Oleh: Harri Santoso.,S.Psi.,M.Ed
1 Mei diperingati masyarakat Internasional sebagai Hari buruh se-dunia dan 2 Mei bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pendidikan diperingati sebagai hari pendidikan nasional. 2 entitas hari yang berbeda, satu peringatan di dunia Industri satunya lagi didalam dunia pendidikan.
Didalam tulisan singkat dan sederhana ini, penulis mencoba mencari benang merah atau mencoba menghubung-hubungkan atau lebih sederhananya lagi cocokologi diantara 2 hari bersejarah ini.
Namun dengan senatiasa berharap bahwa pembaca dapat mengambil pembelajaran dari tulisan sederhana ini.
Hari buruh internasional adalah sebuah hari yang diperingati dalam rangka menuntut hak-hak para pekerja khususnya disektor Industri dan swasta, diawali dari sejarah dunia pada awal abad 19 di Amerika Serikat ketika para buruh menuntut kesejahteraan bagi mereka yaitu mendapatkan upah yang layak, jam kerja yang manusiawi, tunjangan kerja lain yang dapat mendukung produktivitas mereka sebagai pekerja. Selanjutnya di tanah air, Hari Buruh yang akrab disebut dengan mayday sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah diresmikan sebagai hari libur nasional dan menjadi ajang bagi para pekerja di Indonesia untuk menyampaikan keluh kesahnya kepada masyarakat dan pemerintah, Sementara itu, 2 Mei adalah hari pendidikan nasional yang bertepatan dengan hari lahir pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara, Bapak pendiri pendidikan Indonesia yang terkenal dengan semboyan Tut Wuri Handayani-nya.
Hari Buruh se-dunia adalah sebuah kesempatan bagi kaum buruh untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja untuk dapat hidup layak sebagai seorang pekerja dan manusia.
Sementara itu, hari pendidikan adalah hari dimana masyarakat Indonesia menyatakan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa Indonesia. dan didalam unsur kesuksesan pendidikan adalah peran guru sebagai pendidik dan pengajar bagi para murid-muridnya. Disinilah benang merah antara Hari Buruh se-dunia dengan hari pendidikan nasional yaitu bahwa para pendidik adalah salah satu komponen berhasil tidaknya dunia pendidikan Indonesia. Pendidik didalam segala jenjang pendidikannya baik guru, dosen dsb, bagi penulis pendidik juga buruh didunia kerja mungkin hanya istilahnya saja yang berbeda namun ianya memiliki hak dan kewajiban yang sama ditempat mereka bekerja. Para pendidik memiliki tanggung jawab bagaimana mendidik putra-putri bangsa agar dapat bersaing didunia masa depan.
Mereka dituntut dengan target-target yang dari hari ke hari semakin menantang dan bahkan “menggila”. Namun sayangnya tuntutan tanggung jawab yang diberikan perusahaan tempat mereka bekerja dalam hal ini disebut sekolah, lembaga pendidikan dan pemerintah tidak sejalan dengan hak yang mereka terima.
Terutama bagi pendidik yang bekerja di sekolah swasta, pendidik dengan status bukan pns dikampus-kampus besar, pendidik dikampus-kampus swasta, dosen luar biasa, kesejahteraan masih jauh panggang dari api bagi mereka. Tanggung jawab sebagai guru dan dosen sama seperti yang telah disebutkan oleh Undang-Undang sistem pendidikan nasional namun hak mereka sebagai guru dan dosen masih tersekat-sekat dengan alasan lembaga tidak mampu membayar gaji mereka dengan layak, jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan yang sering diabaikan, rendahnya dukungan untuk melanjutkan pendidikan hingga ketiadaan tunjangan lain disebabkan status mereka. Tak jarang kita mendengarkan bagaimana para buruh pendidikan ini bekerja puluhan tahun dengan gaji dan kesejahteraan dibawah rata-rata masyarakat pada umumnya.
Sayangnya, jika rekan-rekan buruh disebuah perusahaan mampu dan memiliki tempat untuk mengajukan perbaikan kesejahteraan salah satunya lewat hari buruh, para pendidik ini tidak memiliki wadah dan tempat untuk sekedar menyampaikan keluhan mereka, jika mereka menuntut perbaikan kesejahteraan maka akan ada istilah yang menyebutkan jangan mencari kesejahteraan di dunia pendidikan, jika ingin kaya jangan jadi pendidik, padahal jika kita merujuk ke beberapa negara, kesejahteraan para kaum intelektual ini sangat diperhatikan, sehingga tidak jarang kita mendapati bahwa guru dan dosen sangat susah dijumpai disekolah atau kampus karena mereka mencari kesejahteraan atau hanya untuk sekedar mempertahankan hidup diluar tempat mereka bekerja.
Bagi penulis, jika pemerintah ingin memperbaiki kualitas manusia Indonesia lewat pendidikan, jangan hanya memperbaiki dan merubah kurikulum namun juga memberikan perhatian terhadap kesejahtreaan hidup para pendidik, bukan membuat mereka kaya raya, hidup mewah bergelimpangan harta cukup hidup yang layak sebagai seorang manusia yang hidup dizamannya. Jangan hanya ingin mengejar status unggul namun tidak mau mengeluarkan “modal”untuk hal tersebut bak kata pepatah Aceh, Kuah Beuleumak U beek teuplah, Kampus dan sekolah ingin unggul tapi sekolah dan universitas tidak mengeluarkan apapun untuk meraihnya.
Mendukung pendidik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi jangan hanya memberikan “secarik rekomendasi” saja namun juga membantu secara maksimal proses pendidikan mereka.
Kampus jangan hanya menerima bersih sumber daya yang telah menyelesaikan studi doktornya namun juga harus mendukung secara maksimal dalam perjuangan mereka meraih gelar akademiknya, karena sesungguhnya ini juga bahagian dari memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia.
Akhirnya penulis ingin menutup dengan benang merah hari buruh international dan hari pendidikan sesungguhnya adalah penghargaan terhadap sumber daya manusia Indonesia dimanapun mereka berada baik dibidang ekonomi, sosial, pendidikan dsb. Pemberian hak yang layak akan membuat mereka menjadi insan yang produktif dan inovatif dalam rangka menuju Indonesia emas dikemudian hari.
Selamat Hari Buruh dan Hari Pendidikan Nasional 2023. (ra)
Harri Santoso.,S.Psi.,M.Ed adalah Dosen di Fakultas Psikologi UIN Ar-raniry dan Kepala Pustaka Baitul Hikmah Gampong Lamteumen Timur, Banda Aceh.