class="post-template-default single single-post postid-101758 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
BKN Pangkas Anggaran BBM Hingga Daya Listrik Penembakan Massal di Sekolah Orebro Swedia Tewaskan 10 Orang 13 Toko dan 11 Unit Rumah di Bandar Baru Terbakar ISBI Aceh dan Pemkab Aceh Timur Sepakat Kolaborasi Pendidikan Seni Budaya Bersama MK Tolak Gugatan Pilkada Lhokseumawe, Saatnya Bersatu Untuk Kota Lhokseumawe

OPINI · 18 Oct 2023 16:51 WIB ·

Komunikasi Dalam Kepemimpinan Antara Jembatan Keberhasilan Atau Jurang Kegagalan


 Linda Armiana Perbesar

Linda Armiana

Oleh Linda Armiana*

PELAKSANAAN kepemimpinan pada dasarnya membutuhkan banyak faktor seperti kemampuan managerial, gaya kepemimpinan, ketajaman visi, kemampuan mengkoordinasikan dan menggerakkan, kecepatan mengambil keputusan serta kemampuan berkomunikasi baik secara internal maupun secara eksternal. Dalam kaitan ini; penulis  akan menyoroti aspek komunikasi sebagai salah satu unsur terpenting bagi keberhasilan seorang pemimpin di dalam menggerakan partisipasi pengikut/bawahannya. 

Komunikasi merupakan sisi penting dalam membangun relasi harmoni disemua lini kehidupan manusia, termasuk dalam organisasi/lembaga. Komunikasi yang efektif  terkait erat dengan kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan yang efektif tidak akan bisa terwujud apabila pemimpin tidak mengkomunikasikan visi, misi, sasaran dan lain sebagainya yang perlu diketahui seluruh pengikutnya. Seorang pemimpin perlu menjadi komunikator yang terampil dan menguasai kemampuan keterampilan efektif karena mereka akan berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi.

Pada dasarnya kemampuan berkomunikasi dalam perspektif  kepemimpinan dan partisipasi pengikut dimaksudkan sebagai upaya yang sadar, terarah dan terencana dalam menyampaikan pesan-pesan dan di ketahui secara jelas oleh pengikut sehingga mereka dapat mengambil bagian sesuai dengan kemampuan dan situasi dimana peran serta dapat di lakukan. Agar pesan sampai dengan baik, diperlukan komunikasi yang baik pula guna terciptanya suatu pemahaman yang selaras/tidak terjadinya kesalahpahaman. Komunikasi yang baik akan menghasilkan efek serta dampak yang baik pula.

Sementara komunikasi yang buruk akan menghasilkan miskomunikasi, misinformasi dan berujung pada konflik. Masalahnya, tetap saja komunikasi masih sering menjadi momok. Sering kita mendengar konflik terjadi karena kemacetan komunikasi.

Komunikasi merupakan bentuk apa saja dari interaksi manusia, baik berupa kata-kata, senyuman, anggukan kepala yang membesarkan hati, sikap badan yang kaku atau bahkan sebuah ungkapan minat, yang berakibat diterimanya arti, sikap, atau perasaan yang sama. Pertanyaannya adalah, apakah sesuatu yang kita sampaikan  diterima oleh  orang lain ? Dalam komunikasi, arti dan pengertian sangat tergantung pada pikiran orang yang menerimanya. Jika si pengirim dalam hal ini pemimpin mempunyai saringan atau membuat batasan, maka si penerima dalam hal ini adalah pengikut, akan mengeluarkan sisi manusiawinya berupa pembelaan diri, keagresifan dan tidak adanya kepercayaan  yang akan dapat menghalangi komunikasi. Lagipula para penerima bukanlah  coklat cair yang dapat dicetak menurut selera para pengirim.

Para penerima akan sangat aktif dalam proses tersebut, mereka dengan teliti mendengarkan beberapa bagian pesan tetapi mungkin tidak terlalu tertarik pada beberapa bagian yang lain. Bahkan mungkin ada beberapa pertanyaan yang tidak terucapkan, seperti apa pentingnya bagi saya? bagaimana pengaruhnya terhadap saya? seberapa sungguh-sungguh komunikasi ini harus saya hadapi?  Untuk itu perlu komunikasi dengan sudut pandang si penerima.  Kata-kata peringatan yang menimbulkan perasaan yang negatif dapat mendorong si penerima menolak seluruh pesan. Akhirnya apapun yang diterima, diterima sesuai dengan keadaan pikiran orang yang menerimanya.

Sementara itu, tanpa umpan balik dari penerimanya, pemimpin tidak dapat yakin bahwa pesannya telah sampai seperti yang dimaksudkannya. Seumpama bertanya pada diri sendiri, apakah mereka berpikir seperti saya berpikir?  Daur komunikasi sudah lengkap jika pengikut mengerti, merasa atau berbuat sesuai dengan sasaran  yang di maksud seorang pemimpin.

Dalam proses komunikasi seperti ini membutuhkan pemahaman dan pengertian yang memungkinkan pengikut dengan mudah dapat mengerti dan memahami arti terdalam dari pesan-pesan yang disampaikan pemimpinnya untuk mempengaruhi dan menggerakan pengikut untuk mengambil bagian dalam kegiatan.

Komunikasi adalah jembatan untuk saling memahami. Untuk menciptakan komunikasi yang baik, kita perlu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik,  baru setelah itu  kita mulai menciptakan ikatan emosional antar kedua belah pihak. Prinsip tentang “berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti” dari Stephen R. Covey  adalah kunci untuk komunikasi antarpribadi yang efektif. Komunikasi yang berdampak positif akan menjadi  jembatan  namun bila yang terjadi sebaliknya, justru akan membuat adanya jurang antara pemimpin dan pengikutnya. Sebelum hal itu terjadi, dalam komunikasi diperlukan kejelasan, kelengkapan, keringkasan yang padat isi, keterusterangan dan kesopanan.

Kualitas komunikasi antara pengikut dengan pemimpin adalah fungsi dari hubungan antar personal antara kedua belah pihak dan terkait pula dengan bagaimana hubungan antar personal tersebut dapat memenuhi ekspektasi pengikut. Sebagaimana seorang pemimpin menguatkan pengaruhnya di tengah para pengikutnya, proses berlangsungnya komunikasi sebaiknya menjadi proses yang dapat dinikmati semua pihak dan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Hal ini karena proses komunikasi juga dimaksudkan sebagai sarana untuk saling berinteraksi dan membina hubungan.

Agar setiap pengikut dapat dipastikan mengerjakan tugasnya dengan baik, maka sang pemimpin harus memiliki dan menggunakan gaya komunikasi kepemimpinan yang tepat.

Komunikasi yang sederhana dan persuasif akan memberi penyadaran secara lebih mudah dan akan lebih cepat mendapatkan respons. Sesuai namanya, fungsi persuasif bersifat membujuk atau menyakinkan secara halus.

Alih-alih memerintah secara langsung, pemimpin dapat lebih memilih memanfaatkan komunikasi persuasif untuk membujuk pengikutnya melakukan sesuatu. Cara  persuasif dinilai memudahkan pemimpin untuk mengatur pengikutnya. Pasalnya, pekerjaan yang dilakukan sukarela akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dan  lantaran sifat memerintah secara halus maka pemimpin akan lebih dihargai para anggotanya.

Komunikasi persuasif mengacu pada proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang lain yang dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi persuasif yang efektif merupakan cara penyampaian pesan yang menyadarkan pengikut bahwa ia punya pilihan dan mendorongnya untuk setuju atas sesuatu hal.

Dalam konteks organisasi, persuasif  hadir dalam upaya penjualan gagasan kepada orang lain, memberi saran, hingga mengumpulkan dukungan dengan menggunakan  kata-kata yang bersifat membujuk atau mengajak, disertai bukti atau fakta kuat untuk mempengaruhi, tidak memaksakan pendapat guna menghindari konflik dan memanfaatkan kata-kata yang membuat pengikut tertarik, antusias, hingga terprovokasi.  Untuk membangun keterampilan komunikasi  persuasif, seorang komunikator dalam hal ini seorang pemimpin  harus mengunakan beberapa strategi.

Strategi pertama dalam komunikasi persuasif adalah mengenali perilaku lawan bicara . Jika komunikator telah mengetahui dan memahami perilaku orang yang akan di ajak berkomunikasi, tentu akan lebih leluasa berbicara  termasuk memilih cara penyampaian yang tepat sehingga membujuk untuk melakukan hal positif pun lebih mudah.

Strategi kedua merupakan hal yang paling mendasar  yaitu membangun rasa percaya diri. Percaya diri tampak dari bagaimana cara komunikator berbicara dengan lawan bicara. Ketika terlihat percaya diri, tumbuh keyakinan dari lawan bicara sehingga mereka mau memperhatikan dan mendengarkan apa yang disampaikan. Dengan begitu, lebih mudah  untuk membujuk dan mempengaruhi sikap serta tindakan lawan bicara.

 Strategi ketiga adalah menunjukkan selera humor. Komunikator andal biasanya mempunyai selera  humor tinggi. Saat bersikap humoris, komunikator dapat lebih mudah mendekatkan diri pada lawan bicara. Bahkan bisa mengajak atau membujuk lawan bicara melalui lelucon atau candaan yang sebetulnya menyiratkan upaya persuasi. Begitu  tertarik,  mereka juga lebih bersikap terbuka dan cenderung mudah menyetujui sesuatu.

Terampil berkomunikasi menjadi strategi keempat yang dapat dilakukan. Seseorang yang terampil berkomunikasi tentu lebih memikat lawan bicara. Pesan yang disampaikan secara persuasif akan lebih mengena dan tepat sasaran ketika disampaikan oleh komunikator yang pandai membawa diri. Gaya bicara penuh percaya diri biasanya mudah mempengaruhi lawan bicara untuk sepakat dan mau melakukan hal positif.

Strategi kelima adalah  mempunyai wawasan luas. Berwawasan luas menjadi ciri komunikator yang mampu mempengaruhi orang lain. Tidak hanya terkait materi pembicaraan saja, tetapi juga berbagai obrolan santai yang bisa menjadi topik selingan.  

Menguasai materi menjadi pilihan sebagai strategi keenam. Sebagai komunikator,  seorang pemimpin  pasti tidak ingin terlihat biasa-biasa saja atau malah tidak tahu apa-apa di hadapan pengikut.  Menguasai materi jadi langkah penting yang harus di  lakukan supaya terlihat kompeten dalam menyampaikan pesan persuasi.  

Strategi ketujuh adalah membiasakan diri bersikap tenang. Komunikator dituntut untuk mampu menjawab pertanyaan yang dilemparkan lawan bicara. Ketika ada pertanyaan yang tidak dapat dijawab, bisa terjadi adu argumen. Dalam situasi seperti ini mudah  untuk merasa panik dan tersulut emosi. Maka, situasi “sepanas” apa pun harus tetap dihadapi dengan tenang. Ketenangan dalam merespons akan memberi waktu  berpikir sejenak dan merumuskan kalimat yang akan menjawab pertanyaan lawan bicara. Bersikap tenang pun memberi efek positif pada keberhasilan komunikasi persuasif.

Strategi terakhir adalah mudah bergaul dan bersosialisasi. Sikap supel, ramah, dan mudah berbaur akan membantu lebih dekat dengan lawan bicara. Komunikator yang mudah bergaul dan bersosialisasi cenderung cepat memperoleh kepercayaan lawan bicara sehingga mereka bersikap terbuka pada apa pun yang disampaikan. Dengan demikian, peluang terpengaruhi oleh apa yang disampaikan juga semakin besar.

Pada akhirnya, dampak  dari komunikasi kepemimpinan yang baik adalah terdorongnya rasa saling percaya antara pihak pihak yang terlibat.  Komunikasi yang dilakukan dengan keterbukaan, berasal dari hati, berlandaskan kepercayaan, akan mendorong semakin kuatnya rasa saling percaya sehingga seluruh pengikut  menyadari peran dan posisinya dan mau serta dapat bekerja dengan baik. Komunikasi yang berjalan dua arah dapat memastikan seluruh pengikut diberdayakan sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing agar dapat lebih optimal dalam bekerja.

­­­­­*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Artikel ini telah dibaca 96 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Masihkah Seni Dibutuhkan di Aceh?

2 February 2025 - 10:35 WIB

Seni Rupa Aceh dalam Hadih Maja: Menggali Relasi Seni Rupa dan Sastra Tradisional

27 January 2025 - 21:51 WIB

Menanti Kedatangan Simbol Kebudayaan RI; Fadli Zon, di ISBI Aceh

8 January 2025 - 07:55 WIB

Refleksi 20 Tahun Pasca Tsunami: Menata Kembali Seni dan Budaya yang Hilang

5 January 2025 - 06:26 WIB

Revisi Konsep Kemiskinan dalam Ekonomi Islam

27 December 2024 - 14:57 WIB

Menata ISBI Aceh 2025 Menuju Institusi Pendidikan Seni Berstandar Internasional

27 December 2024 - 06:30 WIB

Trending di OPINI