class="wp-singular post-template-default single single-post postid-140715 single-format-standard wp-custom-logo wp-theme-kobaran" >

Menu

Mode Gelap
YARA Gugat Kemendagri Terkait Beralihnya 4 Pulau di Aceh Singkil ke Wilayah Sumut Wagub Luncurkan Inovasi Layanan Samsat Aceh dan Insentif Pajak Kendaraan Bagi Disabilitas Agus Buntung Divonis 10 Tahun Penjara, Denda Rp 100 Juta Koordinator GeRAK Bireuen : Masyarakat Sipil Harus Dilibatkan dalam Pembangunan Daerah Kasus Ganja di Aceh Meningkat, TNI Temukan Sejumlah Titik Lokasi Ladang Ganja

DAERAH · 27 May 2025 22:18 WIB ·

Komunitas Jadi Garda Terdepan Pelestarian Sejarah Aceh di Tengah Minimnya Payung Hukum


 Komunitas Jadi Garda Terdepan Pelestarian Sejarah Aceh di Tengah Minimnya Payung Hukum Perbesar

PIDIE – Di tengah absennya qanun khusus yang mengatur pelestarian budaya dan sejarah Aceh, komunitas akar rumput justru tampil sebagai ujung tombak dalam menjaga warisan leluhur. Kondisi ini mengemuka dalam Workshop Kebudayaan bertajuk “Membangun Wawasan Sejarah” yang digelar oleh Masyarakat Peduli Sejarah (MAPESA) di Hotel Safira, Pidie, Selasa (27/5/2025).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur Pidie, Umar Mahdi, SH, MH, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang memberikan kepastian hukum terhadap pelestarian budaya dan sejarah di Aceh.

“Pelestarian budaya hanya disebut sekilas dalam Pasal 34 huruf f Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013. Ini sangat tidak memadai untuk melindungi kekayaan budaya Aceh yang begitu besar,” ujarnya.

Ia menyebut, beberapa kawasan cagar budaya yang seharusnya menjadi perhatian serius seperti peninggalan Kesultanan Aceh, situs-situs bersejarah di Banda Aceh dan Aceh Besar, serta peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara.

Menurut Umar, di tengah kekosongan regulasi ini, justru komunitas seperti MAPESA dan Beulangong Tanoh yang secara konsisten bekerja di lapangan untuk mendokumentasikan, membersihkan, dan merawat situs-situs sejarah.

“Kalau tidak ada mereka, mungkin kita sudah kehilangan banyak jejak sejarah. Maka, dukungan terhadap komunitas seperti MAPESA bukan hanya penting, tapi menjadi kebutuhan mendesak,” tambahnya.

Senada dengan itu, Dosen Kesenian Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, Ichsan, menilai bahwa budaya dan estetika Aceh sejatinya tidak pernah hilang. Yang hilang, kata dia, adalah kesadaran masyarakat dan negara terhadap nilai-nilainya.

“Nilai budaya kita telah direduksi oleh tafsir agama yang kaku, trauma sejarah, dan minimnya dukungan dari sistem pendidikan maupun kebijakan pemerintah. Akibatnya, kita menjadi asing di tanah kita sendiri,” tutur Ichsan.

Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Meuseuraya Akbar 2025 yang digelar oleh MAPESA. Rangkaian kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kembali ikatan sejarah dan budaya masyarakat Aceh melalui berbagai kegiatan partisipatif.

Agenda puncak Meuseuraya Akbar akan digelar Rabu (28/5/2025) dengan kegiatan meuseuraya akbar dan khanduri jeurat di Gampong Cot Geunduek, Pidie. Kegiatan ini melibatkan masyarakat setempat, tokoh adat, pelajar, dan relawan komunitas.

Rangkaian acara akan ditutup dengan forum duek pakat pada Kamis (29/5/2025) yang akan merumuskan arah kebijakan pelestarian situs bersejarah di Pidie. Forum ini diharapkan dapat menjadi penghubung antara inisiatif komunitas dan tanggung jawab pemerintah. (ril/rif)

Artikel ini telah dibaca 58 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

USK Gelar UPT Bahasa Awards Tahun 2025

28 May 2025 - 21:38 WIB

Dua Saksi A De Charge: Korban Tidak Alami Memar dan Lebam dalam Kasus H. Mawardi Basyah

28 May 2025 - 19:42 WIB

Forbes DPR dan DPD Minta Presiden Prabowo Batalkan SK Mendagri Soal 4 Pulau di Singkil yang Diklaim Milik Sumut

28 May 2025 - 19:33 WIB

Kankemenag dan PGM Kecam Keras Aksi Pengeroyokan Siswi MTsN Simpang Tiga

28 May 2025 - 19:19 WIB

Bertemu Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Wagub Aceh Dorong Percepatan Revisi UUPA

28 May 2025 - 18:48 WIB

Mobile Action Nasabah Diretas, Uang Dalam Rekening Raib

28 May 2025 - 17:25 WIB

Trending di UTAMA