class="post-template-default single single-post postid-66378 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
BKN Pangkas Anggaran BBM Hingga Daya Listrik Penembakan Massal di Sekolah Orebro Swedia Tewaskan 10 Orang 13 Toko dan 11 Unit Rumah di Bandar Baru Terbakar ISBI Aceh dan Pemkab Aceh Timur Sepakat Kolaborasi Pendidikan Seni Budaya Bersama MK Tolak Gugatan Pilkada Lhokseumawe, Saatnya Bersatu Untuk Kota Lhokseumawe

KHAZANAH · 31 Mar 2024 14:19 WIB ·

Puasa Bagi Orang yang Masih Berjunub


 Mesjid Raya Baiturrahman/Ariful Perbesar

Mesjid Raya Baiturrahman/Ariful

Oleh: Tgk Salman, M.Sh

Ibadah merupakan latihan rohani (spiritual) yang diperlukan manusia, juga yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana tersebut dalam Q.S. Az-Zariyat Ayat 56. Sebagai berikut: Artinya: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.”

Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal yang sangat mendasar dan paling utama harus diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan oleh umat Islam ialah kebersihan dan kesucian seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam melaksanakan ibadah shalat.
Hadats dan najis dapat menghalangi seseorang untuk beribadah kepada Allah seperti melaksanakan shalat, thawaf dan memegang al- Qur’an , maka wajib berthaharah (bersuci ) sebagai kunci untuk dapat melaksanakan ibadah. Ulama fiqh selalu menempatkan pembahasan tentang thaharah (bersuci) pada awal bab.

Ini menunjukkan bahwa tharah adalah sesuatu yang urgent dalam mencapai kesempurnaan beribadah kepada Allah swt. Datangnya hadast besar karena seseorang telah melakukan hubungan intim, haid, keluar mani karena mimpi atau sebab lainnya.

Oleh karena itu, bersuci dari hadast besar adalah syarat untuk bisa melakukan ibadah tertentu dengan cara mandi wajib atau cayamum bagi orang yang tidak bisa terkena air atau tidak adanya air.

Mandi wajib adalah salah satu cara bersuci diharuskan bagi umat Islam setelah berhubungan badan, keluar mani atau perempuan yang menyelesaikan masa haidnya. Umat Islam harus melakukan mandi wajib setelah berhadas besar tersebut agar kembali suci. Suci anggota tubuh adalah salah satu syarat untuk sahnya melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat, membaca Al-Qur’an, masuk masjid dan ibadah lainnya.

Pada bulan puasa, kapan waktu yang tepat untuk mandi junub (mandi wajib), bolehkah mandi wajib ini dilakukan setelah sahur? Bagaimana hukum puasanya, apakah sah ketika kondisi seseorang berjunub sementara waktu subuh sudah masuk.

Berdasarkan pembahasan fiqh yang menjelaskan tentang perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa, ternyata berjunub bukanlah suatu yang dapat membatalkan puasa, bahkan mandi junub saat berpuasa tidak dapat membatalkan puasa. Oleh karena itu, ketika seseorang dalam kondisi junub dan waktu subuh sudah masuk, maka puasanya tetap sah.

Bahkan, jika kondisi junub itu sampai sore di bulan Ramadan, puasanya juga tetap sah, namun orang tersebut berdosa karena tidak melaksanakan shalat subuh dan shalat wajib lainnya. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika melakukan mandi junub agar puasanya sah adalah berhati-hati agar air tidak masuk ke dalam rongga yang membatalkan puasa.

Oleh karena itu, mandi junub ketika sedang berpuasa agar tidak berlebih-lebihan dalam menggunakaan air sehingga melewati batas-batas yang telah ditentukan oleh syariah, seperti air melewati kerongkongan atau masuk ke dalam telinga melampaui batas zhahirnya telinga.

Sementara mandi junub pada hakikatnya sangatlah mudah dan fardhu(Kewajiban) mandi itu hanya dua perkara saja, pertama adanya niat untuk mengangkat janabah. Kedua, meratakan air atas dhahir badan termasuk kuku, di bawah kuku, bulu dan lipatan-lipatan badan. Air yang digunakan untuk mandi junub ini wajib menggunakan air yang suci-menyucikan.

Puasa di bulan suci Ramadhan adalah sebagian dari rukun Islam yang diawajibkan kepada setiap orang Islam yang sudah baligh, berakal dan sanggup untuk berpuasa (tidak sakit dan tidak adanya faktor ketuaan). Bagi orang yang ingin berpuasa, wajib untuk berniat pada waktu malam. Malam adalah mulai terbenam matahari hingga terbitnya fajar shadiq, artinya bahwa melakukan niat itu bisa setelah kita berbuka puasa atau setelahnya. Setelah dilakukan niat puasa pada malam, masih boleh (tidak membatalkan niat) makan, minum dan jimak pada malamnya.

Cara Mandi Junub Orang Yang Sedang Berpuasa Jangan Menyelam Dalam Air
Sebagaimana telah kita bahas di atas bahwa junub bukanlah sesuatu yang dapat membatalkan puasa, namun junub merupakan hadast besar dan wajib untuk bersuci dari hadast tersebut bagi siapa saja yang ingin melaksanakan ibadah yang disyaratkan suci seperti shalat, membaca Al-Qur’an, I’tikaf dalam masjid dan ibadah lainnya.

Cara menyucikan tubuh kita dari hadast besar (junub) adalah dengan mandi. Mandi untuk menyucikan diri dari hadast besar bagi orang yang sedang berpuasa sebaiknya tidak dilakukan dengan cara menyelam dalam air seperti kolam, sungai, dan laut.

Hal ini karena dikawatirkan air akan masuk ke dalam rongga terbuka sehingga dapat membatalkan puasa. Namun sebaiknya mandi junub ketika sedang berpuasa dengan menuangkan air dari atas kepala agar tidak masuk air dalam rongga-rongga terbuka seperti telinga, mulut, hidung dan dubur. Bahkan mandi seperti ini jika air terlewati kepada batin telinga, hidung dan lainnya tidak dapat membatalkan puasa, dengan catatan tidak adanya unsur kesengajaan atau qasad untuk menyampaikan air sampai kepada batinnya.

Hal ini karena membasuh seluruh anggota tubuh adalah perintah dalam melakukan mandi wajib, walaupun mandi janabah tersebut bisa dilakukan sebelum terbitnya fajar. Berbeda halnya dengan cara mandi dalam kolam, sungai atau tempat lainnya dengan cara menyelam.

Oleh karena itu, mandi orang yang sedang berpuasa dengan cara menyelam adalah perkara yang dimakruhkan dalam Islam sama halnya dengan berkumur-kumur yang berlebihan tatkala sedang berpuasa, karena semua ini tidak disyariatkan bagi orang-orang yang sedang berpuasa. Maka berhati-hati dalam melaksanakan mandi ketika sedang berpuasa adalah hal penting untuk diperhatikan dan diamalkan.

Penulis adalah Pimpinan Dayah Raudhatul Qur’an Al-Aziziyah, Lampeuneurut Ujong Blang, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.

Artikel ini bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam Aceh.

Editor: Rusmadi

 

Artikel ini telah dibaca 95 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Ini Hukum Mengucapkan Selamat Tahun Baru Cina Menurut Buya Yahya

29 January 2025 - 15:48 WIB

Catatan Penting Dibalik Kisah Isra’ Mi’raj

27 January 2025 - 15:37 WIB

Penembak Warga Aceh di Rest Area Tol Tanggerang-Merak Sudah Ditangkap

3 January 2025 - 16:03 WIB

Awal Tahun 2025, Jamaah Halaqah Balee Beut Meuligoe Bupati Aceh Besar Kembali Gelar Pengajian

3 January 2025 - 12:20 WIB

Dirlantas Polda Aceh Mandikan Kembang 26 Anggota Naik Pangkat

2 January 2025 - 17:34 WIB

Pertama di Provinsi Aceh, Pemko Sabang Pastikan Kepala dan Perangkat Desa Terlindungi Progam JKN

1 January 2025 - 06:08 WIB

Trending di EKBIS