Laporan : Idris Bendung – Lhokseumawe
PASIR pantai Ulee Madon, Krueng Mane, Kecamatan Muara Batu, saksi bisu tibanya 249 pengungsi Rohingya, Kamis, 16 November 2023, sore. Tetesan air mata anak-anak kelaparan jatuh di pasir. Doa sang ibu mengadahkan tangan kepada Ilahi, mengharapkan belas kasihan dan perlindungan, pupus semua.
Hanya selang waktu 5 jam, terjadi tolak tarik ‘drama’ pendaratan ratusan etnis manusia perahu. Lihat saja pukul 16.15 WIB, pendaratan pertama di pantai Ulee Madon.
Kaki-kaki mungil balita baru saja menginjakkan tanah. Haus dan lapar belum terobati. Namun, mereka ditolak dan harus naik ke perahu kembali.
Entah aba-aba siapa, pukul 18.05 WIB, ramai–ramai mereka kembali memecahkan ombak kecil sambil membawa barang bekal bawaan turun ke pantai. Basah kuyup dan isak tangis anak-anak kembali membahana.
Sedangkan di tepi pantai ribuan masyarakat menyaksikan langkah lunglai dan rona kepedihan pengungsi Rohingya ini.
Setiba di pantai, beberapa warga mengambil inisiatif memberikan roti kering dan air mineral sebagai pelepas dahaga pengungsi.
Tidak ada tikar. Hanya pasir pantai sebagai alas duduk. Ya, ada pula yang berbaring diatas pasir karena sakit dan kelelahan. Sayangnya, menjelang pukul 21.25 WIB, mereka pun ditolak untuk tetap berada di Ulee Madon.
Dengan langkah terhuyung dan suara isak tangis, lagi satu persatu naik ke perahu kayu dimalam yang gelap mengarungi laut selat Malaka.
Hargai Tamu
Masyarakat Aceh, diketahui sangat menghargai tamunya. Konon lagi sesama kaum muslim yang perlu pertolongan. Namun, kini apa yang terjadi. Takutkah tersandung hukum?
Seperti kasus seorang warga menolong pengungsi Rohingya di Kecamatan Bayu, Aceh Utara, beberapa tahun lalu. Atau sudah terjadikah pergeseran budaya saling tolong menolong?
Penolakan atas pengungsi Rohingya terjadi di Aceh, kurun waktu hanya 48 jam. Tentunya setelah gelombang pengungsi Rohingya mendarat di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bireuen.
Kamis sore, pantai Ulee Madon, jadi sasaran. Setelah 249 etnis Rohingya ditolak mendarat di pantai Jangka, Bireuen.
Pendaratan kali ini di pantai Ulee Madon atau sekitar 28 km arah barat Kota Lhokseumawe, mendapat nasib serupa.
Hanya sebentar mereka menikmati daratan. Kemudian, harus meninggalkan wilayah paling barat Kabupaten Aceh Utara itu.
Kedatangan awal pengungsi Rohingya, Selasa pagi, 14 November 2023 di Laweung Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.
Sebuah kapal kayu mengangkut sekitar 200 orang. Dan, kini ditempatkan pada penampungan sementara di Yayasan Mina Raya Gampong Leun Tanjung, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.
Selang 12 jam kemudian, 15 November 2023, Rabu sore pukul 17.25 WIB ada 147 imigran Rohingya kembali mendarat di pesisir Pantai Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie.
Sayangnya, imigran gelombang ketiga setiba di Pantai Gampong Pulo Pinieng, Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis 16 November 2023, ditolak warga.
Kapal kayu sepanjang 30 meter dilarang mendarat. Kendati bibir pantai hanya hitungan meter saja lagi.
“Warga tidak mau ratusan etnis rohingya turun ke darat. Masyarakat beramai-ramai menolak dan menarik perahu mereka menggunakan dua boat kecil ke laut lagi,” ujar Camat Jangka, Alfian.
Penolakan mendarat, dibalas dengan perjalanan kembali dan sejumlah bantuan masyarakat untuk imigran ini sudah dibuang ke laut.
“Secara kemanusiaan, masyarakat sudah membantu dengan mengantarkan ratusan makanan dan minuman serta sembako ke etnis rohingya dalam perahu. Bahkan, warga juga melakukan patungan atau ‘meuripe-ripe’ untuk membelikan nasi bungkus kepada seluruh rohingya,” sebut Camat Alfian.
Sebelumnya, Faisal, selaku perwakilan UNHCR yang membidangi Associate Field Security Officer itu, mengutif Manzur Alam salah seorang pengungsi mengaku bahwa dirinya dan ratusan rohingya yang terdampar di Jangka tidak ada arah tujuan, hanya saja ingin meminta perlindungan.
Kamis sore, pukul 16.15 WIB, pantai Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, jadi lokasi pendaratan. Disini pun, penolakan terjadi.
Seperti halnya di Bireuen, perangkat Desa Ulee Madon bersama masyaratnya juga menolak kehadiran imigran Rohingya di kampung mereka.
Hanya saja, atas dasar kemanusiaan untuk sementara mereka diterima di bibir pantai untuk diberikan makanan, minuman, baju layak pakai. Kemudian, harus meninggalkan pantai Ulee Madon. Tentunya, setelah perangkat desa dan masyarakat sepakat menolak kehadiran manusia perahu.
Langit gelap, deru ombak pantai Ulee Madon, mengiringi 249 etnis Rohingya meninggalkan Aceh Utara, mengarungi laut Selat Malaka.
Kontras: Sangat Disayangkan
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Kamis 16 November 2023, menyayangkan penolakan pengungsi yang membutuhkan perlindungan.
Kontras mengulas para pengungsi yang tiba di perairan kawasan Jangka, Bireuen, sebenarnya telah sempat mendarat di pantai.
Warga sekitar juga dikabarkan telah membantu para pengungsi dengan memberikannya makanan dan minuman sekadarnya. Namun sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal.
“Ketika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan, ini sangat kita sayangkan,” ujar Azharul Husna, kepada Rakyat Aceh.
Menyikapi ratusan imigran Rohingya yang tiba di Aceh dalam beberapa hari terakhir, Kontras Aceh mendesak pemerintah, agar memberikan pertolongan dengan mendaratkan para pengungsi yang berada dalam kondisi memprihantinkan.
Di sisi lain, Kontras Aceh juga telah berulang kali menyampaikan tidak adanya mekanisme komprehensif yang seharusnya bisa dilakukan oleh pemerintah hingga di tingkat pusat terhadap penanganan pengungsi yang tiba di Aceh.
Perpres 125/2016 telah menyatakan secara tegas, tepatnya di Pasal 2, bahwa Pemerintah Pusat bekerja sama dengan lembaga tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui organisasi internasional yang menangani pengungsi. (bai)