HARIANRAKYATACEH.COM – | Game judi online kian marak di Provinsi Aceh seiring berkembangnya fasilitas internet di daerah yang notabenenya menerapkan syariat Islam tersebut. Game judi online bahkan saat ini digandrungi oleh banyak warga Aceh, baik dari kalangan tua dan remaja yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan masing-masing individu.
Hal paling mengkhawatirkan saat ini yaitu banyak anak di bawah umur ikut kecanduan bermain game online, seiring kebijakan pemberlakuan sekolah daring di masa Covid-19.
“Dampak game online ini sudah meracuni pikiran, bahkan sudah meracuni sendi-sendi kehidupan kita, tanpa kita sadari,” ungkap Ketua Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh, Azhari, dalam pembukaan Focus Group Discussion (FGD) yang dihelat di Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, di Banda Aceh, Selasa, (6/7/2021).
Azhari menyebutkan beberapa dampak negatif game online yang kini ditemui di Aceh seperti meningkatnya kasus gugat cerai. Selain itu, kecanduan bermain game online dikhawatirkan dapat meracuni generasi muda di Aceh. “Ini dampak yang tidak dapat kita lihat,” kata Azhari lagi.
Kekhawatiran Azhari tersebut bukan tanpa alasan. Fenomena kecanduan game online tersebut begitu kentara terlihat di ratusan warung kopi di Aceh yang menyediakan fasilitas WiFi. “Itu hampir 85 persen pelanggan di warung kopi asyik dengan dunia sendiri, ternyata ketika kita melihat mereka asyik dengan permainan game,” kata Azhari yang akrab disapa Yahcut tersebut.
Apa yang terlihat di lapangan tersebut memicu KWPSI bersama Kemenag Aceh untuk mencari solusi guna mengatasi dampak negatif dari game online. Solusi-solusi yang disasar menurut Azhari seperti regulasi atau undang-undang khusus yang mengatur tentang permainan game online tersebut.
“Sehingga ada jaminan masa depan anak-anak kita ke depan tidak lagi terpengaruh,” tutur Azhari yang juga menjabat sebagai Ketua Biro LKBN ANTARA Aceh.
FGD tersebut turut menghadirkan dua narasumber utama yaitu Ketua MPU Aceh Tgk H Faisal Ali atau akrab disapa Lem Faisal, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Aceh Dr Muhammad Iqbal. Sementara Zulkhairi bertindak sebagai moderator dalam diskusi yang dihadiri jajaran Kemenag Aceh, perwakilan Mahkamah Syariah, para wartawan dan perwakilan BEM Universitas di Aceh tersebut.
Selain dampak negatif game online yang dikemukakan oleh Azhari tersebut, ada beberapa dampak lain yang dinilai begitu riskan bagi masa depan generasi muda saat ini. Hal tersebut kemudian dipaparkan oleh Zulkhairi berdasarkan penelitian dalam jurnal ilmiah di sebuah desa bernama Malili. Dari hasil penelitian tersebut diketahui kecanduan game online membuat anak-anak menjadi malas belajar, pikiran anak-anak hanya fokus pada game online, prilaku emosional anak menjadi bermasalah, dan kurang peduli dengan lingkungan sekitar.
Senada dengan Azhari, Ka Kanwil Kemenag Aceh Dr Muhammad Iqbal turut prihatin dengan pengaruh gawai terhadap perkembangan anak dan remaja di daerah tersebut. Meskipun gadget memilik plus dan minus untuk penggunanya, akan tetapi saat ini yang terlihat sangat dominan adalah pengaruh negatif terutama bagi anak-anak. Terlebih menurutnya di masa Corona Virus Disease (Covid-19) yang membuat anak-anak di Aceh kian akrab dengan smartphone lantaran adanya kebijakan belajar daring.
“Dalam situasi Covid ini, anak-anak harus ikut dalam pembelajaran daring melalui hp atau android yang bisa mengakses pelajaran-pelajaran sekolah. Kalau kita lihat evaluasi di lapangan, kita berbicara di lingkup Kementerian Agama, dalam hal ini madrasah. Dampak dari Covid ini adanya pembelajaran daring yang mengharuskan guru dan anak-anak untuk menggunakan perangkat IT, yang salah satunya adalah hp,” ujar Ka Kanmenag Aceh Dr Muhammad Iqbal.
Meskipun pada awalnya kebijakan penggunaan smartphone untuk anak-anak bertujuan untuk kepentingan sekolah, akan tetapi di lapangan menurut Muhammad Iqbal banyak ditemukan hal negatif terutama bagi anak-anak yang menggunakan handphone tanpa pengawasan ketat dari orangtua. Menurutnya fenomena yang terjadi di lapangan banyak yang memanfaatkan kesempatan mengakses handphone untuk bermain game, ataupun mengakses situs-situs dewasa, berita kekerasan atau hal-hal yang tidak baik bagi pertumbuhan anak tersebut.
“Pada umumnya kalau anak sudah kecanduan main hp atau main game online akan susah dinasehati oleh orangtuanya. Artinya, mentalnya sudah terganggu karena dia sudah terobsesi dengan hp dan apa yang ada di handphone,” kata Muhammad Iqbal.
Muhammad Iqbal turut menginstropeksi kebijakan pembelajaran daring di masa Covid-19 yang membuat anak-anak kian ramah dengan gadget. Menurutnya ada anak-anak tidak memahami apa yang disampaikan oleh guru ketika belajar dilakukan tidak melalui tatap muka. Sehingga proses belajar mengajar via handphone tersebut terpaksa dikawal oleh orangtuanya. Alhasil daya serap ilmu yang disampaikan sang guru tersebut hanya menyasar orangtua siswa saja.
“Yang carong yah ngon mak jih (yang pintar hanya ayah dan ibunya saja) karena yang pegang handphone adalah orangtua si anak. Jadi dari segi efektif, kurang efektif (belajar daring) dan justru ketika hp ini dikasih ke anak-anak dalam pembelajaran daring ini banyak ke hal-hal lain, termasuk anak-anak main game,” kata Muhammad Iqbal.
Dampak negatif lain dari kebiasaan si anak menggunakan gadget menurut Muhammad Iqbal adalah kepatuhan anak terhadap orangtua dan mulai malas mengerjakan ibadah. Selain berpengaruh terhadap mental, penggunaan gadget berlebihan juga menyebabkan radiasi bagi tubuh pengguna, terutama anak-anak.
Kekhawatiran terhadap dampak penggunaan gadget terhadap tumbuh kembang anak didik telah jauh-jauh hari menjadi pertimbangan Kemenag Aceh. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melarang siswa-siswi membawa handphone ke madrasah hingga selesainya jam pelajaran di sekolah. Namun adanya Covid-19 membuat kebijakan tersebut berubah. “Mau tidak mau (anak-anak) kita bolehkan (membawa handphone). Jadi bertentangan dengan kebijakan yang lama,” ujar Muhammad Iqbal.
Dia berharap Covid-19 dapat berakhir agar situasi kembali normal sehingga anak-anak tidak lagi akrab dengan handphone. Terlebih dengan adanya smartphone menurut Muhammad Iqbal akan membuat anak-anak mencari celah untuk bermain dengan gawai termasuk di jam istirahat sekolah.
“Yang kita lihat di daerah-daerah, setiap habis jam belajar, anak-anak berkumpul di balai-balai untuk bermain game, apalagi game online yang di dalamnya ada taruhan. Jadi anak-anak tersebut sudah belajar bermain judi. Akibat yang ditimbulkan adalah karena tidak berani minta uang kepada orangtua akhirnya mencuri celengan di masjid, kemudian apa yang bisa dijual termasuk hewan ternak milik orang lain dijual untuk kebutuhan bermain game tersebut,” ungkap Muhammad Iqbal.
Fenomena seperti ini membuat pihak Kemenag Aceh terus mencari solusi untuk menjauhkan anak-anak didik kecanduan game online. Salah satu solusi yang ditempuh, berdasarkan pengalaman Muhammad Iqbal di Pidie Jaya, yaitu dengan menambah jam belajar Alquran di madrasah hingga sore. Penambahan jam belajar tersebut menurut Muhammad Iqbal bertujuan agar anak didik menjadi kelelahan dan dapat tertidur pulas di waktu malam serta tidak terpengaruh lagi dengan game online di handphone.
“Jadi waktu bermain game sudah terkuras di lembaga pendidikan kalau sudah di luar jam sekolah, itu sudah susah untuk mengontrol anak-anak. Ini merupakan upaya yang kita lakukan untuk menghindari pengaruh buruk game online dan handphone bagi anak-anak,” kata Muhammad Iqbal.
Hal lain yang akan dilakukan oleh Kanwil Kemenag Aceh adalah mengarahkan anak-anak didik untuk memanfaatkan android secara positif. Caranya adalah mengajak anak-anak untuk membuat animasi-animasi berkonten pesan-pesan keagamaan. “Pesertanya adalah anak-anak, jadi tidak hanya memanfaatkan smartphone untuk Facebook, game online atau sebagainya, tetapi juga untuk anak-anak bisa menghasilkan karya,” lanjut Muhammad Iqbal.
Kegelisahan senada disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali. Pria yang akrab disapa Lem Faisal tersebut mengakui adanya dampak negatif dari kebiasaan anak-anak memegang handphone dan bermain game online.
Hal paling kentara adalah sikap abai dengan lingkungan sekitar. “Jangankan sesudah kita berpulang kepada Allah yang sudah tidak ada wujud lagi di depan, sekarang masih wujud di depan, berkali-kali kita panggil tidak konek. Peuteuk watee ta wo bak Allah yang hana lee dikeu nyan,” kata Lem Faisal.
Hal inilah yang membuat MPU bersama-sama dengan KWPSI dan Kanwil Kemenag ikut menuangkan pikiran untuk mencari solusi atau meminimalisir dampak negatif yang bakal menjangkiti anak-anak Aceh di masa mendatang.
Selain terhadap anak-anak, pengaruh buruk bermain game online menurut Lem Faisal juga turut melanda orangtua di Aceh. “Salah satu yang membuat kita negara yang sedang berkembang ini terus berkembang (tidak maju-maju) karena disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif. Lon na lampoh di gampong, kita datangkan orang-orang dari desa untuk bekerja, itu pas waktu istirahat sebentar justru digunakan untuk bermain game, nyan ureung jak u glee. Seharusnya waktu istirahat mereka beristirahat dengan tidur sebentar agar saat bekerja staminanya pulih. Ini tidak, justru bermain game,” ungkap Lem Faisal.
Lem Faisal mengatakan akibat aktivitas yang tidak produktif tersebut membuat masyarakat Aceh selalu merasa didhalimi oleh orang lain, sehingga ada pendapat kemudian yang menyebutkan China hendak menguasai orang Aceh. “Peusalah gob, padahal tanyoe hana produktif,” ujar Lem Faisal.
Fenomena lain yang kerap ditemui oleh Lem Faisal seiring maraknya gadget dan game online adalah kian minimnya warga mengelola ladang di pedesaan. Akibat paling miris yang dirasakan adalah seluruh kebutuhan rumah tangga terpaksa dibeli.
“Di Lamno, gampong lon, boh pisang payah ba dari Banda, ya Allah,” keluh Lem Faisal. “Padahal ladang dan sawah terbengkalai sangat luas, kenapa tidak menanam pisang? Lantaran tidak sanggup lagi menanam pisang karena harus memagar ladang, karena babi sudah sebanyak orang,” Lem Faisal menamsilkan.
Dia mengatakan kecanggihan teknologi sekarang justru membuat masyarakat di Aceh tidak lagi mandiri seperti dulu, termasuk air minum dan sayur mayur harus beli. Dampak buruk penggunaan handphone berlebihan menurut Lem Faisal, tak hanya melanda anak-anak di bawah umur juga terhadap orangtua.
“Na ureung tuha 60 thon yang terpaksa dicok hp lee aneuk, ditham lee aneuk maen hp di rumoh, geujak u meunasah,” kata Lem Faisal seraya tertawa.
MPU Aceh menurut Lem Faisal saat ini terus mencurahkan pikiran agar dampak negatif tersebut hilang dari Bumi Serambi Mekkah. Salah satunya adalah dengan memback-up aparatur hukum untuk membuat regulasi-regulasi atau fatwa tentang game online tersebut.
Namun menurut Lem Faisal ada beberapa hal paling teknis yang menjadi kendala, dalam melahirkan fatwa-fatwa game online tersebut seperti dengan merincikan satu persatu jenis game yang dilarang tersebut. Guna memudahkan pengeluaran fatwa seperti yang diinginkan oleh aparatur pemerintah tersebut, MPU Aceh menyiasatinya dengan fatwa terbatas.
“Untuk sebuah fatwa, itu harus melalui sidang yang dihadiri oleh 47 orang ulama. Jadi kalau fatwa terbatas, boleh dihasilkan oleh sembilan orang anggota MPU serta pimpinan sudah bisa keluarkan fatwa terbatas. Dengan ketentuan sudah ada petunjuk-petunjuk umum, tidak boleh yang baru,” ungkap Lem Faisal.
Saat ini menurut Lem Faisal terdapat 111 jenis game online yang diduga berkaitan dengan perjudian. Hal ini menurut Lem Faisal tentu menguras energi lantaran MPU Aceh harus mengeluarkan 111 fatwa sesuai teknis ilmu hukum di negara Indonesia.
“Ta neuk peuteubit fatwa, tanyo payah ta meureuno atra nyan dilee. Kalau tidak, kita tidak bisa mengeluarkan fatwa karena kita tidak memahami,” ujar Lem Faisal yang mengundang gelak tawa peserta FGD.
Selain itu, Lem Faisal mengakui ada permintaan dari tim hukum agar menyebutkan nama dan istilah-istilah dalam permainan yang akan dikeluarkan fatwa tersebut. “Geutanyoe meuta tu’oh tuleh tan,” kata Lem Faisal lagi.
Menurut Lem Faisal banyak kendala lain dalam penegakan hukum syariat Islam seperti mutasi jabatan Kepala Mahkamah Syariah atau jaksa yang sudah memahami tentang jinayah. Lem Faisal mengatakan dalam melahirkan fatwa game judi online, MPU Aceh harus mengundang pakar fiqih, pakar hukum tata negara, orang yang paham tentang judi online, dan juga para psikolog. Kehadiran para pakar ini menurutnya diperlukan untuk mendapat gambaran yang jelas terhadap dampak bagi pemain game online tersebut. Setelah mendapat masukan-masukan dari para pakar tersebut, MPU Aceh kemudian membentuk tim guna melihat realita di lapangan. Lem Faisal menyebutkan butuhnya komitmen semua pihak untuk memberantas judi online yang kian marak di Aceh.
“Inti dari itu kita harus berkomitmen demi generasi kita di masa yang akan datang dan supaya Aceh nyoe bek dikuasai lee gob, meunyoe generasi Aceh sibuk ngon judi online, maka Aceh nyoe akan dikuasai lee gob,” kata Lem Faisal lagi. (ra)