Harianrakyataceh.com – Tim sepakbola Aceh hari ini akan berhadapan dengan tuan rumah, Papua pada laga grand final cabang olahraga (cabor) sepakbola putra, PON XX Papua 2021. Pertandingan puncak ini bertajuk Duel Nusantara, Timur versus Barat Indonesia, yang dihelat di Stadion Mandala, pukul 14:30 WIB atau sama dengan 16:30 WIT, Kamis (14/10).
Keberhasilan melaju ke partai puncak kali ini, merupakan capaian prestasi tersendiri. Anak asuh Fakhri Husaini, menyamai capaian pendahulunya pada tahun 1993 di PON Jakarta. Kala itu, Aceh yang diarsiteki Parlin Siagian takluk dari Irian Jaya (Papua) dengan skor 6-3.
Memori 28 tahun lalu masih membekas dalam ingatan publik sepakbola Aceh. Hasil kurang sempurna tersebut menjadi bara dendam, yang coba dituntaskan generasi Alvin, Yasvani, Fayrushi cs. Hanya saja, misi tersebut tak akan berlangsung mudah, sebab Papua bermain di rumah sendiri dengan dukungan suporter.
Tim pelatih Aceh yang ber-asisten-kan Azhar, Mukhlis Rasyid dan Amiruddin melihat, faktor mental menjadi kunci yang akan menentukan hasil akhir. Anak asuhnya harus siap dengan teror tuan rumah, termasuk kemungkinan terjadinya hal non teknis. Kejadian ini, sempat terjadi di semifinal. Saat itu, wasit asal Yogjakarta, menghadiahkan pinalti kepada tuan rumah. Beruntung, sepakan bintang Papua, Ricky Ricardo Cawor digagalkan kiper Aceh, Zul Azhar yang tampil gemilang.
Di luar soal itu, sesungguhnya Aceh punya modal untuk menang. Sebab kedua tim sudah bertemu di babak 6 besar. Meskipun Aceh kalah, harus diakui gol Papua lahir sarat keberuntungan. Gideon Balinsa yang bermaksud melepaskan crossing, tetapi mengenai kaki pemain Aceh, Muzakir dan bola berubah arah.
Tidak terjebak irama permainan lawan, tampil disiplin, merupakan modal bagi Aceh. Hal ini sudah diperagakan di bapak 6 besar, dan mampu membuat Papua frustasi. Bagi Fakhri Husaini, Papua masih menjadi salah satu yang terkuat, dan bukan lawan yang gampang ditaklukkan, ia memuji dan respek terhadap tuan rumah.
“Papua salah satu tim favorit. Mereka bukan hanya memiliki pemain berkualitas, mereka juga punya pelatih hebat juga. Ditambah dukungan penonton yang luar biasa. (Tapi) buat kami gak masalah,” kata Fakhri Husaini, Rabu (13/10).
Meskipun di atas kertas tuan rumah lebih diunggulkan, tapi Aceh tak gentar. Selama bola masih bundar, segala kemungkinan masih bisa terjadi. Bagi Aceh, misi merengkuh emas tidaklah main-main. Ada motivasi lebih. Pertama, selama mengikuti ajang PON, belum sekalipun Aceh meraih emas di sepakbola. Kedua, bonus 1 Miliar sudah menanti.
“Ini final, partai puncak. Kami sama juga seperti Papua, Aceh juga ingin membawa pulang medali emas,” tegas eks Pelatih Timnas Indonesia itu.
Sejujurnya, untuk merealisasikan mimpi tersebut, secara psikologis Aceh lebih beruntung. Tim yang bersama Fakhri Husaini telah berlatih sejak bulan Februari itu, sudah memenuhi target yang dibebankan KONI Aceh dan Asprov PSSI Aceh. Dimana M Rizky Yusuf, Muzakir, Akhirul Wadhan diharapkan bisa melaju ke partai grand final.
Target tersebut telah dipenuhi, setelah di babak semifinal mengandaskan tim kuat Jawa Timur, dengan skor 2-1 di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Selasa (12/10). Di pertandingan terakhir PON XX Papua nanti, menjadi panggung bersejarah bagi penggawa Aceh untuk melampaui sejarah pendahulunya.
Sementara itu, tuan rumah berambisi merebut mendali emas di cabor sepakbola. Bagi Arody Uopdana, Jefron Sitawa dkk emas di sepakbola serasa juara umum. Bukan rahasia lagi, bila Papua yang bertindak sebagai tuan rumah PON XX kemungkinan besar tidak bisa menjadi juara umum. Sebab terpaut cukup jauh dengan pimpinan peroleh medali sementara. Karena itu, emas di sepakbola menjadi harga mati.
Pelatih Papua, Eduard Ivakdalam mengajak Aceh untuk sama-sama tampil menyerang. Ajakan tersebut sekaligus tantangan untuk Aceh. Menurut pelatih yang kerap disapa Edu itu, suguhan pertandingan menyerang cukup penting, untuk menghibur masyarakat yang datang menyaksikan langsung.
“Di pertandingan final besok (hari ini) ayo Aceh juga harus keluar menyerang. Kita sama-sama tunjukkan walaupun dalam kondisi capek, siapa yang terbaik di partai final,” ujar Eduard Ivakdalam.
Apa yang disampaikan Edu sesungguhnya berkaca dari gaya Aceh bermain di babak 6 besar, yang menerapkan strategi bertahan. Ia memastikan, anak asuhnya akan tetap bermain menyerang, pressure sejak di depan.
“Saya sudah tunjukkan permainan (Papua) dari awal kita harus main pressure di atas,” jelas Eduard. Karena kemarin waktu kita lawan Aceh, Aceh banyak defend itu. Jujur aja Aceh banyak defend itu,” jelas legenda Persipura ini.
Patut ditunggu bagaimana pertarungan penting lagi bersejarah tersebut berlangsung. Pola bertahan Aceh, sembari memanfaatkan serangan balik, belakangan ini cukup efektif. Menyulitkan tuan rumah di pertemuan sebelumnya, sekaligus mematikan top skor sementara PON XX, Ricky Cawor. Aceh juga menang atas Jawa Timur dengan strategi yang sama. (icm)