BANDA ACEH – Pengamat sosial, politik, dan pembangunan Aceh, Dr. Usman Lamreung, M.Si, menyoroti wacana pemerintah pusat untuk menunda pelantikan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati terpilih hasil Pilkada serentak 2024. Wacana tersebut muncul karena adanya sengketa hasil Pilkada yang masih dalam proses penyelesaian di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dr. Usman menilai, meski penundaan ini mungkin dianggap tidak menjadi masalah bagi kalangan elit, namun menurut pandangannya, hal ini bertentangan dengan hak rakyat.
“Rakyat telah memilih pemimpin dengan penuh harapan, terutama setelah lebih dari dua tahun terjadi kekosongan kekuasaan di daerah, yang hanya diisi oleh Pejabat Sementara yang ditunjuk pemerintah pusat dengan kewenangan terbatas,” ujarnya Minggu (5/1).
Oleh karena itu, gubernur, wali kota, dan bupati yang telah terpilih sebaiknya segera dilantik agar dapat mulai merealisasikan janji-janji politik mereka. Rakyat sudah terlalu lama menunggu kehadiran pemimpin definitif untuk bekerja mewujudkan hak demokrasi mereka. Jika pelantikan bisa dipercepat, mengapa harus ditunda? Bagi daerah yang tidak memiliki sengketa di MK, pelantikan seharusnya dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan melalui Perpres pada 7 Februari 2025.
Terlebih lagi, Aceh sebagai daerah dengan status kekhususan seharusnya melaksanakan pelantikan gubernur dan wakil gubernur sesuai aturan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yaitu di hadapan sidang paripurna DPRA. Pelaksanaan amanah ini tidak boleh diabaikan agar UUPA tidak terus dilemahkan oleh ketidakberdayaan lembaga politik di Aceh.
Banyak ketentuan dalam UUPA yang telah terabaikan, meski diperjuangkan dengan pengorbanan besar. UUPA seharusnya menjadi tanggung jawab para politisi dan elit di legislatif maupun eksekutif untuk dilaksanakan. Jika mereka tidak mampu menjalankan amanah ini, tidak perlu lagi berbicara tentang kekhususan Aceh, karena tindakan mereka hanya menunjukkan ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan.
“DPRA dan DPRK harus bersinergi untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat, agar pelantikan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati dapat dilaksanakan sesuai kekhususan Aceh. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, tidak ada lagi alasan untuk membanggakan kekhususan Aceh,”ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa Rakyat Aceh menantikan langkah nyata dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam berkomunikasi dengan pemerintah pusat, sehingga pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dapat berjalan sesuai kekhususan Aceh. Jangan sampai pelantikan ini disamakan dengan daerah lain, karena hal tersebut hanya akan menjadi bentuk lain dari pengabaian terhadap UUPA. (drh)