class="post-template-default single single-post postid-69129 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Anggota DPRK Langsa Segel Ruang Ketua Dewan Sayuti Siap Rangkul Paslon Walikota-Wakil Walikota Tidak Terpilih Anggaran Pidie Jaya 2025 Hilang Rp 45,8 miliar KIP Tetapkan Walikota-Wakil Walikota Lhokseumawe Terpilih Sayuti-Husaini Helikopter Terbakar di Bentong, Malaysia, 1 Petugas Lapangan Meninggal

OPINI · 22 May 2022 23:01 WIB ·

Urgensi Sistem Teknologi Informasi Kesehatan


 Urgensi Sistem Teknologi Informasi Kesehatan Perbesar

Oleh: dr. Zarra Masyithah

Dengan kemajuan pesat dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), banyak fasilitas kesehatan melakukan investasi signifikan dalam teknologi ini yang telah terbukti memiliki efek positif pada hasil kesehatan pasien, seperti tingkat kesalahan yang lebih rendah, peningkatan keselamatan pasien, serta penghematan waktu.

Sistem perawatan kesehatan melibatkan kerjasama dari berbagai profesional kesehatan dan disiplin ilmu sehingga kualitas dan keamanan perawatan dalam pengaturan seperti itu sangat bergantung pada kemampuan untuk berbagi informasi dari satu perangkat ke perangkat lain dan dari satu orang ke orang lain.

Untuk saat ini, arus informasi dalam pengaturan sistem perawatan kesehatan ini sudah cukup baik dijalankan. Sedangkan di lingkungan masyarakat, sistem teknologi informasi yang mendukung arus informasi kesehatan dengan efisien dan tepat masih minim dan bahkan banyak masyarakat yang belum menggunakannya atau justru mendapatkan informasi yang salah.

Diharapkan sistem ini nantinya akan mendapat efek positif pada hasil kesehatan pasien, seperti kemudahan dalam pemahaman kondisi penyakit dan rencana pengobatan yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan karena pasien memiliki cukup pengetahuan kesehatan sehingga pasien maupun keluarga dapat segera ambil keputusan dan patuh selama pengobatan.

Kebutuhan akan sistem teknologi informasi di bidang kesehatan semakin meningkat dikarenakan sebagian besar pengguna internet mencari informasi kesehatan dan perawatan kesehatan secara online, dan banyak dari informasi yang diperoleh digunakan untuk mendiskusikan atau membuat keputusan tentang pengelolaan rencana perawatan mereka.

Fenomena ini memunculkan kelompok e-pasien (pasien elektronik) yang sudah menggerakkan masyarakat untuk lebih aktif dan peduli pada pendidikan kesehatan serta sistem layanan kesehatan.

Istilah e-pasien adalah konsumen yang merupakan individu atau tim yang terdiri dari pasien beserta keluarga atau pengasuhnya, serta individu lainnya yang peduli menggunakan kesehatan dan aktif memakai internet serta wahana digital untuk melakukan pencarian kebutuhan informasi terkait kesehatan.

Sejumlah kegiatan e-pasien meliputi pencarian tren melalui sistem mesin pencari terkait isu kesehatan seperti penyakit, gaya hidup sehat, obat dan terapi, serta ketersediaan fasilitas layanan, berkonsultasi dengan dokter atau seorang ahli secara online, dan mencari berita layanan kesehatan publik.

Dengan kebebasan dan kemudahan pengaksesan informasi secara digital tidak jarang akan menimbulkan misinformasi terkait kesehatan masyarakat karena informasi kesehatan yang dapat ditulis oleh siapa saja.

Kekhawatiran tentang akurasi serta kualitas isu kesehatan yang beredar di internet seperti isu kemunculan wabah dan protokol kesehatan yang salah bersumber dari situs yang tidak jelas hanya akan menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sehingga untuk menghindari skenario itu dibutuhkan situs resmi yang dikelola atau ditunjuk pemerintah yang dapat menjadi pedoman masyarakat.

Munculnya gerakan sosial baru ini juga menantang sistem informasi di fasilitas kesehatan dalam memperoleh dan mengolah informasi serta kemampuan menyajikan informasi yang mudah dipahami masyarakat dengan masih memperhatikan etika medis seperti kerahasiaan informasi tertentu.

Dengan munculnya kebutuhan situs resmi terkait informasi kesehatan publik oleh pihak pemerintah pusat maupun daerah, diperlukan cara baru untuk memperoleh data, memproduksi dan memproses data menjadi informasi, dan berbagi informasi. Hal ini menghadirkan perkembangan layanan kesehatan dan perawatan kesehatan berbasis internet.

Salah satu janji utama informatika kesehatan adalah untuk meningkatkan pengambilan keputusan dan proses produksi kesehatan dari perawatan kesehatan karena dengan membawa informasi yang tepat pada orang yang tepat dan pada waktu yang tepat.

Namun sebelum menyajikan informasi kesehatan untuk masyarakat, saat ini tantangan yang dihadapi oleh dinas kesehatan dengan pihak pemerintah pusat maupun daerah adalah pengintegrasian data yang diperoleh dari instansi kesehatan yang tidak seragam atau justru tidak dilaporkan.

Strategi pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia sudah lama ada dengan diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 511/Menkes/SK/V/2002 yaitu mengamanatkan pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

SIKNAS dimaksudkan untuk mengintegrasikan sistem informasi kesehatan provinsi dan sistem informasi kesehatan kabupaten/kota (SIKDA).
Teknisnya adalah unit pendukung puskesmas seperti Pustu (Puskesmas Pembantu), Pusling (Puskesmas Keliling), Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), dan Polindes (Pondok Bersalin Desa) menyerahkan data ke puskesmas mengenai informasi pertolongan persalinan, kematian, imunisasi, dan lain-lain.

Sementara itu, puskesmas dan rumah sakit umum dan swasta di kabupaten menyerahkan laporan bulanan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten/Kota, termasuk angka kematian dan kesakitan. Kemudian mengirimkan laporan yang telah dikompilasi ke Dinkes Provinsi yang selanjutnya mengumpulkan data dari seluruh kabupaten dan mengirimkan laporan yang telah dikompilasi ke Pusdatin (Pusat Data Indonesia) di Kementerian Kesehatan.

Dulunya, akibat desentralisasi, setiap instansi cenderung membangun SIKDA sendiri, hal ini menghasilkan berbagai format data dalam satu kabupaten/kota yang sama sehingga saat integrasi informasi menjadi tidak memadai; meskipun data dikumpulkan, ada banyak tumpang tindih dan duplikasi.

Saat ini Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan aturan setiap instansi tentang sistem informasi kesehatan seperti format dan daftar data yang harus dicatat lalu dilaporkan. Namun masih saja sampai saat ini terdapat kendala. Ada pula salah satu kendala yang berdampak akibat faktor manusia dalam sebuah instansi seperti tidak ada orang yang ditunjuk khusus untuk bertanggungjawab mengajarkan cara mencatat data dan mengawasi kegiatan tersebut di puskesmas maupun rumah sakit sehingga kejadian data yang sering tidak lengkap yang menyebabkan data tidak dapat digunakan terhindar karena berakibat pelaporan menjadi tidak rutin.

Hal ini juga diperburuk dengan beberapa dari mereka tidak memiliki komputer atau tidak terawat sehingga data masih disimpan secara manual atau sering terjadi gangguan jaringan internet.

Pelaporan data dari praktik swasta seperti klinik pribadi juga tidak tersedia. Meski saat ini sudah ada situs resmi dari pemerintahan namun informasi yang diberikan tidak lengkap atau sering tidak ada pembaharuan informasi terutama situs dinas kesehatan daerah.

Semenjak wabah pandemi Covid-19 terjadi di dunia termasuk di Indonesia beberapa tahun terakhir, dapat dirasakan perubahan yang sangat signifikan dalam sistem teknologi informasi terkait penyakit ini mulai dari sistem pencatatan, kecepatan melapor, pengolahan data, kelengkapan informasi, dan penyajian data yang dapat digunakan instansi kesehatan, serta penyajian informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses masyarakat bahkan disertai cara pencegahan penyakit dan langkah terapi.

Munculnya situs maupun akun media sosial tervalidasi yang dikelola atau ditunjuk oleh pemerintah dapat mencegah kebingungan informasi akibat kondisi bebasnya pengaksesan secara digital dan mengurangi misinformasi isu kesehatan bagi masyarakat.

Diharapkan kondisi ini dapat diterapkan dengan isu kesehatan lainnya sehingga tingkat pengetahuan masyarakat terkait berbagai penyakit semakin luas.

Penulis adalah Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Artikel ini telah dibaca 125 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Masihkah Seni Dibutuhkan di Aceh?

2 February 2025 - 10:35 WIB

Seni Rupa Aceh dalam Hadih Maja: Menggali Relasi Seni Rupa dan Sastra Tradisional

27 January 2025 - 21:51 WIB

Menanti Kedatangan Simbol Kebudayaan RI; Fadli Zon, di ISBI Aceh

8 January 2025 - 07:55 WIB

Refleksi 20 Tahun Pasca Tsunami: Menata Kembali Seni dan Budaya yang Hilang

5 January 2025 - 06:26 WIB

Revisi Konsep Kemiskinan dalam Ekonomi Islam

27 December 2024 - 14:57 WIB

Menata ISBI Aceh 2025 Menuju Institusi Pendidikan Seni Berstandar Internasional

27 December 2024 - 06:30 WIB

Trending di OPINI