BANDA ACEH (RA) – Puluhan keluarga dari 58 napi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Banda Aceh, yang dipindahkan ke luar Aceh paska kerusuhan, mendatangi kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh, Kamis (8/3).
Mereka meminta penjelasan pada pihak Kanwil Aceh terkait pemindahan tersebut. Alasannya, pemindahan dilakukan tanpa diketahui pihak keluarga.
Untuk diketahui sebanyak 58 Narapidana itu dipindahkan ke Lapas Kelas I A, Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara (Sumut) pada 26 Januari 2018. Setelah dilakukan investigasi dalam Lapas napi tersebut terlibat dalam kasus kerusuhan dan pembakaran Lapas.
“Kami datang ke sini untuk meminta penjelasan pada pihak Kanwil, kenapa pemindahan tanpa sepengetahuan seluruh ahli keluarga. Kami setelah dua Minggu kemudian tahu, saat berkunjung ke Lapas Lambaro, itupun saat kami tahu, minta penjelasan kepihak Lapas mereka tidak ingin jumpai kami,” ujar Tajuddin Hamid, Koordinator Keluarga narapidana tersebut.
Ironisnya lagi, informasi yang mereka peroleh dari napi lainnya, termasuk anaknya saat dipindahkan tidak dibolehkan membawa apapun. Hanya bermodalkan celana dan baju. Bahkan mendapatkan penyiksaan.
“Kami jadi bertanya-tanya kemanakah anak kami dibawa, malahan sempat minta jumpai Kalapas tapi tidak mau jumpa,” ujarnya.
Tidak Ada di Tanjung Gusta
Ia juga mengaku, berdasarkan hasil kunjungan ke Lapas Tanjung Gusta Medan, tidak ada satu pun napi yang katanya dipindahkan ke sana, termasuk anaknya.
Berdasarkan pengakuan petugas Lapas setempat, bahwa napi yang awalnya dipindah ke sana, telah telah disebarkan ke sejumlah Lapas yang ada di Sumatera Utara.
“Setelah ke sana saya tidak menemukan anak saya. Tidak ada seorangpun napi asal Aceh berada di sana. Ternyata mereka telah dimasukkan ke berbagai Lapas yang ada di Medan. Kenapa bisa jadi seperti ini kasian keluarga,” tuturnya.
“Seharusnya diberitahukan terlebih dahulu jangan seperti ini, apa lagi keluarga kurang mampu,”sambung Nasruddin warga Sigli, Pidie yang juga ikut ke Kanwil Aceh.
Ia berharap agar anaknya bisa dapat dikembalikan ke Lapas Lambaro, ia mengaku anaknya tidak terlibat dalam kerusuhan tersebut namun juga ikut dipindahkan ke Medan.
“Berharap bisa dikembalikan agar memudahkan keluarga bisa mengunjungi.” katanya.
Senada juga dikatakan oleh Samaun (70) Warga Sabang, mengatakan anaknya juga dipindahkan ke Sumatera utara, saat ia mendengar langsung cerita dari anaknya pada saat dipindahkan dirinya merasa sedih, karena anaknya mendapat kekerasan.
“Saat tiba di sana, dia hubungi saya, lalu diceritakan pada saya, bahwa saat dipindahkan mereka hanya dengan mengunakan kolor, lalu saat perjalanan mereka ramai, kencing saja di atas muka kawannya, sedih saya mendengar cerita, kami sebagai orang tua mohon janganlah perlakukan anak kami bagaikan binatang,”ujarnya.
Namun disebutkannya, setiba di Lapas Medan anaknya sudah aman, walaupun kamarnya sempit tapi di sana sudah normal, yang jadi kendala kami tidak ada uang untuk ke sana.
“Tidak ada uang, kami sebagai petani, iya sudah kalau ingin jumpa hanya lewat komunikasi,”jelasnya. (ibi/mai)