RAKYATACEH | BIREUEN – Sungguh miris kondisi Kabupaten Bireuen sekarang ini dengan kesan pemerintah tidak peduli terhadap kemiskinan ekstrem, gara-gara masih ada sepasang lansia yang tinggal di gubuk reyot yang nyaris ambruk di Gampong Lhok Awe Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
Desa tersebut terletak di pusat Kota Bireuen, tepatnya berlokasi di belakang pendopo bupati setempat.
Berbagai pihak menilai, sungguh sangat miris apa yang dialami Kek Idris yang sudah berumur 83 tahun, namun masih berteduh bersama pasangannya Yusra (69) di bawah gubuk tak layak huni di Gampong Lhok Awe Teungoh tepatnya di pusat kota Bireuen. Di kota saja masih ada orang bernasib malang seperti ini, gimana di pelosok pedesaan.
Kesannya, Keuchik bersama aparatur di desa tersebut tidak peduli terhadap fakir miskin dengan pembuktian bahwa tidak membangun rumah yang layak huni untuk Kek Idris yang tinggal di gubuk yang hampir ambruk.
Padahal, Pj Bupati Bireuen, Jalaluddin, dan juga Pj Bupati sebelumnya, Aulia Sofyan memerintahkan seluruh keuchik untuk memprioritaskan pembangunan rumah layak huni kepada warga yang tidak mampu demi mengurangi kemiskinan ekstrem.
Semua gampong di Kabupaten Bireuen wajib menyisihkan dana desa masing-masing untuk merehab, bahkan membangun rumah warganya yang kondisinya tidak layak huni lagi.
Aturan ini diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Bireuen Tahun 2024 tentang penanganan kemiskinan ekstrem di Bireuen.
“Bagi desa di Bireuen yang tidak mengalokasikan dana untuk membangun atau merehab rumah dimaksud, maka diharuskan membuat surat pernyataan, yang intinya di desa tersebut tidak ada lagi rumah tidak layak huni,” berikut salah satu poin dalam Peraturan Bupati Bireuen itu.
Namun, aturan dari Pj Bupati Bireuen kesannya tak diindahkan oleh Keuchik Gampong Lhok Awe Teungoh, Junaidi bersama aparaturnya.
Keuchik yang dikenal arogan dan suka mencaci maki itu terkesan mengabaikan aturan yang diberikan Pj Bupati Bireuen, sehingga berdampaknya kesengsaraan yang dialami Kek Idris yang harus tinggal di gubuk reyot.
Miris sekali kondisi Kek Idris (83) bersama istrinya Yusra (69) tinggal di gubuk reyot di pusat Kota Bireuen.
Kek Idris merupakan lansia fakir yang tinggal bersama istrinya di gubur reyot di Gampong Lhok Awe Teungoh. Dia tidak mempunyai pekerjaan tetap layaknya masyarakat lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama ini, Kek Idris hanya bertani kebun di lahan lokasi gubuk dia tinggal sekarang.
Kek Idris hanya bertani kangkung, bayangkan berapa penghasilan dari panen kangkung itu, tak lebih dari puluhan ribu saja sekali panen.
Mirisnya lagi, lahan yang ditempatinya sekarang ini juga disewa dari pemiliknya dengan biaya Rp 1,2 juta per tahun. Bayangkan saja, jika hanya berpenghasilan dari jualan kangkung, maka untuk bayar sewa lahan saja tidak cukup, apalagi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Saat disambangi ke rumahnya, Kek Idris mengaku tidak pernah diberikan bantuan dalam bentuk uang selama tahun ini.
“Saya tidak mengharap apapun dari pihak desa, diberi saya terima dan jikapun tidak, juga tidak masalah. Saya menikmati hidup di gubuk ini di usia yang sudah senja,” sebut Kek Idris, seraya memegang dinding gubuk reyot tersebut yang hanya diikat menggunakan tali dari sudut satu ke sudut lainnya.
Ia mengakui bahwa pernah diberikan BLT selama tiga kali oleh pihak desa, itupun di tahun lalu. Namun, untuk beras ada diterima Kek Idris dengan pengakuannya bahwa terkadang dua bulan sekali diberikan pihak desa yang dirinya tak tau sumbernya dari mana.
“Tidak cukup pak kalau biaya untuk hidup, karena tidak ada penghasilan lain, hanya bertani kangkung saja,” jawab Kek Idris saat ditanya awak media ini.
Sementara Keuchik Junaidi yang merupakan orang nomor satu di desa tersebut mengaku, Kek Idris bukan orang miskin di desa tersebut dan masih banyak orang yang lebih miskin lagi. Artinya, di pusat kota saja masih sangat banyak fakir miskin yang hidup sengsara di bawah kepemimpinan Junaidi.
“Kek Idris itu tidak seperti yang kalian lihat, dia hanya berteduh di gubuk reyot itu. Sepasang lansia itu punya rumah sendiri yang besar di dusun lain yang sekarang tidak dihuni,” ujar Junaidi.
Namun, ketika di kroscek ke rumahnya satu lagi bahwa, tidak layak untuk dihuni juga. Memang rumahnya yang satu lagi lebih bagus dari gubuk reyot yang ditinggali Kek Idris sekarang, tapi juga masih tidak layak huni dengan tidak adanya WC, kamar mandi, dan fasilitas lainnya.
Selain itu, salah seorang Kadus di Desa Lhok Awe Teungoh, Hakim yang juga mengaku sangat berpengalaman di organisasi sebagai anggota RAPI Bireuen, juga membenarkan pernyataan Keuchik Junaidi.
Bahkan dia mengaku aparatur desa sangat peduli kepada orang miskin dengan menyisihkan sejumlah Rp 100 ribu per aparatur saat gajian. Artinya, tiga bulan sekali disisihkan gajinya dengan rincian Rp 30 ribu per bulan.
Pria yang terlihat sangat angkuh saat berbicara tersebut dan juga mengaku seorang lulusan sastra yang sangat paham dengan semua narasi saat orang berbicara itu, juga menyebutkan bahwa masih ada orang yang lebih miskin di desa tersebut. Artinya, masih sangat miris desa yang terletak di pusat Kota Bireuen itu.
Namun, saat dihubungi media ini lebih lanjut, Senin (18/11) terkait dengan perhatian pihak desa kepada Kek Idris dan juga mempertanyakan apakah anggaran DD ada diperuntukkan untuk pembangunan rumah layak huni sesuai dengan peraturan bupati Bireuen, apakah sudah diindahkan?, namun Keuchik Junaidi dan si Hakim tak merespon, walaupun pesan WhatsApp sudah contren dua. (akh)