Oleh : Tgk. Arika Amalia,S.Pd*
HARI Raya Idul Adha merupakan hari yang dinanti-nantikan oleh mayoritas umat Islam di seluruh penjuru dunia yang jatuh pada 10-13 Zulhijjah 1445 H bertepatan pada hari Senin 17 juni 2024 M, hanya menjelang beberapa minggu lagi. Idul Adha merupakan renungan paripurna tentang makna cinta dan pengorbanan.
Idu Adha memiliki nama yang khusus yang sering disebut dengan hari Raya kurban, dimana umat Islam dianjurkan pada hari tersebut untuk melaksanakan shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban bagi yang sudah mampu melaksanakannya.
Dilihat dari histori, Idul Adha memiliki makna sejarah yang sangat besar dimana cinta dan pengorbanan menjadi taruhan, dilema kehidupan yang harus dipecahkan. Dibalik perintah berkurban ada cermin sejarah yang harus kita kenang dan kita jadikan pengalaman kehidupan. yaitu bagaimana sosok Nabi Ibrahim As ketika menerima perintah Allah Swt untuk berkurban, Nabi Ibrahim As rela mengorbankan satu-satunya putra yang sangat dicintainya yaitu Nabi Ismail As, walaupun saat penyembelihan berlangsung Allah Swt menggantikan kurbannya dengan seekor kambing, setelah semua skenario itu selesai, kita bisa melihat bagaimana kesabaran, dan ketaatan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam.
Lantas ketika kita melihat kepada sejarah, bagaimana cara kita memaknai Hari Raya Kurban ,? Cara memaknai Hari Raya Kurban adalah dengan cara mengaplikasikan jejak histori kehidupan Nabi Ibrahim As dengan cara melaksanakan perintah Kurban sebagai mana Firman Allah Swt yang artinya:
“Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (Q.S. al-Kautsar: 2).
Kurban hukumnya Sunnah muakkat (Sunnat yang dikuatkan) Rasulullah Saw selalu melaksanakan Kurban Karena diantara ibadah yang paling dianjurkan untuk dilaksanakan di Hari Raya Idul Adha adalah berkurban sebagaimana Hadist Nabi Saw yang Artinya: “Aisyah menuturkan dari Rasulullah Shallallâhu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan.
Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat Al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Dari redaksi hadits diatas bisa kita pahami bahwa kurban akan datang pada hari kiamat menjemput pemiliknya, dengan hiasan bentuk yang berbeda.
Diantara hikmah kurban adalah sebagai alternatif untuk “Taqarrub” upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dimensi lain kurban adalah sebagai bentuk ibadah sosial, maka dengan berkurban kita telah menampakkan jiwa sosial, kita telah berpartisipasi besar dalam membangun solidaritas Umat Islam di hari penuh kebahagiaan.
Daging-daging kurban akan disalurkan kepada para mustahiknya artinya orang yang berhak mendapatkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Syari’at. Maka kontekstualisasi ibadah kurban sangatlah penting kemaslahatan dari kurban sendiri nampak di dunia dan di akhirat. Bagi kita yang sudah memiliki kemampuan marilah berkurban untuk mewarnai Idul Adha yang akan datang.
Jangan sia-siakan kesempatan utuk berbuat baik, karena bagi Orang yang sudah mampu, namun tidak melaksanakannya maka sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw berikut ini :
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf).
Sejarah membuktikan banyak makna dibalik Idul Adha bukan hanya kurban saja, banyak pelajaran yang harus kita aplikasikan, mulai dari sejarah hidup Nabi Ibrahim As yang bisa menjadi motivasi besar bagi kita dalam menghadapi setiap cobaan dan tantangan dalam menjalani kehidupan.
Dimensi lain ada dua Warisan penting Nabi Ibrahim As yang harus kita implementasikan dalam kehidupan sebagai pedoman hidup di akhir zaman.
Pertama warisan tauhid. Nabi Inbrahim As tegas dalam menolak setiap pekerjaan yang menentang ketauhidan, seperti disaat Nabi Ibrahim As menantang Raja Namrud sehingga Nabi Ibrahim As dihukumi dengan dilempar kedalam api yang membara, namun dengan keteguhan Nabi Ibrahim As berpegang teguh pada prinsip ketauhidan Allah Menolong Nabi Ibrahim As dengan mendinginkan suhu api yang panas (membatalkan hukum asal api yang panas) sebagaimana diceritakan dalam firman Allah QS Al-Anbiya’(21):69, “Jadilah engkau wahai api, dingin, dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Warisan yang ke dua adalah Islam, dimana Nabi Ibrahim As tunduk kepada kebenaran, atau sebagai manifestasi dari sikap teguh, dalam mempertahankan aqidah.
Inilah alasan Idul Adha juga dinamakan dengan Idul “Kubra” atau Hari Raya besar. Karena Histori Idul Adha mengajarkan arti penting dalam kehidupan dengan konsep iman, tawakal, dan berlapang dada menerima setiap ketentuan.
*Penulis adalah :
-Anggota DPW ISAD Aceh Barat
-Ketua umum Forum Santri Aceh Barat (FOSBAR)
-Staf Lajnah Bahatsul Masael LBM MUDI