RAKYAT ACEH | SINABANG – Hanya hitungan jari lagi akan berakhir bulan Ramadan dan jelang sore hari beragam jenis menu takjil untuk berbuka puasa yang dijual oleh pedagang, di berbagai titik di 10 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Simeulue.
Selama Ramadan, setiap sore menjelang berbuka puasa, ada beragam jenis menu takjil berbuka puasa yang jual pedagang, yakni jenis kue basah, kue kering, minuman segar, air kelapa muda, air tebu dan lemang serta menu takjil lainnya.
Namun untuk takjil khas Simeulue menu memek, sangat sulit ditemukan dan jarang dijual, padahal salah satu makanan khas kuliner memek ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada 2019 lalu.
Terkait sulitnya ditemukan takjil memek menu khas Simeulue itu, juga diakui R. Haryanto (34), warga Kota Banda Aceh yang sengaja datang ke pulau Simeulue, untuk mencari dan menikmati kuliner khas tersebut, namun tidak ada yang menjual sebagai menu berbuka puasa.
“Saya sengaja datang dari Banda Aceh kepulau Simeulue hanya untuk mencari kuliner memek khas khas Simeulue, untuk menu berbuka puasa. Ternyata sulit dan tidak saya temukan,” kata R Haryanto, dengan nada kecewa kepada Harian Rakyat Aceh, Senin 24 Maret 2025.
R. Haryanto menambahkan, meskipun tidak dijual oleh pedagang takjil berbuka puasa, dan tidak putus asa sehingga mendapat ide dari temannya, untuk membuat langsung menu memek khas Simeulue itu, dengan bahan yang tidak sulit, dari beras pulut, pisang, gula, garam dan santan.
“Nyaris kecewa, dan beruntung ada teman yang sarankan dibuat langsung kuliner memek makanan khas Simeulue. Alhamdulillah tercapai juga setelah saya buat langsung untuk menu berbuka puasa, dan bahannya pun tidak sulit dan saya sarankan jangan malu, tapi lestarikan aset yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada 2019 lalu itu,” pesan R Haryanto.
Ternyata selain non warga pulau Simeulue yang kesulitan untuk mendapatkan dan tidak menemukan takjil berbuka puasa, kuliner menu memek untuk berbuka puasa itu, juga dialami J. Rahman (32), warga Kota Sinabang, Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue.
“Benar, semua lapak jualan takjil dan makanan untuk berbuka puasa tidak ada yang jual kuliner memek menu khas Simeulue ini. Apa mungkin mereka malu dengan nama kuliner itu. Cerdaslah dikit dan coba cari di internet ada nama makanan khas yang lebih ekstrim dan lebih gak etis,” kata J. Rahman.
R. Haryanto dan J. Rahman, memaparkan, namanya yang unik tentu bikin banyak orang penasaran. Padahal, kuliner khas pulau Simeulue ini sudah lama jadi makanan tradisional yang diunggulkan Aceh. Tidak heran, kini memek ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) 2019.
Keduanya kembali menuturkan makanan khas memek dari Simuelue dan Gutel dari Aceh Tengah merupakan dua dari empat karya budaya yang masuk WBTB.
Dua lainnya adalah seni pertunjukkan Sining dari Aceh Tengah dan ekspresi lisan Silat Pelintau dari Aceh Tamiang.
Sejatinya kuliuner memek terbuat dari bahan yang tidak sulit, beras gongseng yang diberi santan dan ditambah pisang plus gula untuk pemanis rasa. Maka bahasa lokal Simeulue memang jauh berbeda dengan bahasa Aceh daratan. Artinya pun tidak ada kaitannya dengan kata serupa dalam Bahasa Indonesia. (ahi/hra)