class="post-template-default single single-post postid-133811 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Aster Kodam IM Cek Serapan Gabah di Aceh Utara  Aster Kasdam IM Tinjau Program Sergab di Wilayah Kodim 0111/Bireuen Perang Kembali Mengguncang Suriah usai Runtuhnya Rezim Assad, Situasi Makin Memanas? 16 Napi Lapas Kutancane yang Kabur Berhasil Ditangkap, Berawal dari Minta Bilik Asmara Tender Gedung MTQ Diduga Kangkangi Sejumlah Aturan, Termasuk Kesepakatan Bersama DPRK.

OPINI · 28 Feb 2025 06:45 WIB ·

Perempuan Sekolah, Untuk Apa??


 Perempuan Sekolah, Untuk Apa?? Perbesar

Oleh: Rahmi Maulidati MPd (DWP ISBI Aceh Bidang Pendidikan)

Di bumi Serambi Mekkah, Aceh, pendidikan telah menjadi elemen fundamental dalam membangun peradaban Islam yang gemilang.

Sejarah telah mencatat, bahwa Aceh adalah tempat di mana perempuan memainkan peran besar dalam pemerintahan, pendidikan, dan sosial. Sultanah Safiatuddin dan Cut Nyak Dhien adalah contoh nyata perempuan Aceh yang memiliki kecerdasan, keberanian, dan keteguhan yang menginspirasi. Namun, hingga saat ini, masih sering terdengar pertanyaan yang bernada skeptis: “Perempuan sekolah, untuk apa? Toh ujung-ujung urus rumah tangga.”

Pertanyaan ini lahir dari pemahaman yang kurang utuh tentang hakikat pendidikan dan peran perempuan dalam masyarakat. Perlu kita ketahui bahwa pendidikan perempuan bukan sekadar kebutuhan individu, melainkan investasi besar bagi keluarga, komunitas, dan negara. Dalam Islam sendiri, mencari ilmu diwajibkan bagi laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabda Rasulullah, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim”. Aceh, dengan nilai-nilai Islam yang kuat, hendaknya menjadi pelopor dalam memastikan bahwa pendidikan perempuan bukan sekedar hak, tetapi kewajiban yang harus dijamin oleh seluruh elemen masyarakat.

Saat ini, Aceh telah melewati berbagai dinamika sosial dan politik yang mempengaruhi perkembangan pendidikannya. Dalam konteks modern, perempuan Aceh menghadapi tantangan ganda: di satu sisi mereka dituntut untuk tetap memegang teguh nilai-nilai Islam dan budaya, di sisi lain mereka harus mampu bersaing di era globalisasi.

Kita menyadari, bahwa pendidikan perempuan bukan hanya tentang meningkatkan taraf hidup individu, tetapi juga membangun generasi yang lebih unggul. Perempuan adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya, dan dari tangan mereka lahir tunas-tunas muda yang akan menentukan arah masa depan bangsa. Seorang ibu yang cerdas akan mampu mendidik anak-anaknya dengan baik, menanamkan nilai-nilai keislaman, dan membentuk karakter yang kuat.

Selain itu, perempuan yang berpendidikan dapat berkontribusi dalam berbagai sektor. Mereka dapat menjadi pendidik, tenaga kesehatan, wirausahawan, atau pemimpin dalam masyarakat. Pendidikan tidak selalu harus berujung pada jabatan tinggi, tetapi lebih kepada bagaimana seorang perempuan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungannya.

Perlu diketahui bersama, meski Aceh dikenal sebagai wilayah yang menjunjung tinggi pendidikan Islam, masih terdapat berbagai tantangan yang menghambat perempuan dalam mengakses pendidikan. Beberapa tantangan yang masih dihadapi, pertama, norma sosial dan stereotip gender.

Di beberapa komunitas, masih ada anggapan bahwa pendidikan tinggi bagi perempuan tidak terlalu penting. Perempuan sering kali dianggap cukup dengan pendidikan dasar atau menengah sebelum akhirnya menikah dan mengurus rumah tangga.

Pandangan ini mengabaikan potensi besar yang dimiliki perempuan dalam membangun peradaban. Kedua, pernikahan dini, di Aceh pernikahan dini masih menjadi fenomena yang cukup mengkhawatirkan di beberapa daerah khususnya di pelosok-pelosok.

Anak perempuan yang menikah di usia muda sering kali harus mengorbankan pendidikannya. Padahal, semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin baik pula ia dalam mengelola rumah tangga dan membesarkan anak-anaknya. Tantangan ketiga adalah akses pendidikan yang tidak merata.

Di wilayah pedesaan dan terpencil, akses terhadap pendidikan masih menjadi tantangan. Jarak sekolah yang jauh, minimnya fasilitas, serta kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas menjadi kendala utama yang membuat banyak perempuan sulit melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Tantangan yang paling urgent adalah tekanan ekonomi. Faktor ekonomi juga berperan besar dalam menentukan apakah seorang perempuan dapat melanjutkan pendidikannya atau tidak. Banyak keluarga lebih memilih menyekolahkan anak laki-laki dalam skala prioritas karena dianggap lebih berpeluang untuk bekerja dan menopang keluarga.

Perlu menjadi perhatian bersama, bahwa investasi dalam pendidikan perempuan sangat menghasilkan efek jangka panjang yang luar biasa bagi kemajuan Aceh. Selaras dengan investasi tersebut, beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari meningkatnya angka pendidikan perempuan antaralain, terciptanya generasi yang lebih cerdas, berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya ekonomi keluarga, meningkatnya partisipasi Perempuan dalam Pembangunan daerah dan yang paling penting adalah berkurangnya angka pernikahan dini.

Menyadari pentingnya pendidikan perempuan bagi kemajuan Aceh, maka dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa setiap perempuan memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Pertama, pendidikan gratis dan wajib hingga tingkat menengah. Pemerintah Aceh harus memastikan bahwa semua anak perempuan dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA tanpa hambatan biaya. Program beasiswa dan bantuan pendidikan harus diperluas agar perempuan dari keluarga kurang mampu tetap dapat bersekolah.

Meski secara tampak, Pendidikan gratis dan beasiswa telah sangat menjamur, belum tampak implikasi atas langkah konkret ini. Dibutuhkan formulasi tambahan serta valuasi untuk memastikan Pendidikan era saat ini harus berbasis kompetensi atau karakter. Hal ini guna memastikan beasiswa dan Pendidikan gratis tepat sasaran dan tidak sia-sia.

Kedua, pembangunan infrastruktur sekolah di daerah terpencil harus menjadi prioritas.

Sekolah-sekolah di daerah terpencil perlu mendapatkan perhatian lebih dalam hal fasilitas dan tenaga pendidik. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap anak perempuan, baik di kota maupun di desa, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Ketiga, kampanye kesadaran tentang pentingnya pendidikan Perempuan harus menjadi perhatian. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa pendidikan perempuan bukan ancaman bagi nilai-nilai budaya dan agama, tetapi justru merupakan bagian dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan.

Keempat, pemberdayaan perempuan melalui program wirausaha. Selain pendidikan formal, pelatihan keterampilan dan wirausaha bagi perempuan juga harus ditingkatkan. Dengan memiliki keterampilan yang memadai, perempuan Aceh dapat lebih mandiri secara ekonomi dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pihak lain.

Kelima. mendorong partisipasi perempuan dalam kepemimpinan. Meskipun tidak semua perempuan harus menjadi pemimpin dalam pemerintahan, tetapi mereka harus diberikan ruang untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan. Perempuan yang memiliki wawasan luas akan mampu membawa perubahan positif dalam berbagai bidang.

Hingga saat ini, belum ada Perempuan yang menjadi icon perubahan dalam Pembangunan. Terpilihnya Walikota Banda Aceh beberapa waktu lalu, baru menjadi bukti beberapa persen dari yang sepantasnya Perempuan dapat berkarya. Tidak harus di Walikota, boleh dimana saja dan harus berilmu dan sekolah.

Dengan demikian, pertanyaan “Perempuan sekolah, untuk apa?” seharusnya sudah tidak relevan lagi dalam peradaban Aceh yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Pendidikan bagi perempuan bukan hanya hak, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh elemen masyarakat.

Seorang perempuan yang berpendidikan akan menjadi ibu yang cerdas, mencetak generasi unggul, serta berkontribusi bagi kemajuan daerahnya. Oleh karena itu, memastikan perempuan Aceh mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas adalah langkah strategis untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi Aceh dan Indonesia.

Jika kita ingin melihat Aceh kembali menjadi pusat peradaban Islam yang maju dan berpengaruh, maka pendidikan dan pendidikan perempuan harus menjadi prioritas. Karena perempuan cerdas adalah kunci bagi peradaban yang kuat dan bermartabat.

Artikel ini telah dibaca 65 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Semangat Ramadan: Cerminan Semangat Mengembangkan Perekonomian di Aceh

5 March 2025 - 09:43 WIB

Sholat dalam Perspektif Filosofis dan Teologis: Kewajiban atau Kebutuhan?

27 February 2025 - 15:27 WIB

Seni sebagai Ilmu Pengetahuan (Mengapa Perlu Kuliah Seni?)

17 February 2025 - 13:26 WIB

Seni untuk Hidup atau Hidup untuk Seni

10 February 2025 - 21:57 WIB

Masihkah Seni Dibutuhkan di Aceh?

2 February 2025 - 10:35 WIB

Seni Rupa Aceh dalam Hadih Maja: Menggali Relasi Seni Rupa dan Sastra Tradisional

27 January 2025 - 21:51 WIB

Trending di OPINI