RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Manager Program Katahati Institute Muhammad Fahry, angkat bicara soal Pelaksanaan debat kandidat ketiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada serentak 2024 yang berakhir ricuh di lokasi kegiatan.
Pelaksanaan debat ketiga yang berlangsung di Hotel The Pade, Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar pada Selasa (19/11) malam itu, dihentikan karena kondisi ruangan yang kurang kondusif.
Muhammad Fahry menyebutkan, manajemen risiko dalam Debat yang ricuh di debat ketiga calon Gubernur Aceh pada Pilkada serentak 2024 berakhir ricuh tersebut, terlepas dari kepentingan para pihak dalam proses debat sesi terakhir ini.
“Kita perlu menyoroti manajemen risiko yang disiapkan oleh pihak penyelenggara. Dimana Komisioner KIP yang hadir tidak
mampu memetakan dengan cepat potensi kericuhan saat salah satu pendukung calon mulai menunjukkan bahwa ada penggunaan alat elektronik oleh salah satu pasangan calon
gubernur,”katanya, Kamis (21/11).
Fahry menyebutkan, setelah adanya peringatan kedua dengan suara lebih keras oleh pendukung paslon 02, mereka kembali meminta panitia penyelenggara menghentikan proses pemaparan visi dan misinya.
“Disaat yang genting itu, panitia penyelenggara juga belum menentukan sikap dan kemudian disambut dengan hamburan massa pendukung kedua pasangan calon ke atas panggung utama,”ucapnya.
Disisi lain sambungnya, pihak keamanan mencoba melerai saat aksi saling serang terjadi, baik fisik maupun verbal antara para pendukung pasangan calon. Namun, upaya ini tidak berhasil dan massa tidak bisa dikendalikan.
“Di saat yang sama, kami menyoroti ketidakhadiran para Komisioner Panwaslih Aceh pada agenda penting ini. Padahal, Panwaslih/Bawaslu Provinsi Aceh memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya debat, menegur atau memberi rekomendasi, dan meminta KIP melakukan penyesuaian jika terdapat ketidaksesuaian,”ucap Fahry.
Menurutnya, kealpaan Panwaslih Aceh dalam agenda debat ketiga tersebut juga menjadi ruang kosong mitigasi risiko dan menyebabkan kondisi tidak terkontrol.
“Informasi yang kami telusuri,
Ketujuh komisioner Panwaslih Aceh sedang melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dan
hanya diwakili oleh staf ahli yang tidak bisa mengambil keputusan saat kericuhan terjadi,”sebutnya.
Kondisi ini tambahnya, tentu saja menjadi catatan penting kita bersama. Debat ketiga, sekaligus terakhir yang dilaksanakan oleh KIP Aceh harusnya jadi agenda pamungkas pemaparan visi dan misi para calon dan tanggapan mereka terhadap tema yang disajikan.
“Rakyat, sebagai pemilik suara dalam pesta demokrasi sangat dirugikan dengan kejadian ini. Kita harus mengevaluasi secara menyeluruh dan mempersiapkan manajemen risiko yang lebih baik hingga rangkaian Pilkada selesai,” tutupnya.
Sebelumnya, kericuhan terjadi saat pasangan calon nomor urut 1 Bustami Hamzah-M Fadhil Rahmi menyampaikan visi-misi nya. Ketika Bustami membacakan visi-misi, kemudian sejumlah pendukung pasangan nomor urut 2 (Mualem – Dek Fadh) naik ke panggung debat, karena memrotes dugaan adanya microphone yang terpasang di kerah baju Bustami. (mat).