JANTHO (RA) – Harga gabah saat panen di Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Aceh Besar, berkisar antara Rp 6.000 hingga Rp 6.200 per kilogram. Kondisi ini tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah dalam Keputusan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp 6.500 per kilogram.
Situasi yang merugikan petani ini mendapat perhatian khusus dari Bulog Aceh. Tim Bulog pun turun langsung ke lokasi panen di Kecamatan Simpang Tiga dan berkunjung ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) setempat untuk memantau kondisi serta menjelaskan mekanisme serapan gabah oleh Bulog kepada para penyuluh pertanian.
“Kami dari Bulog siap menyerap gabah petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Begitu panen, petani bisa langsung menghubungi kami melalui penyuluh pertanian setempat, dan kami akan mengirim tim untuk menjemput hasil panen langsung di lokasi,” ujar Mahlizar, perwakilan Bulog Aceh, di kantor BPP Simpang Tiga, Senin (10/2/2025).
Ia menambahkan bahwa langkah ini dilakukan untuk meringankan beban petani. “Kami datang langsung ke lokasi panen agar petani tidak perlu menanggung biaya pengangkutan. Pembayaran pun akan kami usahakan dilakukan langsung melalui transfer ke rekening petani,” jelasnya.
Kehadiran tim Bulog di lapangan memberikan kejelasan bagi petani terkait harga jual gabah mereka. Koordinator BPP Simpang Tiga, Khaidir, mengungkapkan bahwa selama ini petani menghadapi kendala dalam mendapatkan harga yang sesuai dengan HPP.
“Petani biasanya menjual gabahnya seharga Rp 6.000 kepada agen pengumpul, atau paling tinggi Rp 6.200. Namun, agen sering berdalih bahwa gabah masih basah atau kadar airnya tinggi, sehingga harga tidak bisa maksimal. Selain itu, petani juga membutuhkan uang tunai segera untuk membayar ongkos panen dan angkut, yang membuat mereka bergantung pada agen yang selalu ada di lokasi panen,” jelas Khaidir.
Rosmaini, seorang petani dari Gampong Ateuk Lampeuot, berharap agar hasil panennya dapat dibeli dengan harga Rp 6.500 per kilogram. “Saya tinggal sendiri, sementara anak-anak sudah berkeluarga dan ikut keluarga mereka. Sawah ini pun bukan milik saya, melainkan saya kelola. Semoga dengan harga yang lebih baik, saya bisa mendapatkan keuntungan di musim tanam ini. Musim lalu saya gagal panen karena kekeringan,” ungkapnya saat mengumpulkan hasil panen secara manual di sawahnya. (ra/drh)