Oleh Linda Armiana*
PELAKSANAAN kepemimpinan pada dasarnya membutuhkan banyak faktor seperti kemampuan managerial, gaya kepemimpinan, ketajaman visi, kemampuan mengkoordinasikan dan menggerakkan, kecepatan mengambil keputusan serta kemampuan berkomunikasi baik secara internal maupun secara eksternal. Dalam kaitan ini; penulis akan menyoroti aspek komunikasi sebagai salah satu unsur terpenting bagi keberhasilan seorang pemimpin di dalam menggerakan partisipasi pengikut/bawahannya.
Komunikasi merupakan sisi penting dalam membangun relasi harmoni disemua lini kehidupan manusia, termasuk dalam organisasi/lembaga. Komunikasi yang efektif terkait erat dengan kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan yang efektif tidak akan bisa terwujud apabila pemimpin tidak mengkomunikasikan visi, misi, sasaran dan lain sebagainya yang perlu diketahui seluruh pengikutnya. Seorang pemimpin perlu menjadi komunikator yang terampil dan menguasai kemampuan keterampilan efektif karena mereka akan berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi.
Pada dasarnya kemampuan berkomunikasi dalam perspektif kepemimpinan dan partisipasi pengikut dimaksudkan sebagai upaya yang sadar, terarah dan terencana dalam menyampaikan pesan-pesan dan di ketahui secara jelas oleh pengikut sehingga mereka dapat mengambil bagian sesuai dengan kemampuan dan situasi dimana peran serta dapat di lakukan. Agar pesan sampai dengan baik, diperlukan komunikasi yang baik pula guna terciptanya suatu pemahaman yang selaras/tidak terjadinya kesalahpahaman. Komunikasi yang baik akan menghasilkan efek serta dampak yang baik pula.
Sementara komunikasi yang buruk akan menghasilkan miskomunikasi, misinformasi dan berujung pada konflik. Masalahnya, tetap saja komunikasi masih sering menjadi momok. Sering kita mendengar konflik terjadi karena kemacetan komunikasi.
Komunikasi merupakan bentuk apa saja dari interaksi manusia, baik berupa kata-kata, senyuman, anggukan kepala yang membesarkan hati, sikap badan yang kaku atau bahkan sebuah ungkapan minat, yang berakibat diterimanya arti, sikap, atau perasaan yang sama. Pertanyaannya adalah, apakah sesuatu yang kita sampaikan diterima oleh orang lain ? Dalam komunikasi, arti dan pengertian sangat tergantung pada pikiran orang yang menerimanya. Jika si pengirim dalam hal ini pemimpin mempunyai saringan atau membuat batasan, maka si penerima dalam hal ini adalah pengikut, akan mengeluarkan sisi manusiawinya berupa pembelaan diri, keagresifan dan tidak adanya kepercayaan yang akan dapat menghalangi komunikasi. Lagipula para penerima bukanlah coklat cair yang dapat dicetak menurut selera para pengirim.
Para penerima akan sangat aktif dalam proses tersebut, mereka dengan teliti mendengarkan beberapa bagian pesan tetapi mungkin tidak terlalu tertarik pada beberapa bagian yang lain. Bahkan mungkin ada beberapa pertanyaan yang tidak terucapkan, seperti apa pentingnya bagi saya? bagaimana pengaruhnya terhadap saya? seberapa sungguh-sungguh komunikasi ini harus saya hadapi? Untuk itu perlu komunikasi dengan sudut pandang si penerima. Kata-kata peringatan yang menimbulkan perasaan yang negatif dapat mendorong si penerima menolak seluruh pesan. Akhirnya apapun yang diterima, diterima sesuai dengan keadaan pikiran orang yang menerimanya.
Sementara itu, tanpa umpan balik dari penerimanya, pemimpin tidak dapat yakin bahwa pesannya telah sampai seperti yang dimaksudkannya. Seumpama bertanya pada diri sendiri, apakah mereka berpikir seperti saya berpikir? Daur komunikasi sudah lengkap jika pengikut mengerti, merasa atau berbuat sesuai dengan sasaran yang di maksud seorang pemimpin.
Dalam proses komunikasi seperti ini membutuhkan pemahaman dan pengertian yang memungkinkan pengikut dengan mudah dapat mengerti dan memahami arti terdalam dari pesan-pesan yang disampaikan pemimpinnya untuk mempengaruhi dan menggerakan pengikut untuk mengambil bagian dalam kegiatan.
Komunikasi adalah jembatan untuk saling memahami. Untuk menciptakan komunikasi yang baik, kita perlu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik, baru setelah itu kita mulai menciptakan ikatan emosional antar kedua belah pihak. Prinsip tentang “berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti” dari Stephen R. Covey adalah kunci untuk komunikasi antarpribadi yang efektif. Komunikasi yang berdampak positif akan menjadi jembatan namun bila yang terjadi sebaliknya, justru akan membuat adanya jurang antara pemimpin dan pengikutnya. Sebelum hal itu terjadi, dalam komunikasi diperlukan kejelasan, kelengkapan, keringkasan yang padat isi, keterusterangan dan kesopanan.
Kualitas komunikasi antara pengikut dengan pemimpin adalah fungsi dari hubungan antar personal antara kedua belah pihak dan terkait pula dengan bagaimana hubungan antar personal tersebut dapat memenuhi ekspektasi pengikut. Sebagaimana seorang pemimpin menguatkan pengaruhnya di tengah para pengikutnya, proses berlangsungnya komunikasi sebaiknya menjadi proses yang dapat dinikmati semua pihak dan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Hal ini karena proses komunikasi juga dimaksudkan sebagai sarana untuk saling berinteraksi dan membina hubungan.
Agar setiap pengikut dapat dipastikan mengerjakan tugasnya dengan baik, maka sang pemimpin harus memiliki dan menggunakan gaya komunikasi kepemimpinan yang tepat.
Komunikasi yang sederhana dan persuasif akan memberi penyadaran secara lebih mudah dan akan lebih cepat mendapatkan respons. Sesuai namanya, fungsi persuasif bersifat membujuk atau menyakinkan secara halus.
Alih-alih memerintah secara langsung, pemimpin dapat lebih memilih memanfaatkan komunikasi persuasif untuk membujuk pengikutnya melakukan sesuatu. Cara persuasif dinilai memudahkan pemimpin untuk mengatur pengikutnya. Pasalnya, pekerjaan yang dilakukan sukarela akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dan lantaran sifat memerintah secara halus maka pemimpin akan lebih dihargai para anggotanya.
Komunikasi persuasif mengacu pada proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang lain yang dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi persuasif yang efektif merupakan cara penyampaian pesan yang menyadarkan pengikut bahwa ia punya pilihan dan mendorongnya untuk setuju atas sesuatu hal.
Dalam konteks organisasi, persuasif hadir dalam upaya penjualan gagasan kepada orang lain, memberi saran, hingga mengumpulkan dukungan dengan menggunakan kata-kata yang bersifat membujuk atau mengajak, disertai bukti atau fakta kuat untuk mempengaruhi, tidak memaksakan pendapat guna menghindari konflik dan memanfaatkan kata-kata yang membuat pengikut tertarik, antusias, hingga terprovokasi. Untuk membangun keterampilan komunikasi persuasif, seorang komunikator dalam hal ini seorang pemimpin harus mengunakan beberapa strategi.
Strategi pertama dalam komunikasi persuasif adalah mengenali perilaku lawan bicara . Jika komunikator telah mengetahui dan memahami perilaku orang yang akan di ajak berkomunikasi, tentu akan lebih leluasa berbicara termasuk memilih cara penyampaian yang tepat sehingga membujuk untuk melakukan hal positif pun lebih mudah.
Strategi kedua merupakan hal yang paling mendasar yaitu membangun rasa percaya diri. Percaya diri tampak dari bagaimana cara komunikator berbicara dengan lawan bicara. Ketika terlihat percaya diri, tumbuh keyakinan dari lawan bicara sehingga mereka mau memperhatikan dan mendengarkan apa yang disampaikan. Dengan begitu, lebih mudah untuk membujuk dan mempengaruhi sikap serta tindakan lawan bicara.
Strategi ketiga adalah menunjukkan selera humor. Komunikator andal biasanya mempunyai selera humor tinggi. Saat bersikap humoris, komunikator dapat lebih mudah mendekatkan diri pada lawan bicara. Bahkan bisa mengajak atau membujuk lawan bicara melalui lelucon atau candaan yang sebetulnya menyiratkan upaya persuasi. Begitu tertarik, mereka juga lebih bersikap terbuka dan cenderung mudah menyetujui sesuatu.
Terampil berkomunikasi menjadi strategi keempat yang dapat dilakukan. Seseorang yang terampil berkomunikasi tentu lebih memikat lawan bicara. Pesan yang disampaikan secara persuasif akan lebih mengena dan tepat sasaran ketika disampaikan oleh komunikator yang pandai membawa diri. Gaya bicara penuh percaya diri biasanya mudah mempengaruhi lawan bicara untuk sepakat dan mau melakukan hal positif.
Strategi kelima adalah mempunyai wawasan luas. Berwawasan luas menjadi ciri komunikator yang mampu mempengaruhi orang lain. Tidak hanya terkait materi pembicaraan saja, tetapi juga berbagai obrolan santai yang bisa menjadi topik selingan.
Menguasai materi menjadi pilihan sebagai strategi keenam. Sebagai komunikator, seorang pemimpin pasti tidak ingin terlihat biasa-biasa saja atau malah tidak tahu apa-apa di hadapan pengikut. Menguasai materi jadi langkah penting yang harus di lakukan supaya terlihat kompeten dalam menyampaikan pesan persuasi.
Strategi ketujuh adalah membiasakan diri bersikap tenang. Komunikator dituntut untuk mampu menjawab pertanyaan yang dilemparkan lawan bicara. Ketika ada pertanyaan yang tidak dapat dijawab, bisa terjadi adu argumen. Dalam situasi seperti ini mudah untuk merasa panik dan tersulut emosi. Maka, situasi “sepanas” apa pun harus tetap dihadapi dengan tenang. Ketenangan dalam merespons akan memberi waktu berpikir sejenak dan merumuskan kalimat yang akan menjawab pertanyaan lawan bicara. Bersikap tenang pun memberi efek positif pada keberhasilan komunikasi persuasif.
Strategi terakhir adalah mudah bergaul dan bersosialisasi. Sikap supel, ramah, dan mudah berbaur akan membantu lebih dekat dengan lawan bicara. Komunikator yang mudah bergaul dan bersosialisasi cenderung cepat memperoleh kepercayaan lawan bicara sehingga mereka bersikap terbuka pada apa pun yang disampaikan. Dengan demikian, peluang terpengaruhi oleh apa yang disampaikan juga semakin besar.
Pada akhirnya, dampak dari komunikasi kepemimpinan yang baik adalah terdorongnya rasa saling percaya antara pihak pihak yang terlibat. Komunikasi yang dilakukan dengan keterbukaan, berasal dari hati, berlandaskan kepercayaan, akan mendorong semakin kuatnya rasa saling percaya sehingga seluruh pengikut menyadari peran dan posisinya dan mau serta dapat bekerja dengan baik. Komunikasi yang berjalan dua arah dapat memastikan seluruh pengikut diberdayakan sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing agar dapat lebih optimal dalam bekerja.
*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.