class="post-template-default single single-post postid-29225 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
PNL dan PGE Sepakat Pengembangan SDM Migas Unggul Pj Wali Kota dan Kapolres Lhokseumawe Ikut Vicon Rakor Ketahanan Pangan 2025 Ratusan Tenaga Kesehatan R2 dan R3 Geruduk Kantor Bupati Bireuen Pj. Bupati Aceh Barat Menang Kasasi di Mahkamah Agung melawan PT Gading Bhakti Sales Dibekuk Polisi di Banda Aceh, Ini Kasusnya

NASIONAL · 23 Apr 2020 07:04 WIB ·

JagaPasar, Gerakan Perlindungan Diri dari Corona


 TURUN TANGAN ATASI COVID-19: Ika Ayu (kiri), pendiri JagaPasar, membagikan masker dan hand sanitizer di Pasar Niten, Jogjakarta. (JAGAPASAR JOGJAKARTA FOR JAWA POS) Perbesar

TURUN TANGAN ATASI COVID-19: Ika Ayu (kiri), pendiri JagaPasar, membagikan masker dan hand sanitizer di Pasar Niten, Jogjakarta. (JAGAPASAR JOGJAKARTA FOR JAWA POS)

Keliling Pasar Ingatkan Pedagang Pakai Masker

Saat seruan lebih baik di rumah digaungkan, ada orang-orang yang harus bekerja untuk mencukupi periuknya. Tak bekerja sehari saja, bisa jadi hari itu dia tak makan.

Di sisi lain, ada juga yang membutuhkan bahan makanan untuk mengisi perut. Pasar adalah salah satu tempat yang tidak bisa berhenti meski pandemi menyerang negeri ini.

FERLYNDA PUTRI, Jogjakarta, Jawa Pos

IKA Ayu, warga Jogja sekaligus pendiri JagaPasar, merasa prihatin dengan pedagang Pasar Legi di dekat rumahnya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Ika berbelanja di pasar itu.

”Pasar ini kan memang tempat bertemunya banyak orang. Pembeli ke pasar, lalu membawa lauk untuk keluarganya,” ungkapnya.

Di Pasar Legi itu ada beberapa pedagang yang memiliki kios kecil. Bahkan, banyak yang berjualan di emperan. Usia pedagangnya beragam. Kerap kali, pada jam tertentu, berjubel orang. Interaksi banyak orang itu membuat tempat tersebut rawan penularan Covid-19.

Perempuan 33 tahun itu merasa terketuk untuk membantu pedagang. Dia tak mau penjual atau pembeli di pasar tersebut tertular korona. Kalau sampai banyak yang kena, siapa yang menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari.

Mulanya, yang dia pikirkan adalah membagikan masker dan hand sanitizer. Setidaknya dua perlengkapan itu bisa menjadi langkah preventif. ”Saya keliling pasar, membagikan paket itu,” ujarnya.

Ika merasa bahwa gerakan itu harus masif. Namun, dia tak mampu kalau harus bergerak sendiri. Untung, dia dekat dengan beberapa aktivis di Kota Gudeg. Setidaknya ada yang membantu untuk menambah jumlah paket yang dibagikan.

Teman-teman aktivis mendukung Ika untuk bergerak di pasar. Sementara di antara rekan lain, ada yang mendirikan dapur umum dan melakukan berbagai kegiatan solidaritas lainnya.

Dari sini, jangkauan semakin luas. Donasi dikumpulkan. Ika juga bergerilya di media sosial untuk mengumpulkan dukungan. Salah satunya lewat Twitter.

Jangkauan Ika semakin luas. Dia bertugas di Jogja sisi selatan. Selain Pasar Legi, ada Pasar Niten hingga Pasar Induk Giwangan. Ada juga yang bergerak di Jogja bagian timur. Gerakan yang semakin besar itu kemudian dinamai JagaPasar.

Mereka masuk ke pasar-pasar untuk mengingatkan pedagang akan pentingnya menggunakan masker sebagai bentuk perlindungan diri. Namun, membagikan masker dan hand sanitizer adalah langkah jangka pendek.

Ada pekerjaan jangka panjang yang sedang dipikirkan. Bagaimana seandainya Jogja menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan membatasi aktivitas di pasar? Bisakah pedagang menjalani work from home (WFH) juga.

Ika bersama relawan lain mencoba untuk membuka diskusi di tengah pedagang. Melibatkan pedagang pasar itu sebuah keharusan. Mereka yang akan menjalani. Ika dan relawan lain hanya memfasilitasi.

Sempat terpikir untuk membuat aplikasi jual beli daring. Namun, ada banyak kendala. Pertama, kebiasan pembeli untuk memilih dagangan paling bagus. Dikhawatirkan, dengan sitem daring, mereka tak bisa memilih. Lalu, ada juga yang sudah punya langganan.

Masalah lainnya terkait dengan teknologi. Pedagang yang sudah sepuh merasa kesulitan kalau berjualan secara online. Belum lagi soal siapa yang mengantarkan.

”Dinas pasar di Jogja sebenarnya sudah memberlakukan pasar tutup sampai pukul 12.00,” tuturnya. Namun, menurut Ika, pasar ramai pukul 07.00 hingga 09.00. ”Pukul 11.00 rata-rata sudah pulang pedagangnya,” ungkapnya.

Dia juga berusaha menemui lurah pasar (petugas pasar). Tujuannya, mengetahui persiapan yang dilakukan. Namun, dari beberapa lurah pasar yang dia temui, belum ada persiapan. ”Memang seperti dugaan, tidak ada kesiapan khusus, kecuali ada tambahan wastafel, disemprot dengan jadwal, dan diminta pulang pukul 12.00,” ujarnya.

Ika dan relawan lain terus melakukan asesmen terkait dengan apa yang dibutuhkan oleh pedagang. Hasilnya akan diajukan kepada pemerintah daerah. Dia berharap, ke depan ada penanganan yang tegas untuk wilayah Jogja.

Dia bersama dengan aktivis lain akan membuat gerakan yang lebih besar lagi untuk penanganan Covid-19 di Kota Pelajar. ”Kami sedang menyiapkan pernyataan sikap untuk tepat satu bulan kebijakan tanggap darurat Jogja, tapi belum ada wacana ke PSBB,” ungkap Ika.

Artikel ini telah dibaca 9 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Mewakili Anggota DPD RI Asal Aceh, Haji Uma Sampaikan Beberapa Poin Penting Terkait Permasalahan di Daerah di Sidang Paripurna

15 January 2025 - 11:23 WIB

Agus Tersangka Pelecehan Seksual Resmi Ditahan

9 January 2025 - 15:08 WIB

Pelaku Kuliner Lokal Bersyukur Terlibat Makan Bergizi Gratis: Bisa Pekerjakan Masyarakat, Pedagang Sekitar

8 January 2025 - 14:51 WIB

Warga Semarang Senang Terlibat di Dapur Makan Bergizi Gratis: Ini Membuka Lapangan Pekerjaan

8 January 2025 - 14:36 WIB

Pangkoarmada Ungkap Oknum TNI Penembak Bos Rental bukan Penadah

6 January 2025 - 15:16 WIB

PSSI Resmi Pecat Shin Tae Yong Sebagai Pelatih Indonesia 

6 January 2025 - 12:31 WIB

Trending di NASIONAL