RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mengingatkan PT Lhoong Setia Mining (PT LSM) agar tidak mengabaikan reklamasi lahan pasca operasi, sebelum melanjutkan eksploitasi kembali. Mengingat ini merupakan kewajiban perusahaan agar memperbaiki kembali lahan yang sudah rusak tersebut.
Selain itu, WALHI Aceh juga meminta pemerintah Aceh untuk mengevaluasi izin PT Lhoong Setia Mining yang beroperasi di Kecamatan Lhoong Aceh Besar. Mengingat ada sejumlah persoalan yang belum diselesaikan oleh perusahaan bijih besi tersebut.
“Kami minta PT LSM berhenti dulu beroperasi sampai kewajiban lingkungan dipenuhi, seperti reklamasi lahan maupun kewajiban lainnya,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Salihin, Senin (28/11/2022).
Om Sol, sapaan akrab Ahmad Salihin mengungkapkan, pasca peralihan kepemilikan PT LSM pada pemilik baru, informasi diperoleh dari sejumlah nelayan di Desa Jantang dalam beberapa pertemuan, meminta jaminan kepada manajemen perusahaan agar ada jaminan tidak memperparah kerusakan lingkungan seperti yang terjadi sebelumnya.
Hingga sekarang, lanjutnya, belum ada titik temu permintaan jaminan tertulis tidak merusak lingkungan dari perusahaan tersebut. Akan tetapi pihak perusahaan baru sebatas jaminan secara lisan yang diperoleh, sementara nelayan meminta secara tertulis, karena berkaca dari pengalaman sebelumnya tidak ada jaminan.
Permintaan nelayan ada kesepakatan secara tertulis agar tidak merusak lingkungan bukan tanpa alasan. Berdasarkan hasil observasi ke lapangan, WALHI Aceh menemukan fakta lapangan terdapat sejumlah persoalan pasca eksploitasi tahap pertama. Salah satunya sungai Krueng Sob sudah dangkal dan biodiversity yang ada di sungai tersebut sudah hilang.
Sungai Krueng Sob hulunya melintasi langsung dari lokasi penambangan bijih besi tersebut dangkal akibat lumpur bekas eksploitasi menumpuk di hilir yang muaranya langsung ke laut, berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi operasi tambang bijih besi tersebut.
Sebelum beroperasi perusahaan PT LSM tersebut sejak 2006 lalu, sungai tersebut banyak terdapat Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan nelayan yang bernilai ekonomi. Seperti ikan, kepiting, cue dan sejumlah biodiversity lainnya.
Selain itu, kata Om Sol, berdasarkan foto udara yang WALHI Aceh peroleh lubang bekas tambang sebelumnya masih terbuka lebar, belum ada upaya dari pihak perusahaan untuk melakukan reklamasi.
“Tidak ada alasan bagi perusahaan mangkir, termasuk kerusakan lainnya seperti sungai Krueng Sob,” tegasnya.
WALHI Aceh sudah mengingatkan PT LSM dan pihak pemerintah sejak 2016 lalu agar pihak perusahaan harus segera melakukan reklamasi pasca tambang. Tetapi hingga sekarang, berdasarkan foto udara yang diperoleh WALHI Aceh, lubang bekas tambang masih belum diperbaiki.
Sementara, lanjutnya lagi, pemilik PT LSM yang baru hendak melanjutkan eksploitasinya. Tentu ini tidak boleh terjadi, mengingat kewajiban sebelumnya belum diselesaikan. Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta PT LSM agar memenuhi kewajiban terlebih dahulu, baru kemudian melanjutkannya.
“Termasuk memenuhi tuntutan nelayan agar membuat perjanjian hitam di atas putih, bahwa saat beroperasi nanti tidak memperparah kerusakan lingkungan sebagaimana yang sudah terjadi sebelumnya,” tegasnya.
Selain itu, sebutnya, pemerintah Aceh juga harus tegas untuk menghentikan terlebih dahulu operasional PT LSM, sampai kewajibannya dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga nantinya tidak ada pihak yang dirugikan dan menjadi pelajaran bagi perusahaan tambang lainnya agar tidak mangkir dari kewajibannya. (ra)