class="post-template-default single single-post postid-115280 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
BKN Pangkas Anggaran BBM Hingga Daya Listrik Penembakan Massal di Sekolah Orebro Swedia Tewaskan 10 Orang 13 Toko dan 11 Unit Rumah di Bandar Baru Terbakar ISBI Aceh dan Pemkab Aceh Timur Sepakat Kolaborasi Pendidikan Seni Budaya Bersama MK Tolak Gugatan Pilkada Lhokseumawe, Saatnya Bersatu Untuk Kota Lhokseumawe

OPINI · 29 May 2024 16:47 WIB ·

Pembelajaran Bermakna : Memahami Tahapan Belajar Matematika


 Mirza Aulia Perbesar

Mirza Aulia

Oleh : Mirza Aulia, Mahasiswa Magister Pendidikan Matematika UPI Bandung

TUNTUTLAH ILMU dari ayunan hingga liang lahat. Sebuah pepatah yang mempunyai makna bahwa kita harus terus belajar dan berkembang seolah-olah kita memiliki waktu yang tidak terbatas untuk belajar. Pepatah ini menekankan pentingnya pembelajaran seumur hidup, yang berarti kita selalu belajar hal-hal baru. Karena manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, memiliki akal dan pikiran yang kompleks. Dengan kemampuan ini, kita dapat memproses, berpikir, dan membuat informasi bermanfaat dalam berbagai aspek kehidupan.

Salah seorang psikologi kognitif terkenal, Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.

Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, melihat fenomena-fenomena kejadian di lingkungannya berada. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.

Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan. Kemudian menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan merupakan proses saringan dan analisis, dimana pengetahuan yang baru didapat kemudian dianalisis, apakah relevan dengan pengetahuan sebelumnya, sebelum akhirnya pengetahuan yang baru diseleksi untuk menjadi kesimpulan akhir. Ke tiga proses kognitif ini terjadi dalam belajar hal apapun, termasuk belajar matematika.

Matematika merupakan sebuah pengetahuan yang harus dipelajari oleh semua siswa maupun semua kalangan. Kehidupan sehari-hari memiliki banyak hubungan dengan matematika. Matematika tidak hanya tentang angka dan rumus, namun juga tentang cara kita berpikir dan memahami dunia. Meningkatkan kemampuan berpikir logis adalah salah satu aspek paling penting dari matematika.

Matematika mengajarkan kita untuk menganalisis masalah, membuat hipotesis, dan menarik kesimpulan berdasarkan data. Kemampuan ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membuat keputusan penting dan memecahkan masalah.

Misalnya, kita menggunakan matematika untuk menghitung biaya total dan diskon saat berbelanja. Kita juga menggunakan matematika saat merencanakan perjalanan untuk menghitung jarak dan waktu tempuh.

Proses belajar matematika merupakan proses mempelajari konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika itu sendiri. Dalam belajar matematika, kita diharapakan dapat menemukan keteraturan dengan mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan yang sudah kita miliki secara intuitif.

Pengetahuan-pengetahuan yang sudah tersimpan dalam memori digunakan kembali ketika mempelajari konsep baru, sehingga pembelajaran matematika yang akan dipelajari menjadi pembelajaran yang bermakna. Hal ini sesuai dengan struktur matematika itu sendiri, berhubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya.

Oleh karena itu, agar pembelajaran matematika dapat menjadi pelajaran bermakna bagi kita serta dapat mengembangkan keterampilan intelektual kita terhadap matematika, maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran/struktur kognitif.

Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan, yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.

Tahapan yang pertama adalah model enaktif, yakni kita secara langsung terlibat ke dalam situasi nyata, memperhatikan benda-benda konkret yang ada di dunia nyata. Pada tahap ini, kita terjun langsung ke lapangan melihat bagaimana dunia bekerja, melihat benda-benda konkret secara langsung.

Model ikonik merupakan tahap yang ke dua, pada tahap ini, kita sudah bisa membayangkan benda-benda konret melalui imajinasi dan bayangan yang ada di memori kita, sebab pada tahap ikonik, kita sudah mendapatkan gambaran bagaimana benda-benda konkret itu ada, bentuknya, serta pengalaman melihat secara langsung yang didapat pada tahap enaktif, sehingga benda-benda tersebut sudah terekam dan terbayang oleh kita.

Model simbolik merupakan tahapan yang ke tiga, pada tahap ini kita mengembangkan kemampuan untuk menggunakan bahasa dan simbol abstrak untuk memahami dan menjelaskan dunia di sekitarnya. Masalah-masalah yang didapat pada tahap enaktif dan ikonik diformulasikan dengan simbol-simbol dan notasi matematika, sehingga pada tahap ini berbagai konteks permasalahan yang ada dalam konteks nyata diselesaikan dengan konsep matematika.

Dalam mengenal sebuah konsep matematika, seseorang harus berpikir secara mendalam dan komprehensif tentang mengapa konsep itu ada, bagaimana konsep itu terbentuk serta kemana dan bagaimana konsep itu digunakan. Sebagai contoh, bagaimana menghitung volume suatu benda jika benda tersebut berbentuk kubus.

Pertama, apa itu volume? Volume merupakan ukuran yang ditempati oleh suatu objek dalam dimensi tiga. Dengan demikian, volume kubus merupakan ukuran yang ditempati oleh suatu objek dalam kubus.

Selanjutnya, bagaimana cara menghitung volume sebuah benda berbentuk kubus? Dalam proses ini, kita tentu sudah mengenal rubik sebagai contoh benda nyata dari tahap enaktif, yaitu pernah melihat rubik secara langsung, karena pernah melihat rubik secara langsung dan terekam di dalam memori, kita bisa membayangkan bentuk rubik itu sendiri; yang merupakan kumpulan-kumpulan kubus satuan yang membentuk kubus yang besar, proses ini merupakan bagian dari tahap ikonik.

Misalkan rubik itu mempunyai 4 buah satuan kubus memanjang, 4 buah kubus satuan ke belakang dan 4 buah satuan kubus secara vertikal. Sekarang ada berapa kubus satuan semua? Tentu saja sebanyak 4 x 4 x 4 = 64 kubus satuan. Pada tahap simbolik, banyak kubus satuan secara memanjang dimisalkan dengan p buah, banyak kubus satuan memanjang ke belakang dimisalkan dengan l buah, dan banyak kubus satuan secara vertikal dimisalkan dengan t buah, sehingga diperoleh untuk menghitung volume kubus adalah V = p x l x t. Dikarenakan kubus mempunyai sisi yang sama panjang, sehingga “p”, “l”, dan “t” disimbolkan dengan “s” = sisi, sehingga volume kubus adalah V = s x s x s = s3.

Ilustrasi di atas merupakan bagaimana proses enaktif, ikonik, dan simbolik bekerja dalam menemukan sebuah konsep matematika, sehingga pembelajaran matematika bukan berdasarkan hasil akhirnya saja, namun melewati tahapan-tahapan mendalam, terstruktur sebelum sampai pada konsep akhirnya.

Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, proses belajar matematika itu harus menimbulkan rasa penasaran mendalam tentang mengapa konsep itu ada, bagaimana konsep itu terbentuk dan kemana dan bagaimana konsep itu digunakan. Sehingga menurut Bruner, proses pembelajaran matematika supaya menjadi pembelajaran yang bermakna dan mampu mengontruksikan pengetahuan yang sudah ada adalah dengan proses pembelajaran berbasis penemuan, atau dengan kata lain discovery learning.

Proses belajar penemuan sangat menitikberatkan bahwa proses belajar lebih penting daripada hasilnya.

Sebuah konsep matematika muncul karena adanya masalah yang membutuhkan penyelesaian. Masalah-masalah ini bisa berasal dari berbagai bidang kehidupan, baik itu ilmu pengetahuan, teknik, ekonomi, atau bahkan fenomena alam. Dari masalah tersebut, dicari solusinya melalui proses berpikir yang kritis dan analitis.

Solusi yang ditemukan sering kali diungkapkan melalui penggunaan simbol-simbol dan rumus-rumus matematis yang kompleks. Dengan cara inilah, konsep-konsep matematika baru terbentuk dan berkembang.

Konsep-konsep matematika yang dipelajari di sekolah merupakan buah pikiran dari ilmuwan-ilmuwan terdahulu, yang bekerja keras untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah tersebut. Ilmuwan matematika mengembangkan teori, rumus, dan metode yang kemudian menjadi dasar dari ilmu matematika yang kita kenal sekarang.

Para ilmuwan terdahulu bekerja dengan tekun dan penuh dedikasi, melakukan observasi, eksperimen, dan analisis mendalam untuk menemukan pola dan hubungan di dalam fenomena yang mereka pelajari.

Mereka sering kali menghadapi tantangan dan hambatan, tetapi melalui ketekunan dan rasa ingin tahu yang besar, mereka berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kompleks.
Sebagai seorang pembelajar, sepatutnya kita juga memposisikan diri seolah-olah kita juga sebagai seorang ilmuwan yang sedang mencoba menemukan sebuah konsep matematika yang baru, walaupun konsep itu sebenarnya sudah ada, bukan yang sama sekali baru, namun posisi diri kita mencoba mencari tau bagaimana alur konsep itu terbentuk.

Nah, proses inilah yang sangat penting dan diperhatikan dalam mempelajari matematika; proses alur pengerjaan yang terstruktur sehingga sampai pada sebuah konsep yang baru, bukan hanya melihat hasil akhir saja dan tinggal menggunakannya.

Dengan demikian, proses pembelajaran matematika yang berbasis penemuan atau discovery learning memungkinkan kita untuk meniru cara kerja para ilmuwan terdahulu, mengembangkan pemahaman yang lebih dalam, dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. (akh)

Artikel ini telah dibaca 122 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Masihkah Seni Dibutuhkan di Aceh?

2 February 2025 - 10:35 WIB

Seni Rupa Aceh dalam Hadih Maja: Menggali Relasi Seni Rupa dan Sastra Tradisional

27 January 2025 - 21:51 WIB

Menanti Kedatangan Simbol Kebudayaan RI; Fadli Zon, di ISBI Aceh

8 January 2025 - 07:55 WIB

Refleksi 20 Tahun Pasca Tsunami: Menata Kembali Seni dan Budaya yang Hilang

5 January 2025 - 06:26 WIB

Revisi Konsep Kemiskinan dalam Ekonomi Islam

27 December 2024 - 14:57 WIB

Menata ISBI Aceh 2025 Menuju Institusi Pendidikan Seni Berstandar Internasional

27 December 2024 - 06:30 WIB

Trending di OPINI