RAKYAT ACEH | LHOKSUKON – Akses jalan menuju Buket Hagu, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, sepanjang 8 kilometer mengalami rusak parah dan berlumpur. Padahal, jalan itu merupakan jalur transportasi utama yang digunakan oleh ribuan warga dari 10 gampong. Seperti Gampong Ule Tanoh, Ule Gunong, Arongan, Lhok Seuntang, Teupin Keubeu, Seuneubok Dalam, Mata U, Mata ie, Blang Rubek dan Buket Hagu.
Masyarakat menggunakan jalan tersebut selain untuk akses ke pusat kecamatan juga sebagai jalur transportasi mengangkut hasil panen.
Selain itu jalan tersebut juga saban hari dilalui oleh armada penganggkut sampah milik Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten (DLHK) Aceh Utara.
Kondisi terkini jalan tersebut berlumpur dan lubang besar seperti ibarat kubangan kerbau yang sangat membahayakan bagypengguna jalan.Bahkan akses ke Buket Hagu hampir lumpuh, jika masyarakat Buket Hagu memaksa menerobos jalan akan sangat rawan tergelincir dan jatuh.
“Kita sangat berharap ruas jalan tersebut diperbaiki segera dengan Anggaran 2023, jika tidak memungkin lagi pada pembahasan kali ini, mohon dianggarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten Perubahan (APBK),”pinta Geuchik Teupin Keubeu, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Rajis Fadli, dalam keterangannya kepada Rakyat Aceh, Selasa (20/12).
Rajis menyampaikan, jika jalan yang digunakan oleh Pemerintah untuk mengangkut sampah se Aceh Utara tidak diprioritaskan, lantas bagaimana dengan jalan jalan lain yang tidak digunakan oleh pemerintah.
Untuk diketahui bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Aceh Utara berada di Gampong Teupin Keubeu, Kecamatan Lhoksukon.
Rajis menuturkan bahwa pagi hari ini sejumlah truk pengangkut sampah tergelicir dan bak sampah terbalik sehingga sampah berhamburan di jalan.
“Sangat kita sayangkan, padahal saban hari DLHK menggunakan jalan tersebut, mengapa mereka tidak bermusyarah sesama pemangku kebijakan untuk memprioritaskan jalan tersebut”, imbuh Rajis.
Ia juga menambahkan, jika jalan tersebut dibuat dengan talangan para tokoh disana bisa bisa saja, namun dengan kondisi jalan yang sudah demikian parah tersebut tidak memungkinkan lagi dengan dana talangan.
“Kalau urunan tangan dalam bentuk gotong royong (meuripe-bahasa aceh) seberapalah dananya, itu cuma cukup untuk beberapa lubang, paling tahan cuma seminggu, paling lama sebulan”, pungkas rajis. (arm/ra)