RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Balee Ruum Geupo Seuramoë Atjeh Keurajeun Sultan Iskandar Muda secara tegas menolak rencana penempatan empat batalion militer tambahan di Aceh. Penolakan ini disampaikan melalui surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia sebagai bentuk kekhawatiran terhadap potensi pelanggaran terhadap semangat MoU Helsinki, yang menjadi dasar perdamaian Aceh sejak 15 Agustus 2005.
Surat bertanggal 16 Maret 2025 tersebut juga ditembuskan kepada Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, dan Ketua DPRA. Dalam surat itu, Balee Ruum menegaskan pentingnya menjaga stabilitas dan kedamaian yang telah dibangun selama hampir dua dekade.
Pimpinan Balee Ruum, AM Agussalim Bin Abubakar, menyampaikan bahwa kehadiran pasukan bersenjata dalam jumlah besar berpotensi membangkitkan trauma masa lalu, terutama di kalangan korban konflik yang hingga kini masih menanti keadilan.
“Kami, rakyat korban konflik di Aceh, dengan tegas menolak rencana penambahan empat batalion militer di tanah ini. MoU Helsinki telah menjadi pondasi perdamaian, dan tidak semestinya dicederai melalui pendekatan militer yang justru mengingatkan rakyat pada masa kelam konflik bersenjata,” ujar Agussalim didampingi sejumlah anggotanya kepada Rakyat Aceh pada Selasa (20/5/2025).
Menurutnya, penempatan empat batalion tersebut—jika benar dilaksanakan—merupakan kemunduran dalam upaya rekonsiliasi antara Aceh dan pemerintah pusat. Ia menilai langkah ini dapat merusak kepercayaan publik dan menimbulkan rasa tidak aman di tengah masyarakat sipil.
Surat resmi tersebut tidak hanya menyuarakan penolakan terhadap militerisasi, tetapi juga mengingatkan pemerintah pusat akan kewajiban moral dan hukum untuk menuntaskan seluruh butir perjanjian MoU Helsinki.
Agussalim juga menyoroti sejumlah butir penting dari perjanjian damai yang hingga kini belum direalisasikan, terutama yang berkaitan dengan hak-hak korban konflik. Ia menyebutkan bahwa ribuan warga Kecamatan Mane dan Geumpang, Kabupaten Pidie, yang menjadi korban konflik bersenjata, belum menerima hak kompensasi yang dijanjikan.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian konflik tidak cukup hanya dengan menghentikan kekerasan, melainkan harus disertai dengan pemulihan hak-hak dasar korban, termasuk kompensasi, pengakuan, serta perlindungan dari potensi kekerasan baru.
Dalam surat tersebut, Balee Ruum juga meminta agar pemerintah Indonesia melibatkan lembaga-lembaga internasional, termasuk Mahkamah Internasional, dalam mengawasi pelaksanaan MoU Helsinki secara menyeluruh. (ra)