BANDA ACEH – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengharapkan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih periode 2025-2030 dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024, yakni pada 7 Februari 2025.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komisi I DPR Aceh, Tgk. Muharuddin dalam rapat koordinasi terkait dengan pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh terpilih periode 2025-2030 yang diselenggarakan di ruang rapat Komisi I DPRA, Banda Aceh, Senin (6/1), dan dihadiri mitra kerja Komisi I, yaitu Komisi Independen Pemilihan (KIP), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih), dan perwakilan Pemerintah Aceh.
Dikatakan Muharuddin, pelaksanaan jadwal pelantikan tersebut masih bergantung pada proses administrasi yang sedang berlangsung, terutama penerbitan Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Aceh tidak masuk dalam sengketa Pilkada, tetapi secara yuridis formal, kita tetap harus menunggu e-BRPK dari MK. Setelah BRPK diterbitkan, barulah proses administrasi lainnya bisa dilakukan,” ujar Muharuddin.
Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, proses pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur harus melalui serangkaian tahapan tertentu.
Setelah keputusan diterima KPU Pusat, dokumen tersebut harus diserahkan kepada DPRA dalam waktu lima hari. Kemudian, dalam tiga hari berikutnya, DPRA wajib menyampaikan dokumen itu kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Mendagri akan mengajukan usulan pelantikan kepada Presiden, yang akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) sebagai dasar pelantikan.
“Semua tahapan ini mengacu pada UUPA, yang menetapkan bahwa pelantikan dilakukan oleh Mendagri atas nama Presiden dalam sidang paripurna DPRA dan disaksikan oleh Mahkamah Syariah,” jelas Muharuddin.
Lebih lanjut, Muharuddin mengakui bahwa penerbitan BRPK oleh MK menjadi kunci dalam mempercepat atau memperlambat pelantikan. Ia berharap MK dapat menerbitkan BRPK secara bertahap, terutama untuk provinsi dan wilayah yang tidak memiliki sengketa Pilkada.
“Kami memahami bahwa MK memiliki otoritas penuh yang tidak dapat diintervensi. Namun, kami berharap ada diskresi untuk wilayah tanpa sengketa agar BRPK bisa diterbitkan lebih cepat, sehingga pelantikan tidak perlu menunggu seluruh proses di MK selesai,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah Aceh, KIP, dan Panwaslih dalam menyelaraskan tahapan pelantikan dengan aturan yang berlaku. Muharuddin juga menyatakan bahwa Komisi I DPRA optimis pelantikan dapat dilaksanakan tepat waktu, yakni pada 7 Februari 2025.
“Kita berpegang pada Perpres Nomor 80 Tahun 2024 yang menetapkan jadwal pelantikan. Besar harapan kami agar ini dapat terlaksana sesuai ketentuan, tanpa hambatan administratif,” tuturnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya konsistensi pelaksanaan pelantikan sesuai UUPA. Di mana untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, pelantikan dilakukan oleh Mendagri atas nama Presiden dalam sidang paripurna DPRA, sementara untuk Bupati dan Wali Kota, pelantikan dilakukan oleh Gubernur dalam sidang paripurna DPRK, juga dihadapan Mahkamah Syariah.
“Proses yang dilakukan KIP dalam Pilkada serentak ini merujuk pada UUPA, jadi masalah teknis pelantikan kalau kami Komisi I menilai dengan mitra komisi tadi sepakat bahwa teknis pelantikan itu kita tetap menggunakan Undang-Undang Pemerintah Aceh,” demikian Muharuddin. (Mag-01)