Harianrakyataceh.com – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang rancangan perubahan Qanun Aceh nomor 12 tahun 2016, di aula Cakradonya Kota Langsa, Selasa (9/3).
Rapat dihadiri Asisten I Setda Provinsi Aceh, Kepala Kesbang Aceh, Anggota Komisi I DPRA, KIP Aceh, Bawaslu Aceh, Bupati/Walikota se Aceh, Ketua DPRK se Aceh, KIP dan Bawalu kab/kota serta unsur lainnya.
Ketua Komisi I DPRA, Muhammad Yunus menyebut, RDPU ini bertujuan menyelaraskan masukan dari berbagai pihak dalam rangka perubahan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tentang Pilkada.
“Tujuan RDPU ini memenuhi ketentuan BAB VI Pasal 22 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang tatacara pembentukan qanun,” ujarnya.
M Yunus menyebutkan, dalam konteks Aceh, berdasarkan Pasal 65 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah di Aceh dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 tahun sekali.
Pelaksanaan pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, serta Walikota Dan Wakil Walikota di Aceh juga diatur secara khusus. Dalam pasal 65 sampai dengan pasal 74 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006.
Khususnya mengenai mekanisme penyelenggaraannya diatur dalam Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota.
Tambah dia, perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya terkait Pilkada mengalami perkembangan yang dinamis, seiring dengan arah perkembangan sosial politik.
“Sehingga Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 perlu dilakukannya penyempurnaan dan harmonisasi, terhadap substansi kekinian yang diatur pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi hirarkinya,” urai Ketua Komisi I DPRA ini.
Sementara, Wakil Walikota Langsa, Dr Marzuki Hamid MM, dalam sambutannya mengatakan, perubahan Qanun Pilkada menjadi suatu yang penting agar pemilihan gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota dan bupati/wakil bupati bisa berlangsung secara demokratis dan sesuai UU Pemerintah Aceh.
“Pilkada Aceh diatur dalam UUPA sebagai undang-undang lex spesialis, sehingga perubahan Qanun Pilkada bersifat sangat urgensi,” kata Marzuki. (put)