RAKYAT ACEH | KAIRO – Hamas, pada Selasa (28/1), menyatakan telah membahas dengan pejabat Mesir mengenai upaya pembentukan pemerintahan persatuan nasional di Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan delegasi kelompoknya mengadakan pembicaraan di Kairo dengan Kepala Intelijen Mesir, Hassan Rashad, terkait implementasi kesepakatan gencatan senjata di Gaza serta perjanjian pertukaran tahanan dengan Israel.
Diskusi tersebut juga membahas pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata dan perlunya memastikan Israel “mematuhi semua ketentuan yang disepakati tanpa penundaan atau hambatan,” demikian isi pernyataan tersebut.
Menurut pernyataan itu, pembicaraan juga mencakup upaya untuk merestrukturisasi kondisi Palestina, “khususnya pembentukan pemerintahan persatuan nasional (di Gaza) atau pembentukan komite pendukung masyarakat.”
Israel menentang peran Hamas atau Otoritas Palestina di masa depan dalam pemerintahan Gaza pasca perang, sementara rakyat Palestina menolak campur tangan asing dalam urusan internal Palestina.
Pada 3 Januari, Hamas menyerukan kepada kelompok saingannya, Fatah, yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas, untuk berpartisipasi dalam upaya membentuk komite pendukung masyarakat guna mengelola Gaza.
Fase pertama gencatan senjata selama enam pekan dimulai pada 19 Januari, menghentikan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan Israel tersebut juga menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, serta kehancuran besar-besaran dan krisis kemanusiaan.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu terhadap Pemimpin Otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan otoritas pertahanan, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkannya di wilayah Gaza. (rol/hra)