RAKYAT ACEH | Muslim mana yang tidak kenal dengan Imam Bukhari Perawi Hadits yang menjadi kitab kedua rujukan kaum muslimin setelah Al-Qur’an. begitu juga nama Imam Nasyabandy, kedua nama tersebut sudah familiar terdengar dari kakek kami, Tgk Zamzam Bin Musa, atau lebih dikenal dengan nama Tgk Chik Lam Bleut.
Cita-cita saya untuk lebih mengenal
sosok tokoh-tokoh besar dalam Islam memang sudah sejak lama, Syukur Alhamdulillah, akhirnya terwujud ketika saya memasuki masa purna tugas.
Perjalanan saya dan keluarga menuju Uzbekistan, tempat makam Imam Al-Bukhari dan Imam Bahauddin Naqsyabandi berada, menjadi perjalanan spiritual yang sangat berharga. Ini bukan sekadar wisata religi, tetapi sebuah ziarah untuk menyerap pelajaran hidup dari dua tokoh yang telah mewariskan ilmu yang mendalam di bidang hadis dan tasawuf. Selain perjalanan spiritual ini, saya juga tidak bisa melupakan peran besar yang dimainkan oleh Presiden Soekarno dalam penemuan dan pemugaran makam Imam Al-Bukhari, yang kini menjadi salah satu tujuan wisata religi umat Islam dunia.
Syahdan, Ada peran Presiden Soekarno dalam Penemuan Makam Imam Bukhari. Kisah perjalanan ziarah ini tidak lengkap rasanya tanpa mengenang peran Soekarno dalam penemuan makam Imam Al-Bukhari. Makam yang kini megah dan menjadi destinasi wisata religi di Uzbekistan itu dulunya berada di semak belukar, terlupakan oleh waktu. Setelah Konferensi Asia Afrika 1955, Soekarno melakukan kunjungan ke Soviet dan menyampaikan permintaannya agar makam perawi hadis agung ini ditemukan dan dipugar.
Berkat permintaan dari Soekarno, pihak Soviet membersihkan lokasi makam Imam Bukhari dan memugar kawasan tersebut hingga menjadi sebuah kompleks yang sangat indah. Soekarno bahkan menziarahi makam tersebut dengan penuh penghormatan, berjalan merangkak dan berdoa, menunjukkan betapa besar rasa cintanya terhadap ulama dan ilmu pengetahuan. Kini, makam Imam Bukhari tidak hanya menjadi tempat ziarah bagi umat Islam, tetapi juga menjadi simbol hubungan erat antara Indonesia dan Uzbekistan dalam bidang budaya dan pariwisata, termasuk wisata religi.
Imam Al-Bukhari: Sang Penjaga Hadis, Imam Al-Bukhari, dengan nama lengkap Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (810 M). Beliau kehilangan penglihatan saat kecil, tetapi pulih melalui doa tulus ibunya. Kecerdasannya diakui sejak dini, menghafal ribuan hadis sebelum remaja, dan belajar langsung ke pusat-pusat ilmu seperti Makkah dan Madinah.
Karya utamanya, Shahih Al-Bukhari, menjadi rujukan umat Islam hingga kini, berisi lebih dari 7.000 hadis dengan metode kritik sanad dan matan yang sangat ketat. Beliau wafat pada 256 H (870 M) di Khartank, Samarkand, meninggalkan warisan abadi dalam ilmu hadis. Saat tiba di makamnya, suasana khidmat menyelimuti. Kompleks makam sederhana, tetapi penuh makna. Doa dan bacaan Alquran yang mengalir. Semangat Imam Al-Bukhari, yang mengutamakan kesederhanaan dan keilmuan, sangat terasa di tempat ini.
Imam Bahauddin Naqsyabandi: Teladan Kesederhanaan. Nama asli Imam Bahauddin adalah Bahauddin Syah Naqsyabandi, lahir pada 717 H (1317 M) di Qasr Hinduan, yang kemudian dikenal sebagai Qasr al-Arifan. Makam beliau terletak di antara Bukhara dan Samarkand, dikelilingi lahan subur dan pemandangan indah.
Pintu gerbang kompleks makam menjulang kokoh dengan kaligrafi indah khas Persia, ditulis di atas keramik berwarna teduh. Pelayanan di makam sangat mengesankan. Petugas ramah menyambut kami tanpa meminta tip atau sedekah. Kebersihan tempat ini luar biasa, mencerminkan penghormatan tinggi terhadap tamu peziarah.
Setelah berwudhu, petugas memberikan handuk kecil untuk mengeringkan muka, tangan, dan kaki. Lantai langsung dipel agar tetap bersih dan nyaman. Tempat ini begitu terawat sehingga tak tampak kotoran sekecil apa pun.
Jalan menuju masjid dihiasi pohon rindang dan taman bunga harum. Di antara pohon, terpampang nasehat Imam Bahauddin dalam bahasa Rusia dan Inggris, mengingatkan pentingnya hidup sederhana dan menjaga hubungan dengan Allah SWT.
Adab Peziarah: Cerminan Pemahaman Syariat. Di kompleks makam Imam Bahauddin, kami menemukan majelis bacaan Alquran yang dipimpin seorang pemuda Uzbek. Bacaan murattalnya mengalun indah, mirip dengan irama qari dari Turki. Tidak ada amplop sedekah atau pemberian uang langsung; kotak amal besi dikelola negara dengan transparansi.
Makam Imam Bahauddin dipagar beton, dihiasi bunga warna-warni, dan dinaungi dua pohon rindang. Tidak ada ritual yang melampaui syariat, seperti menangis meratap atau membawa kertas bertuliskan permohonan. Semua peziarah membaca doa sesuai ajaran Nabi SAW, mencerminkan kecerdasan dan kedalaman iman.
Arsitektur masjid di kompleks ini menonjolkan menara berbentuk bulat dari batu bata tanpa baja, khas bangunan Uzbekistan. Keberadaan ruang perkantoran dan masjid kuno menunjukkan kesinambungan ajaran tarekat Naqsyabandiyah hingga kini.
Pelajaran Berharga dari Uzbekistan. Kedua ulama besar ini memberikan inspirasi luar biasa. Imam Al-Bukhari mengajarkan pentingnya menjaga keaslian ilmu, sementara Imam Bahauddin mencontohkan hidup sederhana dan disiplin dalam menjalankan syariat.
Pelajaran lain adalah transparansi dalam pengelolaan dana umat. Kotak amal di kompleks makam Imam Bahauddin diawasi ketat, dilengkapi segel dengan catatan penerimaan terakhir. Praktik ini menjadi teladan dalam mengelola keuangan umat agar terhindar dari fitnah.
Kaum Muslimin Aceh Besar dan Aceh yang Cinta Ulama. Di Aceh, kaum muslimin memiliki kecintaan yang mendalam terhadap ulama, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Ini tercermin dalam banyaknya makam ulama yang tersebar di seluruh Aceh Besar. Beberapa di antaranya adalah makam Abu Tanoh Abee, Abu Seulimum, Abu Hasan Krueng Kalee, dan Tgk Abdullah Kan’an. Kaum muslimin Aceh selalu menjaga dan merawat makam-makam ini dengan penuh penghormatan, menjadikannya tempat tujuan ziarah.
Di Aceh, ada kesadaran besar bahwa makam ulama bukan hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga sebagai sumber keberkahan dan teladan bagi umat Islam. Dengan kehormatan yang diberikan kepada makam-makam ini, umat Islam di Aceh menunjukkan kecintaan dan penghargaan mereka terhadap ilmu, akhlak, dan perjuangan para ulama.
Seperti halnya di Uzbekistan, di Aceh pun kita bisa mengubah situs makam ulama menjadi tempat wisata islami yang mendidik dan memberi inspirasi bagi umat Islam. Jika ada kewenangan yang besar, sangat mudah bagi kita untuk menjadikan makam-makam ulama ini sebagai destinasi wisata religi yang tidak hanya menarik bagi umat Islam Aceh, tetapi juga bagi umat Islam dari berbagai penjuru dunia.
Warisan Abadi Dua Imam Besar. Perjalanan ini menguatkan keyakinan bahwa para ulama besar adalah cahaya yang menerangi jalan umat Islam. Kehadiran mereka, meski telah lama tiada, tetap hidup dalam ilmu dan teladan yang mereka wariskan.
Sebagai masyarakat Aceh yang mempraktikkan tarekat Naqsyabandiyah dan merujuk pada kitab-kitab hadis, perjalanan ini menghubungkan kami dengan akar sejarah yang dalam. Napak tilas ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan spiritual yang mempertebal iman dan cinta kepada Allah SWT serta Rasul-Nya.
Ziarah ke makam Imam Al-Bukhari dan Imam Bahauddin Naqsyabandi menjadi pengingat bahwa ilmu dan keteladanan adalah warisan terbesar untuk umat manusia. Mereka adalah bukti nyata bahwa kejayaan Islam lahir dari ilmu, akhlak, dan ketekunan.
Jika Allah beri kesehatan dan kesempatan, saya hendak ziarah ke makam pelatak utama sifat dua puluh, aqidah ahlussunah waljamaah, di Aljazair, di kampungnya Zizou (Zinédine Zidane), Eks Pelatih Real Madrid, yakni Imam Muhammad bin Ali al-Sanusi.
*Penulis adalah Purna Tugas Senior Vice President (SVP) PT Waskita Karya, Tbk