RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, mengatakan, Aceh bisa menuntaskan stunting dalam waktu tiga tahun, jika penurunan stunting bisa mencapai tujuh hingga delapan persen setiap tahun.
Safrizal meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) agar membuat langkah dan strategi konsolidasi data, untuk perencanaan program dan ketepatan intervensi pencegahan dan penanganan stunting, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota hingga ketingkat desa.
Hal ini disampaikan, Safrizal, saat memimpin Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Aceh di Kantor Gubernur aceh, Selasa, 26 November 2024, di Banda Aceh.
Turut hadir pada Rakor tersebut, Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina Salim, Sekda Aceh, Kepala Biro Isra, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bappeda, Pj. Ketua TP-PKK Aceh, Perwakilan Dekan Fakultas Kedokteran USK, Perwakilan Universitas Muhammadiyah, Kepala DPMG Aceh, Kepala Biro Adpim Setda Aceh, Abulyatama, Poltekkes Aceh, Kadis Pendidikan, Kadis PPPA, Perwakilan Unicef, PJT SSGI Prov Aceh, Persagi, Kepala Inspektorat, Satgas Stunting, Direktur RSUZA, Direktur RS Ibu dan Anak dan Satgas Stunting Prov Aceh.
“Konsolidasi data untuk perencanaan program dan ketepatan intervensi pencegahan dan penanganan stunting, perlu kita lakukan, sehingga penurunan stunting tujuh hingga delapan persen bisa kita tuntaskan dalam waktu lebih kurang tiga tahun. Tetapi kalau penurunan hanya dua persen maka perlu waktu lama kita mengentaskannya,” tegas Safrizal.
Safrizal juga menegaskan dalam rapat, bagaimana membangun koordinasi dan sinkronisasi program lintas sektor serta pentingnya ketersediaan data yang akurat, by name by address, sehingga intervensi langsung bisa kesasaran.
“Kita akan bikin strategi untuk tahun 2025, kita mulai besok. Minta data yang ada di masing-masing dinas seperti BKKBN, data keluarga beresiko stuting, EPPGBM ke Dinas Kesehatan, dan data pendukung lainnya. Jika kita sudah ada data sasarannya, baru melakukan langkah dan strategi intervensi yang tepat, sebagai upaya percepatan penurunan stunting. Kita dengar bahwa ada provinsi lain yang turun tujuh sampai delapan persen. Jika di tempat lain bisa kenapa kita tidak bisa?,” tegas Safrizal lagi.
Hasil SKI (Survey Kesehatan Indonesia) tahun 2023, prevalensi stunting di Aceh turun 1,8 persen atau 29,4 persen dari 31,2 persen pada 2022 (hasil SSGI). Sementara target secara nasional pada 2024 turun sebesar 14 persen dan tentunya masih jauh untuk dapat kita kejar dan ini PR besar.
Safrizal kembali menegaskan, harus dilakukan koordinasi dan konsolidasi data rutin seperti ini. Berdebat cukup di ruang rapat, tetapi di lapangan tetap bergandengan tangan untuk mengentaskan stunting di Aceh.
Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina mengatakan, bahwa setiap tahun lembaganya melakukan pendataan keluarga dan mereka memiliki data sasaran keluarga berisiko stunting by name by address. Ia menyebutkan Data KRS (keluarga berisiko stunting) Provinsi Aceh Semester 1 Tahun 2024 yaitu jumlah Keluarga Berisiko Stunting sebanyak 197.782 dan jumlah Keluarga Tidak Berisiko Stunting sebanyak 653.216.
Jumlah keluarga tidak mempunyai sumber air minum utama yang layak sebanyak 29.023 dan jumlah keluarga tidak mempunyai jamban yang layak sejumlah 75.217.
“Data ini sumbernya dari Verval KRS Tahun 2024 Pak Pj. Kami akan membantu memberikan data ini, beberapa lembaga sudah mengambil data ini, seperti Baitul Mal,dan beberapa dinas terkait lainnya,” kata Safrina.
Pj. Gubernur Aceh meminta agar data lengkap keluarga berisiko stunting itu nantinya dapat dikelompokkan berdasarkan kabupaten/kota, kecamatan hingga desa. Data itu nantinya akan dibagikan ke seluruh bupati/walikota hingga pemangku kebijakan di tingkat desa.
“Dengan adanya data lengkap by name by address kita dapat menjalankan program intervensi ke wilayah yang banyak terdapat keluarga berisiko stunting, dengan begini akan lebih tepat sasaran,” pungkas Safrizal. (ril/hra)