RAKYATACEH | BIREUEN – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) asal Kabupaten Bireuen, Rusyidi Mukhtar SSos Ceulangiek, berharap kepada pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun nasional, agar tetap mempertimbangkan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
“Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh harus dipertahankan, mengingat sangat banyak manfaatnya untuk kepentingan bersama,” ujar dewan Komisi I DPR Aceh itu kepada Rakyat Aceh, Minggu (22/12).
Ia mengatakan, keabsahan qanun tersebut sangatlah kuat, karena dibuat langsung oleh DPRA dan Gubernur Aceh pada tahun 2013.
Kemudian, setelah adanya qanun, Komisioner KKR mulai direkrut oleh DPRA dan dilantik oleh Gubernur Aceh dihadapan sidang paripurna dewan.
“Sejak menjabat, komisioner KKR Aceh berhasil melakukan pengungkapan kebenaran dengan cara pengambilan pernyataan/pendataan korban secara mendalam kepada 6000 korban pelanggaran HAM masa lalu di 17 kabupaten/kota. Data tersebut sudah disimpan rapi dan tinggal eksekusi. Jika kita bubarkan, maka perlindungan dan perhatian khusus tidak ada lagi kepada korban konflik masa silam,” ujar sapaan Ceulangiek itu.
Ia mengaku, ancaman untuk dibubarkan memang sudah ada dari Kemendagri, karena belum adanya KKR Nasional.
“KKR Aceh patut dipertimbangkan untuk dipertahankan eksistensinya, karena saat ini sudah ada 6000 lebih korban yang terdata, dan ada 5.159 orang yang sudah diparipurnakan oleh DPRA sejak tahun 2021, data tersebut harus ditindak lanjuti untuk pemulihan dan pemenuhan hak korban konflik,” kata Ceulangiek.
Politisi asal Bireuen itu juga menyoroti tanggapan Kemendagri yang memerintahkan untuk mencabut Qanun KKR karena belum adanya KKR Nasional.
“Mohon kepada Pemerintah Aceh untuk menyampaikan atau mengusulkan kepada Kemendagri agar KKR Aceh dapat dipertahankan, karena kita memiliki kekhususan sendiri berdasarkan Mou Helsinki dan UUPA. Jika pun Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 masih perlu revisi, maka lakukan sesuai kaedah hukum yang berlaku, jangan sampai dibubarkan,” terang Rusyidi Mukhtar.
Ia merincikan, DPR Aceh sudah menginisiasi perubahan Qanun KKR Aceh untuk memperkuat kelembagaan (sekretariat KKR) dalam melaksanakan tugas dan mandatnya sekaligus untuk memperkuat perdamaian aceh secara berkelanjutan.
“Kalau KKR Aceh bubar apakah dampaknya lebih positif atau lebih mudharat bagi pertahanan perdamaian di Aceh? Ini penting dipertimbangkan secara matang, karena KKR Aceh bukan hanya untuk kepentingan korban langsung, tapi untuk semua masyarakat Aceh yang sedang di era damai,” pungkasnya.
Diketahui, KKR Aceh bertujuan untuk memperkuat perdamaian, membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM, dan merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.
Sehingga, jika sampai KKR dibubarkan oleh Kemendagri, maka perlindungan dan pemulihan terhadap korban konflik sudah terancam. (akh)