RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh menangani pemulangan seorang gadis di bawah umur yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Kuala Lumpur, Malaysia, ke Banda Aceh.
Gadis berinisial PF (14), dipulangkan pada Sabtu, 4 Januari 2025, setelah sebelumnya dijemput di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur pada 3 Januari 2025.
Kepala BP3MI Aceh, Siti Rolijah mengatakan, ketika kasus PF mencuat dan menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial pada 24 Desember 2024 lalu, pihaknya langsung bergerak cepat dengan menelusuri informasi yang beredar dan berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur serta komunitas warga Aceh di Malaysia.
Siti menyebutkan korban sempat diamankan di rumah singgah komunitas Aceh di Kuala Lumpur sebelum akhirnya diserahkan ke KBRI pada 27 Desember 2024 untuk mendapatkan perlindungan lebih lanjut.
Ia juga menyebutkan, proses pemulangan PF ke tanah air juga dilalui dengan sejumlah koordinasi. Setibanya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, PF disambut oleh petugas BP3MI Aceh bersama sejumlah instansi terkait.
Ia kemudian diarahkan ke ruang pemeriksaan imigrasi untuk pengambilan keterangan awal sebelum dibawa ke Helpdesk BP3MI Aceh.
“Di sana, PF bertemu kembali dengan ayah kandungnya. Selanjutnya, korban diserahkan kepada Polres Kota Banda Aceh untuk proses investigasi lebih lanjut,” ujar Siti, Senin (6/1).
Mengingat kondisi fisik dan mental PF yang masih lemah, Siti mengatakan BP3MI Aceh bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh untuk memastikan keamanan dan kenyamanan korban.
Selama proses pemeriksaan, kata Siti, PF ditempatkan di tempat yang aman yang disediakan oleh DP3A. Namun, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, pemeriksaan harus dihentikan sementara.
“PF dirujuk ke RS Bhayangkara Banda Aceh untuk pemeriksaan medis dan visum,” tambah Siti Rolijah.
Lebih lanjut, Siti menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pemulangan PF, termasuk KBRI Kuala Lumpur, DP3A Aceh, Polda Aceh, Polres Banda Aceh, serta terkait lainnya.
“Kami berkomitmen untuk terus mendampingi PF hingga kasus ini tuntas dan memastikan ia mendapat keadilan serta pemulihan yang layak,” tegasnya.
Siti juga menyampaikan dari kisah PF ini diharapkan dapat menjadi pengingat serta pelajaran penting bagi masyarakat lainnya terkait ancaman TPPO dan perlunya kewaspadaan dalam melindungi anak-anak dari bahaya tersebut.
“Pastikan masyarakat memahami prosedur bekerja ke luar negeri sesuai peraturan yang telah diatur oleh Pemerintah,” tutup Siti. (Mag-01/min)