RAKYAT ACEH | REDELONG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bener Meriah sudah menangani kasus dugaan dugaan mark up proyek pengadaan interior ruang operasi RS tahun 2020 dengan anggaran mencapai Rp 2,9 miliar.
Kepala Kejari Bener Meriah, Agus Suroto melalui Kasi Pidsus, Aulia kepada Rakyat Aceh menyampaikan, sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut dan sudah memeriksa 10 orang saksi termasuk direktur RSU Muyang Kute Sri Tabahati.
Disebutkannya, untuk pembangunan gedung dan pengadaan interior tersebut bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2020 mencapai Rp 2,9 miliar.
“Sebenarnya bukan hanya pengadaan peralatan, tetapi juga terhadap pembangunan ruangan yang sedang kita lakukan penyelidikan,” jelasnya.
Pihaknya juga mengaku saat ini masih mengumpulkan data – data dan bukti – bukti terhadap adanya tindakan melawan hukum terhadap proyek tersebut.
“Proses penyelidikan sudah berjalan sejak awal tahun 2023 dan Direktur, Sri Tabahati juga sudah kita periksa satu kali,” ungkapnya.
Sementara itu sebelumnya Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penyelidikan soal dugaan mark up pada paket kegiatan interior ruang operasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muyang Kute Bener Meriah.
Menurutnya, APH dalam hal ini yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat dapat melakukan penyelidikan untuk mengetahui kepastian hukum soal dugaan mark up tersebut.
“Tentunya publik dikejutkan adanya dugaan mark up itu, apalagi ini menyangkut pelayanan medis di rumah sakit. Publik berharap kasus ini mendapat kepastian hukum,” kata Alfian kepada https://harianrakyataceh.com/, Senin 16 Oktober 2023.
Soal kasus tersebut katanya, sangat berefek besar terhadap keadilan pasien. “ Dalam kasus ini pasien dijadikan sebagai objek untuk mendapatkan keuntungan pihak – pihak tertentu.
Diketahui, dugaan mark up atau manipulasi harga terjadi pada kegiatan interior ruang operasi standar RSUD Muyang Kute Bener Meriah tahun 2020.
Diduga dari awal kegiatan ini diarahkan kepada perusahaan di Bandung dan Perusahaan konsultan berasal dari Cimahi, Jawa Barat dengan nilai kontrak fisik Rp 2,9 miliar.
Kuat dugaan , sebelum dilakukan lelang beberapa komponen harga peralatan sudah di mark up.
Informasi yang dihimpun Rakyat Aceh, Indikasi mark up terletak pada harga satuan alat Air Handling Unit (AHU) kapasitas 10 PK merk Daikin yang dikontrak Rp 443 juta per unit.
Sedangkan di pasaran harganya hanya Rp 80-90 juta dengan Selisih harga mencapai Rp 353 juta. (uri)