Di Aceh, berbekal sejumlah keistimewaan, pelaksanaan tahapan pemilu berbeda dengan daerah lain. Di Aceh, para calon pejabat diuji kemampuan baca alquran.
Kita disini tidak sedang membahas sisi politik, namun kaji ulang sejarah peradaban islam dan kekhususan Aceh.
Hal ini mengingatkan kita pada mihnah alquran atau fitnah alquran makhluk pada masa dinasti kekhalifahan, dulu pejabat dan para aparatur negara serta tokoh ulama diuji tentang keyakinan mereka tentang alquran. Dan perkara itu menuai protes dari mayoritas ulama.
Di Aceh, juga terjadi pro dan kontra soal urgensitas uji kemampuan membaca alquran sebagai pra syarat sejumlah jabatan publik.
Ada pro dan kontra, ada juga tidak memberi tanggapan. Bahkan ada yang semi pro, mereka berpendapat bukan hanya baca yang diuji, juga kemampuan memahami pesan alquran, menolak halus tidak perlu baca secara harfiah.
Sebenarnya seputaran alquran bukan perkara baru dalam sejarah peradaban islam, sudah sejak zaman kekhalifahan terjadi sampai zaman post modern sekarang, bahkan dulu lebih ngeri sampai pada pembunuhan jika berseberangan.
Perdebatan Masa Klasik
Pada abad ke-2 H atau ke-8 M pada masa Daulah Umayyah, perdebatan tentang status al-Qur’an, muncul perkara fitnah ini dari Ja’ad bin Dirham menyatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk, bukan kalam Allah. pemikiran ini membuatnya dianggap menyeleweng dan berbahaya, akhirnya dihukum pancung oleh khalifah.
Namun yang namanya ideologi memang tidak akan punah, walaupun orangnya sudah dipancung, Pemikiran Ja’ad diteruskan oleh muridnya yang bernama Jahm bin Safwan, bernasib sama dihukum pancung.
Ideologi Alquran makhluk kembali muncul dan besar ketika dapat yang sefrekwensi dari pemangku kekuasaan, walaupun sudah berganti dinasti, dari Umayyah ke Abbasiyah, namun dimasa Al-Ma’mun beserta dua saudara penerusnya, Al-Mu’tasim dan Al-Mutawakkil berpaham mu’tazilah suatu aliran kalam bercorak terlalu menuhankan rasio.
Sejumlah ulama yang jadi korban mihnah alquran (ujian keyakinan tentang alquran) Ulama yang dikenal berada di garda depan dalam fitnah ini ada empat yaitu Imam Ahmad bin Hanbal , dipenjara. Kedua, Muhammad bin Nuh bin Maimun yang wafat ketika perjalanan dibawa ke penjara.
Ketiga, Nu’aim bin Hammad Al-Khuza’i yang wafat di penjara . Keempat, Imam As-Syafi’i lepas dari cengkraman al- Makmun karena pandai mengunakan kecerdasannya, memberikan jawaban bermakna ganda sehingga Sang Imam selamat dari siksaan. Kelima, Imam Al-Buwaithi, murid utama Imam As-Syafi’i, selamat karena para pengawal istana mendengar kuat argumentnya takut Khalifah berpengaruh, akhirnya dilarang bertemu dan selamat.
Masa Kontemporer
Nasr Hamid Abu Zayd diantara pemikir asal Mesir yang terpapar ajaran neomuktazilah, perkembangan filsafat pos-modern, Pemikirannya yang paling kontroversial adalah pernyataannya mengenai al-Qur’an sebagai produk budaya (muntaj tsaqafi) atau datang dari makhluk, ada ulama berpendapat dia murtad tersebab pendapat ini.
Berakhirnya dengan semu Karena pondasinya rapuh
Pendapat yang menyatakan alquran adalah makhluk, dipatahkan oleh mayoritas ulama, bahkan akhirnya paham ini jadi bahan lelucon ilmiah, pepatah orang Arab mengatakan “Perkara terburuk adalah sesuatu yang mengundang tawa”
Kisah pertama, Suatu kali seseorang datang menemui Khalifah al-Watsiq. Ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, semoga Baginda bersabar dengan kepergian Alquran.”
“Hati-hati kalau bicara, memangnya Alquran mati?” tanya Khalifah.
“Wahai Amirul Mukminin, setiap makhluk pasti mati, mau baca apalagi kaum muslimin, wahai Khalifah. karena yang akan dibacanya sudah mati tersebab ia makhluk”
Kisah Kedua, Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi atau lebih dikenal dengan Imam Al-Buwaithi, berkata untuk pelemahan paham alquran makhluk ;
“Allah ciptakan makhluknya dengan berfirman ‘KUN’ maka terjadilah, seandainya firman ‘KUN’ ini makhluk, berarti Sang Khaliq menciptakan makhluk yang akan menciptakan makhluk lagi.”
Kesimpulan, Ibrah kisah, beberapa pelajaran dari kisah panjang tentang mihnah atau ujian keyakinan alquran;
• Sesuatu yang rapuh, akan hancur karena pondasinya lemah.
• Pentingnya kekuasaan untuk menyebarkan paham dan keyakinan.
• Setiap daerah dan masa ada ulama yang menjaga kemurnian islam.
• Jangan pernah mempermainkan alquran karena Allah yang menurunkan dan DIA pula yang menjaganya.
Penulis adalah Ketum DPP ISAD Aceh dan Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee