Oleh : Ichsan MSn*
Sholat merupakan ibadah utama dalam Islam. Sholat sering disebut sebagai “tiang agama” yang menopang keimanan seorang Muslim. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadis, sholat ditekankan sebagai bagian dari kehidupan beragama yang tidak boleh ditinggalkan. Namun, ketika sholat dipahami hanya sebagai sebuah kewajiban, muncul potensi pergeseran makna; dari sebuah kebutuhan spiritual menjadi sekadar beban yang harus ditunaikan.
Pemikiran ini hadir, tidak untuk menegaskan status hukum sholat dalam Islam, melainkan untuk mengajak kita berpikir lebih dalam; apakah mungkin saat ini kita masih mendifinisikan sholat sebagai kewajiban, atau sebenarnya ia adalah kebutuhan?
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memiliki berbagai aktivitas yang dilakukan secara rutin tanpa harus diperintah. Contohnya, makan dan minum bukanlah kewajiban dalam pengertian hukum, tetapi sebuah kebutuhan biologis. Tanpa perlu perintah eksplisit, manusia akan makan karena merasakan lapar dan akan minum ketika merasa haus.
Seharusnya, sholat juga demikian. Jika sholat ditempatkan dalam ranah kebutuhan spiritual, seorang Muslim akan melakukannya tanpa merasa terbebani. Ia tidak akan mencari-cari alasan untuk meninggalkan sholat karena menyadari bahwa sholat adalah “nutrisi” bagi jiwanya, sebagaimana makanan adalah nutrisi bagi tubuhnya.
Pada praktiknya, pemahaman mengenai sholat sering kali lebih menitikberatkan pada aspek kewajiban daripada kebutuhan. Banyak Muslim yang sholat karena takut akan hukuman atau merasa terpaksa oleh aturan sosial dan agama. Pemahaman ini dapat mengurangi nilai intrinsik dari sholat itu sendiri. Yang lebih memprihatinkan adalah ancaman sosial verbal yang muncul dari para oknum yang mengaitkan antara yang tidak sholat dengan bala atau musibah yang hadir ditengah masyarakat. Hal tersebut dapat kita lihat di media sosial dimana hadirnya musibah, bencana dan sejenisnya cenderung selalu dikaitkan dengan ibadah seseorang atau komunitas tertentu termasuk sholat.
Ketika kita berbicara mengenai kewajiban sholat, beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan, di antaranya; Surah Al-Baqarah ayat 43 yang artinya “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”. Pada ayat lain, Surah An-Nisa ayat 103 yang artinya “Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Pada Surah Al-Ankabut ayat 45 disebutkan, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an), dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” Dalam hadis-hadis, Rasulullah menekankan sholat sebagai bagian fundamental dalam Islam, seperti sabda beliau “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dari ayat dan hadis tersebut, jelas bahwa sholat memiliki status hukum yang mengikat. Namun, pertanyaan yang lebih dalam adalah: apakah status hukum ini harus mengarah pada pemahaman sholat sebagai beban, atau justru sebagai kebutuhan mendasar bagi manusia?
Jika kita kembali kepada esensi ibadah dalam Islam, sholat bukan sekadar rutinitas, melainkan sarana komunikasi langsung dengan Allah. Dalam sholat, seorang Muslim bermunajat, mengadukan segala keluh kesah, bersyukur, dan memohon petunjuk.
Ketika seseorang memahami sholat sebagai kebutuhan, ia akan merasakan bahwa sholat memberikan kedamaian dan ketenangan. Sebaliknya, jika sholat hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan agar tidak berdosa, maka ia bisa kehilangan makna spiritualnya.
Analoginya seperti seorang anak yang diwajibkan belajar. Jika belajar dipahami hanya sebagai kewajiban sekolah, anak tersebut mungkin akan merasa terbebani dan hanya belajar agar tidak dimarahi. Namun, jika ia menyadari bahwa belajar adalah kunci keberhasilan di masa depan, maka ia akan melakukannya dengan kesadaran penuh tanpa harus diperintah.
Tidak lama lagi, umat Islam akan memasuki bulan Ramadan, bulan yang penuh dengan keberkahan dan momentum untuk memperbaiki diri. Puasa dalam bulan Ramadan sendiri diwajibkan sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183; “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Menariknya, meskipun puasa merupakan kewajiban, banyak Muslim yang dengan senang hati menjalankannya, bahkan merindukan datangnya Ramadan. Ini menunjukkan bahwa ketika kewajiban diterima dengan pemahaman mendalam, ia dapat menjadi kebutuhan yang dinikmati.
Hal yang sama seharusnya terjadi pada sholat. Ramadan bisa menjadi momen bagi kita untuk memperbaiki hubungan dengan Allah dan mulai merasakan bahwa sholat bukan hanya tugas harian, tetapi sebuah kebutuhan rohani yang kita jalankan dengan penuh cinta.
Pada akhirnya kita dapat mendifinisikan sholat adalah ibadah yang sangat fundamental dalam Islam, tetapi cara kita memahaminya menentukan bagaimana kita menjalaninya. Jika sholat dipahami sebagai sekadar kewajiban, akan ada resiko bahwa ia akan terasa sebagai beban. Sebaliknya, jika kita melihat sholat sebagai kebutuhan spiritual, kita akan menjalankannya dengan kesadaran penuh, sebagaimana kita makan dan minum tanpa harus diperintah.
Sekali lagi ditegaskan bahwa pemikiran ini bukan bertujuan untuk menafikan hukum sholat dalam Islam, melainkan untuk menawarkan perspektif baru dalam melihat sholat sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar kewajiban yakni sebuah kebutuhan yang memberikan ketenangan dan kedekatan dengan Allah.
Bulan Ramadan yang sebentar lagi tiba, seyogyanya dapat menjadi kesempatan bagi kita semua untuk mengubah cara kita memandang sholat. Jika kita bisa merasakan indahnya puasa sebagai kebutuhan spiritual, mengapa tidak dengan sholat? Sholat harus menjadi kebutuhan. Ini sebenarnya yang disebut dengan indah dan nikmatnya menunaikan sholat. Mari kita jadikan sholat sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup kita, bukan karena kita wajib, tetapi karena kita butuh. (*)
Penulis adalah Ketua Jurusan Seni Rupa dan Desain ISBI Aceh*