Oleh : Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si
Dosen Fakultas Ekonomi USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh
Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perikanan menjadi landasan hukum penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah Aceh. Qanun ini mengatur prinsip-prinsip pengelolaan perikanan berdasarkan asas keislaman, pemanfaatan, kekeluargaan, keadilan, kemitraan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian ekosistem yang berkelanjutan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya skala kecil, mendorong perluasan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan, dan lingkungan. Dalam konteks ini, membangun perikanan Aceh yang berkelanjutan menjadi langkah strategis untuk meningkatkan daya saing sekaligus menciptakan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
Pengelolaan Perikanan Berbasis Keberlanjutan
Keberlanjutan adalah inti dari pembangunan perikanan Aceh. Sumber daya ikan di wilayah laut Aceh, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman merupakan anugerah Allah SWT yang harus dimanfaatkan dengan bijak. Pengelolaan perikanan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saat ini tetapi juga untuk menjaga ketersediaan sumber daya bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan harus mencakup upaya konservasi, pelestarian ekosistem, serta pemanfaatan yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan tujuan Qanun Aceh untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan, dan lingkungan.
Pemerintah Aceh memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan wilayah laut hingga 4 mil dari garis pantai. Di luar jarak tersebut, pengelolaan tetap dilakukan dengan memperhatikan hukum adat laot yang mengatur pemanfaatan sumber daya ikan secara tradisional. Hukum adat ini menjadi salah satu elemen penting dalam menjaga keberlanjutan karena mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang telah teruji selama ratusan tahun. Misalnya, panglima laot sebagai lembaga adat memiliki peran dalam mengawasi aktivitas penangkapan ikan agar tidak merusak ekosistem laut.
Selain itu, Qanun Aceh juga menekankan perlunya rehabilitasi dan konservasi sumber daya ikan serta ekosistemnya. Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan dana untuk mendukung program konservasi ini. Contohnya, pembentukan zona pemanfaatan dan konservasi sumber daya ikan di pulau-pulau kecil untuk menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem.
Peningkatan Daya Saing Melalui Teknologi dan Inovasi
Daya saing industri perikanan Aceh sangat bergantung pada penerapan teknologi dan inovasi dalam setiap tahap rantai nilai perikanan, mulai dari penangkapan hingga pengolahan dan pemasaran. Pemerintah Aceh didorong untuk memfasilitasi penelitian dan pengembangan (litbang) di bidang perikanan guna menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang relevan. Kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga penelitian pemerintah dan swasta dapat menjadi kunci dalam menghasilkan inovasi yang mendukung efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk perikanan.
Penanaman modal asing dalam sektor perikanan tangkap harus disertai dengan pembangunan industri pengolahan ikan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa produksi ikan dapat terdata dengan baik, menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, mentransfer teknologi, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri pengolahan ikan yang modern juga akan meningkatkan nilai tambah produk perikanan, sehingga produk Aceh dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Sebagai contoh, produk olahan ikan seperti kerupuk ikan, abon ikan, atau ikan beku dapat dipasarkan dengan label halal dan ramah lingkungan untuk menarik konsumen global. Pemerintah Aceh juga dapat memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan produk perikanan lokal ke pasar internasional.
Salah satu tujuan utama pembangunan perikanan Aceh adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya skala kecil. Untuk mencapai hal ini, pemerintah Aceh wajib menyelenggarakan program pemberdayaan melalui pendidikan, pelatihan, pembinaan, penyuluhan, dan permodalan. Program-program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan keahlian pelaku utama perikanan, termasuk kaum perempuan, agar mereka mampu mengorganisir diri dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya.
Pemberdayaan juga melibatkan pembentukan kelembagaan usaha yang kuat dan mandiri. Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota diwajibkan memberikan dukungan kepada lembaga-lembaga usaha perikanan, seperti koperasi dan kelompok nelayan, untuk memperkuat sistem permodalan dan sistem pengolahan serta pemasaran. Dengan dukungan ini, pelaku usaha perikanan skala kecil dapat lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar global.
Misalnya, program pelatihan bagi nelayan kecil dapat mencakup teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan, seperti penggunaan alat tangkap yang tidak merusak ekosistem. Selain itu, pelatihan pengolahan hasil perikanan dapat membantu nelayan meningkatkan nilai tambah produk mereka.
Pembangunan Infrastruktur Perikanan
Infrastruktur perikanan yang memadai merupakan faktor penting dalam mendukung keberlanjutan dan daya saing industri perikanan Aceh. Pembangunan pelabuhan perikanan besar, menengah, dan kecil menjadi prioritas untuk memfasilitasi kegiatan operasional kapal perikanan, pendaratan ikan, pemasaran, distribusi, serta pengumpulan data tangkapan. Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai pusat pembinaan mutu hasil perikanan dan tempat pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat nelayan.
Pemerintah Aceh bertanggung jawab atas pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan besar dan menengah, sementara pelabuhan perikanan kecil dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, pemerintah juga mengakui keberadaan pelabuhan perikanan rakyat yang telah ada dan berkomitmen untuk membina serta memelihara infrastruktur tersebut. Dengan infrastruktur yang baik, proses pendaratan dan pelelangan ikan dapat dilakukan secara efisien, sehingga meningkatkan nilai ekonomi produk perikanan.
Perlindungan Terhadap Nelayan Kecil dan Kaum Perempuan
Keadilan sosial menjadi salah satu prinsip utama dalam pengelolaan perikanan Aceh. Pemerintah Aceh diwajibkan memberikan perlindungan kepada nelayan kecil, pembudidaya skala kecil, dan kaum perempuan yang bergantung pada sumber daya perikanan sebagai mata pencaharian utama. Perlindungan ini mencakup akses terhadap wilayah penangkapan ikan, kawasan budidaya, serta dukungan dalam bentuk pembinaan dan pemberdayaan.
Pelaku usaha perikanan golongan menengah dan besar juga diwajibkan untuk melakukan pembinaan terhadap nelayan kecil dan pembudidaya skala kecil berdasarkan prinsip tanggung jawab sosial. Dengan demikian, hubungan kemitraan antara pelaku usaha besar dan kecil dapat terjalin secara saling menguntungkan, sehingga tercipta sinergi yang mendukung kesejahteraan bersama.
Pengembangan Wisata Bahari dan Ekonomi Lokal
Aceh memiliki potensi besar dalam pengembangan wisata bahari yang dapat mendukung pembangunan perikanan berkelanjutan. Pulau-pulau kecil di wilayah Aceh dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari yang ramah lingkungan. Namun, pengembangan ini harus dilakukan dengan memperhatikan kelestarian ekosistem dan lingkungan pulau-pulau kecil tersebut.
Pengembangan wisata bahari juga dapat memberikan manfaat ekonomi langsung terhadap masyarakat lokal, terutama nelayan dan pembudidaya ikan. Misalnya, dengan mempromosikan produk perikanan lokal sebagai bagian dari atraksi wisata, masyarakat dapat memperoleh pendapatan tambahan. Selain itu, program pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Membangun perikanan Aceh yang berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan memerlukan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan. Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, nelayan, pembudidaya, pelaku usaha, serta masyarakat adat harus bekerja sama dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan, inovasi, dan keadilan sosial. Dengan pendekatan yang holistik dan inklusif, perikanan Aceh tidak hanya akan menjadi sumber pendapatan yang signifikan tetapi juga menjadi contoh nyata pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab demi masa depan yang lebih baik.
Dengan dukungan regulasi yang kuat, serta implementasi program yang tepat sasaran, perikanan Aceh dapat menjadi motor penggerak peningkatan kesejahteraan masyarakat secara adil dan berkelanjutan.<[email protected]>