agar tidak tergerus oleh arus modernisasi yang dapat menyebabkan homogenisasi budaya.
Sebagai langkah awal, Prodi Seni Murni ISBI Aceh berencana untuk mengadakan berbagai workshop, pameran seni, dan seminar pada awal tahun besok yang bertujuan memperkenalkan seni Aceh kepada masyarakat luas, termasuk generasi muda. Indra menyampaikan bahwa keterlibatan generasi muda sangat krusial dalam menjaga kelestarian budaya Aceh. “Kita harus melibatkan anak muda dalam upaya ini. Mereka adalah penerus yang akan membawa budaya Aceh ke masa depan,” lanjutnya.
Selain kegiatan internal, Prodi Seni Murni ISBI Aceh juga berupaya menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, organisasi budaya, dan komunitas seni di Aceh. Tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk membangun jejaring kuat yang dapat mendukung pengembangan seni Aceh dan memastikan bahwa identitas budaya ini tetap hidup di tengah perkembangan zaman. “Kami berharap adanya dukungan dari pihak pemerintah dan komunitas agar upaya kami ini dapat berjalan maksimal,” tambah Indra.
Lebih lanjut, Indra menekankan pentingnya kurikulum yang mengedepankan nilai-nilai budaya lokal. Menurutnya, kurikulum yang berbasis pada budaya Aceh akan memberikan bekal yang kuat bagi para mahasiswa untuk dapat memahami dan mengembangkan seni Aceh secara autentik. “Kami ingin mahasiswa memahami nilai-nilai yang ada dalam seni Aceh, bukan sekadar teori, tetapi juga praktik dan filosofi yang terkandung di dalamnya,” jelasnya.
Dalam jangka panjang, Prodi Seni Murni ISBI Aceh bercita-cita menjadi pusat riset dan pengembangan seni Aceh yang tidak hanya melahirkan seniman berbakat, tetapi juga menjadi referensi utama bagi pengembangan seni budaya lokal di seluruh Indonesia. Indra menambahkan bahwa dengan adanya pusat riset ini, ISBI Aceh dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan budaya di tingkat nasional maupun internasional.
Sebagai solusi untuk membangun Aceh melalui seni, Indra berharap bahwa seni dapat menjadi medium untuk menyatukan masyarakat Aceh dalam menjaga identitas mereka. Seni, menurutnya, memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan-pesan damai dan toleransi yang sangat penting di tengah dinamika sosial. “Seni adalah bahasa universal yang bisa menghubungkan kita semua, lintas generasi dan lintas budaya,” ungkapnya.
Melalui upaya ini, ISBI Aceh melalui Prodi Seni Murni berharap dapat menjadi pionir dalam menjaga dan mengembangkan identitas budaya Aceh. Kami percaya bahwa pembangunan Aceh tidak hanya melulu soal ekonomi, tetapi juga tentang menjaga dan merawat identitas budaya yang menjadi warisan tak ternilai, tutup Indra. (rz)