class="post-template-default single single-post postid-133266 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Kapolres Abdya Cek Harga Bahan Pokok Jelang Ramadhan 30 Tim Ikut Turnamen Futsal Dua Putra Cup I, Perebutkan Total Hadiah Rp 25 Juta Dandim 0111/Bireuen Tinjau Lokasi RLTH TMMD Nyak Syi Ikut Retreat Di Akmil Magelang Plt Sekda Alhudri Hadiri Upacara Pemberangkatan Satgas Yonmek TNI  Konga untuk Misi Perdamaian ke Lebanon

METROPOLIS · 21 Feb 2025 14:50 WIB ·

Ekonomi Aceh dalam Bingkai Syariah Islam


 Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si  Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Parawisata dan Ekonomi Kreatif LPPM Universitas Syiah Kuala (USK) Perbesar

Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Parawisata dan Ekonomi Kreatif LPPM Universitas Syiah Kuala (USK)

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB-USK) dan

Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) Aceh

 

Aceh, sebagai provinsi dengan otonomi khusus di Indonesia, memiliki potensi ekonomi yang luar biasa besar. Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak kalah kompleks. Dalam bingkai syariah Islam, Aceh memiliki kesempatan unik untuk mengembangkan model ekonomi yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada keadilan sosial, distribusi kekayaan, dan kesejahteraan umat. Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa Aceh masih menghadapi berbagai hambatan serius dalam mewujudkan visi tersebut.

 

Ekonomi Aceh saat ini masih didominasi oleh sektor primer seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan. Sektor-sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh. Namun, kurangnya diversifikasi ekonomi menjadi salah satu masalah utama. Kontribusi sektor industri dan jasa masih sangat rendah, sehingga struktur ekonomi Aceh cenderung rapuh dan rentan terhadap fluktuasi pasar global.

 

Selain itu, tingkat kemiskinan di Aceh masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Ketimpangan pendapatan antarwilayah, terutama di daerah pedesaan, semakin memperparah kondisi ini. Infrastruktur yang belum memadai juga menjadi penghalang bagi investasi. Investor enggan masuk ke Aceh karena birokrasi yang rumit dan minimnya insentif. Akibatnya, potensi ekonomi Aceh belum sepenuhnya tergali.

 

Namun, ada satu hal yang patut diapresiasi: penerapan prinsip syariah dalam ekonomi. Aceh telah mengimplementasikan beberapa aspek ekonomi syariah, seperti lembaga keuangan syariah, zakat, dan wakaf. Meski demikian, implementasi ini belum optimal. Lembaga keuangan syariah masih kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, sementara zakat dan wakaf belum sepenuhnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek produktif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Peluang dan Tantangan

Melihat ke depan, Aceh memiliki peluang besar untuk tumbuh melalui pemanfaatan nilai-nilai syariah. Salah satu peluang yang menjanjikan adalah pariwisata syariah. Aceh memiliki nilai religius yang kuat serta keindahan alam yang luar biasa. Dengan strategi yang tepat, Aceh bisa menjadi destinasi wisata syariah yang diminati oleh wisatawan domestik maupun internasional.

 

Selain itu, pertanian organik juga bisa menjadi motor pertumbuhan baru. Permintaan global terhadap produk organik terus meningkat, dan Aceh memiliki lahan subur yang ideal untuk menghasilkan produk pertanian ramah lingkungan. Industri halal, termasuk makanan, kosmetik, dan fesyen, juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Dengan dukungan regulasi yang baik, Aceh bisa menjadi pusat industri halal di Indonesia.

 

Namun, tantangan yang harus dihadapi juga tidak mudah. Minimnya sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi salah satu penghalang utama. Aceh membutuhkan tenaga kerja terampil, terutama di sektor modern seperti teknologi dan industri. Ketergantungan pada Dana Otonomi Khusus (Otsus) juga membuat struktur ekonomi Aceh rentan terhadap fluktuasi anggaran pusat. Selain itu, perubahan iklim berdampak negatif pada sektor pertanian dan perikanan, yang merupakan tulang punggung ekonomi Aceh.

 

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Syariah

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Salah satu langkah penting adalah penguatan lembaga keuangan syariah. Bank syariah dan lembaga keuangan mikro syariah harus dioptimalkan untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, literasi keuangan syariah di masyarakat perlu ditingkatkan agar lebih banyak  memanfaatkan produk-produk syariah.

 

Zakat dan wakaf juga bisa dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek produktif. Misalnya, zakat dan wakaf dapat digunakan untuk membangun infrastruktur desa, meningkatkan akses pendidikan, dan memperbaiki layanan kesehatan. Untuk memastikan distribusi zakat yang efektif, Badan Amil Zakat Infak dan Sadakah (BAZIS) perlu ditingkatkan profesionalismenya dan transparansi.

 

Diversifikasi ekonomi juga menjadi kunci penting. Aceh perlu mengurangi ketergantungannya pada sektor primer dengan mendorong pengembangan industri manufaktur dan jasa. Insentif kepada pelaku usaha juga perlu diberikan untuk menarik investasi di sektor-sektor baru seperti teknologi informasi dan energi terbarukan.

 

Pendidikan dan pelatihan juga harus menjadi prioritas. Kualitas pendidikan, terutama di bidang ekonomi syariah, perlu ditingkatkan untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten. Pelatihan kewirausahaan juga penting untuk mendorong penciptaan lapangan kerja mandiri, terutama di kalangan pemuda.

 

Terakhir, pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan internet harus dipercepat. Infrastruktur yang memadai akan mendukung aktivitas ekonomi dan menarik investasi swasta. Penyederhanaan regulasi dan penawaran insentif fiskal juga bisa menjadi cara efektif untuk mengundang investor.

 

Menuju Ekonomi Syariah yang Inklusif dan Berkelanjutan

Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi contoh sukses implementasi ekonomi syariah di Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Penguatan lembaga keuangan syariah, pengembangan zakat dan wakaf produktif, diversifikasi ekonomi, serta peningkatan kualitas SDM adalah langkah-langkah strategis yang harus dilakukan.

 

Dengan fokus pada prinsip-prinsip syariah, Aceh tidak hanya bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga memastikan bahwa pertumbuhan tersebut inklusif dan berkelanjutan. Artinya, kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan, harus menjadi prioritas utama. Hanya dengan cara inilah Aceh bisa benar-benar memanfaatkan potensinya untuk menjadi model ekonomi syariah yang sukses di Indonesia.

 

Sebagai penutup, saya percaya bahwa masa depan Aceh cerah jika semua pihak bersatu untuk mewujudkan visi ini. Dengan tekad yang kuat dan strategi yang tepat, Aceh bisa menjadi bukti nyata bahwa ekonomi syariah bukan hanya sekadar konsep teoretis, tetapi juga praktik nyata yang dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. <apridar@usk.ac.id>

Artikel ini telah dibaca 33 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Plt Sekda Alhudri Hadiri Upacara Pemberangkatan Satgas Yonmek TNI  Konga untuk Misi Perdamaian ke Lebanon

21 February 2025 - 11:25 WIB

Terbukti Lakukan Pungli pada Seleksi PPPK Formasi Guru Gayo Lues, Tiga Terdakwa Divonis 4,5 Tahun Penjara

20 February 2025 - 19:47 WIB

Sambut Ramadhan, Disdik Aceh Hadirkan Ragam Program: Siswa Diajak Tuangkan Resolusi Lewat Esai

20 February 2025 - 17:22 WIB

Notaris di Aceh Besar Diperiksa MPD Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik

19 February 2025 - 15:14 WIB

Tgk Umar Rafsanjani : Jangan Tunda Azan Isya ke Pukul 21.00 di Bulan Ramadan

19 February 2025 - 11:23 WIB

Bripda Rizky Eka Priatama Raih Medali Perak Kejuaraan FORKI Karate Championship Aceh 2025

19 February 2025 - 11:13 WIB

Trending di METROPOLIS