JAKARTA (RA) – Lima kepala desa (keuchik) di Aceh mengajukan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan oleh Venny Kurnia, Syukran, Sunandar, Badaruddin, dan Kadimin, dengan dalil bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Tim advokasi dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), yang menjadi kuasa hukum para pemohon, menyatakan bahwa permohonan ini telah didaftarkan secara online melalui sistem MK dengan Nomor Online: 47/PAN.ONLINE/2025. “Setelah teregistrasi, permohonan ini akan dipelajari oleh Kepaniteraan MK. Besok, kami akan menyerahkan berkas fisik untuk verifikasi,” ujar Nisa Ulfitri, salah satu anggota tim advokasi, Selasa (18/3).
“Hari ini sudah kami daftarkan secara online dan telah teregister dalam Tanda Terima Pengajuan Permohonan Online Nomor Online : 47/PAN.ONLINE/2025, permohononan ini dipelajari oleh Kepaniteran di MK, setelah itu besok baru menyerahkan berkas asli ke MK, pokok permohonan yang diajukan dalam permohonan ini Pengujian Norma Hukum Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh terhadap pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), Pasal 28I ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945 ”, terang Nisa.
Sementara itu, Venny Kurnia, Keuchik dari Aceh Barat Daya, menjelaskan bahwa Pasal 115 ayat (3) UUPA yang mengatur masa jabatan keuchik selama enam tahun dianggap merugikan hak konstitusionalnya. Ia menyoroti ketimpangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 yang telah menetapkan masa jabatan kepala desa di seluruh Indonesia, termasuk Aceh, menjadi delapan tahun.
“Keberadaan Pasal 115 ayat (3) menciptakan dualisme hukum dalam penetapan masa jabatan kepala desa di Aceh. Hal ini berpotensi bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis serta asas kesetaraan di hadapan hukum dan pemerintahan,” jelasnya.
Empat keuchik lainnya yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh Besar, Langsa, dan Aceh Selatan turut mendukung permohonan ini. Mereka memberikan kuasa kepada tim advokasi yang terdiri dari Safaruddin, Febby Dewiyan Yayan, Nisa Ulfitri, Boying Hasibuan, dan Adelia Ananda.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta tiga hal kepada MK, pertama mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, kedua menyatakan Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 nomor 62 dan Tambahan Lembaga Negara RI nomor 4633) bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), Pasal 28I ayat (2)
Ketiga, menyatakan Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62 dan Tambahan Lembaga Negara RI nomor 4633) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “ Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. (ra/drh)