class="post-template-default single single-post postid-58156 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Aster Kasdam IM Tinjau Program Sergab di Wilayah Kodim 0111/Bireuen Perang Kembali Mengguncang Suriah usai Runtuhnya Rezim Assad, Situasi Makin Memanas? 16 Napi Lapas Kutancane yang Kabur Berhasil Ditangkap, Berawal dari Minta Bilik Asmara Tender Gedung MTQ Diduga Kangkangi Sejumlah Aturan, Termasuk Kesepakatan Bersama DPRK. 9 Hal yang Bisa Membatalkan Puasa Ramadhan Menurut Buya Yahya

DAERAH · 20 Nov 2021 09:20 WIB ·

Penetapan UMP 2022 Dampak Kejam UU Cipta Kerja


 Demo aliansi buruh di Kantor Gubernur Aceh kemarin (18/11) menuntut kenaikan upah dan batalkan UU Cipta Karya. (al amin/rakyat aceh) Perbesar

Demo aliansi buruh di Kantor Gubernur Aceh kemarin (18/11) menuntut kenaikan upah dan batalkan UU Cipta Karya. (al amin/rakyat aceh)

JAKARTA (RA) – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyebut penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 dengan rata-rata nasional hanya naik 1,09 persen adalah dampak ‘kejam’ penetapan UU Cipta Kerja.

Formulasi perhitungan UMP 2022 sudah menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja. Hasilnya secara rata-rata nasional, kenaikan UMP sama sekali tidak signifikan.

“Ini dampak kejam penerapan UU Cipta Kerja dengan turunan aturan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pakar ketenagakerjaan menyebut ini kenaikan terendah dalam sejarah republik ini. PKS sedari awal keras menolak UU Cipta Kerja. Ini berdampak kepada semua pekerja di semua sektor,” ujar Mufida kepada wartawan, Jumat (19/11).

Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebut tahun 2021 sudah tidak ada peningkapan UMP. Sementara tahun 2022 secara rata-rata kenaikan sangat kecil. Selain itu PP Nomor 36 Tahun 2021 juga mengatur batas atas dan batas bawah penerapan UMP.

“Dengan formulasi ini setidaknya sudah ada beberapa provinsi yang tidak bisa naik UMP-nya karena sudah melebihi batas atas. Sementara di sisi lain batas bawah tidak boleh lebih rendah dari UMP sebelumnya yang pada 2021 diputuskan tidak ada kenaikan dengan alasan pandemi. Bisa jadi banyak daerah yang pada akhirnya tidak naik UMPnya, kalaupun naik tidak akan jauh dari rata-rata nasional yang satu persen itu,” katanya.

Mufida menyebut kenaikan yang kecil ini adalah ekses formulasi perhitungan UMP yang tidak lagi memasukkan unsur Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana aturan sebelumnya di PP 78/2015 tentang Pengupahan.

“Sementara di PP 36/2021 turunan Cipta Kerja hanya fokus mempertimbangkan variabel di luar kebutuhan pekerja seperti kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah,” paparnya.
Mufida menyebut saat ini keputusan ada di tangan gubernur. Ia meminta gubernur mendengarkan suara pekerja dan bisa memberikan keputusan yang terbaik.

“Bola di tangan para gubernur, kita harapkan dengan aspirasi yang disampaikan pekerja dan proyeksi kenaikan yang dihitung pemerintah pusat bisa menemukan jalan tengah. UMP adalah salah satu modal untuk konsumsi yang menjadi variabel utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya. (jpg/ra)

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Ratusan Pengguna Jalan Dapat Takjil Gratis Dari Polres Abdya

12 March 2025 - 22:48 WIB

Pejabat Tak Disiplin, Wali Kota Sayuti Ancam Copot Jabatannya

11 March 2025 - 12:31 WIB

DMI Aceh Salurkan Bantuan Perlengkapan Kebersihan Masjid Melalui DMI Aceh Besar dI Masjid Lanud SIM

9 March 2025 - 18:23 WIB

Ketua Pembina Yayasan SCN : Lembaga Non Profit Punya Peran Penting Atasi Kemiskinan

9 March 2025 - 17:28 WIB

Pidie Jaya Gandeng Mahasiswa, Bagikan 400 Paket Takjil di Trienggadeng

7 March 2025 - 13:49 WIB

Pernah Mundur, dr Ismuha Ditunjuk Plt Direktur RSUTP Abdya

6 March 2025 - 22:31 WIB

Trending di DAERAH