Rakyat Aceh – Sejumlah komunitas, LSM dan pegiat Anti rokok di Kota Banda Aceh berkumpul di Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah Aceh, Minggu (24/11).
Sejumlah LSM dan pegiat rokok tersebut mendeklarasikan diri sebagai aliansi pengendali kebijakan anti tembakau dan rokok di Kota Banda Aceh.
MTCC UNMUHA Alma Aletta mengatakan Kegiatan ini terdorong dari anggapan masih rendahnya implementasi poin- poin penting dalam Qanun KTR di Kota Banda Aceh. Walaupun langkah- langkah preventif dan kuratif telah dilakukan, kualitas penegakan Qanun KTR masih dianggap rendah.
Ia menilai bukan tanpa alasan yang kuat,
pelanggaran masih dengan mudah diamati, misalnya saja masih masifnya aktifitas merokok di wilayah KTR dan masifnya iklan/promosi/sposorship rokok di Kota Banda Aceh. Selain itu, wilayah perkantoran pemerintah juga belumsepenuhnya terbebas dari asap rokok.
“Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen dan kerjasama beberapa komunitas, LSM anti rokok seperti The Aceh Institute, Center for Innovative Government and Society Studies (CIGSS), Center for Tobaco Control Studies (CTCS), dan MTCC Universitas Muhammadiyah Aceh. “sebutnya.
Selain itu, deklarasi tersebut juga turut hadir juga perwakilan dari Aneuk Aceh Anti Rokok (A3R) dan Community Nursing Care (CnC).
Sementara itu, LSM The Aceh Institute Heru mengatakan, Pada tahun ini, The Aceh Institute mendapat kepercayaan dari International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) untuk menjalankan program penguatan kebijakan pengendalian rokok di Kota Banda Aceh dengan tema Driving Tobacco Control in Creating Healthy City.
Kegiatan itu, sebutnya, bertujuan memberikan pendampingan kepada pemerintah Kota Banda Aceh untuk melakukan penguatan kebijakan pengendalian tembakau dan rokok guna menciptkan kota yang lebih sehat.
Sebelum melakukan deklarasi, pertemuan ini diawali dengan FGD evaluasi implementasi Qanun KTR Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Hasil diskusi menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, masifnya iklan, promosi, dan sponsorship rokok menyebabkan masih tingginya perokok remaja di Kota Banda Aceh.
“Hasil penelitian peneliti CIGSS dan dosen dari Ilmu Komunikasi Unsyiah tahun 2018 menunjukkan bahwa 41 persen siswa SMU di Kota Banda Aceh adalah perokok atau paling tidak pernah merokok dengan usia pertama kali merokok umumnya pada usia 14 tahun (365 sampel acak dari 17 SMU/sederajat Kota Banda Aceh). Kedua, masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam pengawasan kebijakan KTR.” Ungkapnya.
Ia berharapa agar Pemerintah harus menyediakan saluran pengaduan yang memungkinkan masyarakat umum melaporkan setiap pelanggaran KTR.
Ketiga, Walikota harus mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif yang lebih nyata dalam pengendalian kebijakan
terkait tembakau dan rokok di Kota Banda Aceh, misalnya pelarangan secara total iklan, promosi, dan sponshorsip rokok di Kota Banda Aceh.
“Penguatan kebijakan pengendalian tembakau dan rokok di Banda Aceh
sebenarnya sesuai dangan semangat dan arah pembangunan Kota Banda
Aceh. Kota Banda Aceh saat ini sedang berusaha untuk menjadi salah satu
Kota Layak Anak secara sempurna. “harapanya. (amr)