BANDA ACEH – Pengamat sosial, politik dan pembangunan dari Universitas Abulyatama (Unaya), Dr. Usman Lamreung, MSi menyarankan agar Pemerintah Aceh, khususnya Penjabat (Pj) Gubernur untuk menunggu gubernur definitif sebelum melanjutkan proses seleksi calon Kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Aceh, melalui Panitia Seleksi Calon Kepala BPMA telah membuka proses seleksi terbuka untuk mengisi posisi Kepala BPMA. Pendaftaran berlangsung dari tanggal 21 hingga 29 November 2024. Saat ini, tahapan seleksi sedang berlangsung, dimulai dari seleksi administrasi hingga ke tahap-tahap berikutnya.
Menurutnya, agar mampu menarik minat perusahaan migas internasional untuk berinvestasi, proses seleksi Kepala BPMA seharusnya dilakukan secara transparan dan memilih kandidat yang benar-benar berkualitas serta berpengalaman di bidang migas. Namun, percepatan seleksi ini tanpa menunggu dilantiknya gubernur definitif memunculkan sejumlah pertanyaan. Mengapa seleksi ini terkesan terburu-buru?
“Sebagai rakyat, kami merasa wajar untuk mencurigai percepatan seleksi ini. Jangan sampai Kepala BPMA yang terpilih nantinya tidak memiliki pemahaman dan pengalaman di bidang migas, sehingga mengulang kinerja buruk BPMA selama lima tahun terakhir. Hal ini hanya akan memperburuk kondisi pengelolaan migas di Aceh di masa mendatang,” ujar Dr Usman Lamreung, Selasa (2/12/2024).
Dirinya mempertanyakan, bukankah selama menunggu gubernur definitif, posisi Kepala BPMA bisa diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt)? Kecurigaan kemudian muncul bahwa proses seleksi ini hanya formalitas semata dengan kandidat yang sudah ditentukan sebelumnya. ” Jika hal ini benar, maka proses tersebut tidak transparan dan hanya memenuhi syarat administratif,” ungkapnya.
Malah menurut Usman, diantara Tim Seleksi yang telah dipilih terdapat orang-orang yang selama ini menghalangi penyerahan Blok Migas Kuala Simpang yang dikuasai Pusat (Pertamina Rantau Kuala Simpang) kepada penguasaan Aceh (BPMA) yang kasusnya telah bergulir di Pengadilan beberapa waktu lalu. Malah surat dari Pertamina Rantau tentang hal ini katanya telah berada di meja Pj Gubernur dan belum ditanda tangani.
“BPMA, yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan migas di Aceh, telah berdiri hampir satu dekade namun belum memberikan kontribusi signifikan dalam membuka lapangan kerja maupun mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Selain itu, BPMA juga belum mampu menciptakan rasa nyaman bagi perusahaan migas untuk berinvestasi, yang menjadi salah satu alasan hengkangnya Repsol dari Aceh,” demikian ujarnya. (drh)