Menu

Mode Gelap
Korban Erupsi Gunung Marapi Ditemukan 1,5 Km dari Kawah Cak Imin Resmikan Posko Pemenangan Musannif bin Sanusi (MBS) Perangkat Desa Sekitar Tambang Tantang Asisten Pemerintahan dan Dewan Lihat Objektif Rekrutmen Pekerja PT AMM Golkar Aceh Peringati Maulid Nabi dan Gelar TOT bagi Saksi Pemilu Ratusan Masyarakat Gurah Peukan Bada Juga Rasakan Manfaat Pasar Murah

NANGGROE BARAT · 1 Jul 2024 18:30 WIB ·

Terkesan Seperti Jubir PT SPT, Sekda Subulussalam Diminta Jangan Asbun


 Terkesan Seperti Jubir PT SPT, Sekda Subulussalam Diminta Jangan Asbun Perbesar

BANDA ACEH I RAKYAT ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Subulussalam, Sairun,S.Ag tidak asbun (asal bunyi) menyikapi kasus pencemaran lingkungan dampak pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Sawit Panen Terus (SPT).

Bahkan orang nomor dua di daerah dengan julukan Kota 1001 Air Terjun itu seperti Juru Bicara (Jubir) perusahaan dan menyembunyikan beberapa fakta. Pernyataannya sangat membela perusahaan, padahal PT SPT tersebut belum memiliki dokumen perizinan apapun. Sehingga perusahaan tersebut belum berhak melakukan aktivitas, termasuk land clearing.

Berdasarkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha Nomor: 30052410211175002 milik SPT yang WALHI Aceh peroleh, luasnya mencapai 12.750.331,45 Meter Persegi atau setara dengan 1.275,3 hektar yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024.

Sementara aktivitas land clearing sudah berlangsung sekitar satu tahun lebih, padahal belum ada dokumen izin apapun.

Dari analisis spasial WALHI Aceh berdasarkan titik koordinat yang tertera di dokumen tersebut menemukan aktivitas land clearing sudah berlangsung sejak Maret 2023 lalu.

Saat itu kondisinya belum terlalu parah, hanya terdapat di beberapa titik saja. Selanjutnya pembukaan lahan semakin masif di lokasi titik koordinat dalam dokumen tersebut hingga akhir 2023 lalu.

Masih berdasarkan pantauan citra angkasa kondisinya semakin parah dan masif terjadi bukaan tutupan hutan memasuki 2024, yaitu sejak Januari hingga April. Luas yang sudah terbuka sudah mencapai lebih kurang 1.706 hektar lebih. Sehingga WALHI Aceh menduga itu juga menjadi faktor penyebab terjadinya pencemaran air di beberapa sungai di Kecamatan Daulat, Kota Subulussalam.

Dari peta angkasa yang WALHI Aceh pantau, Daerah Aliran Sungai (DAS) Lae Beski yang berada di beberapa desa di Kecamatan Sultan Daulat hulunya langsung berada di lokasi land clearing yang dilakukan oleh PT SPT. Lalu dari DAS tersebut mengalir ke beberapa alur lainnya hingga ke sungai di Desa Singgersing yang sempat viral beberapa waktu lalu.

Celakanya lagi, aktivitas yang dilakukan oleh PT SPT sudah hampir satu tahun itu tidak memiliki dokumen izin apapun.

Sementara SHM (Surat Hak Milik) yang dibeli oleh perusahaan sebagaimana disampaikan oleh Sekda, bukan izin untuk membuka perkebunan sawit. Tetapi itu hanya menjadi dokumen awal untuk mendapatkan pengurusan izin lainnya agar sebuah perusahaan dapat beraktivitas lebih lanjut.

Parahnya lagi, dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha yang WALHI Aceh peroleh baru diterbitkan dan dicetak pada 30 Mei 2024 atas nama Wali Kota Subulussalam Kepala DPMPTSP Kota Subulussalam yang ditandatangani secara elektronik. Ini semakin jelas menunjukkan, mereka (SPT) melakukan aktivitas selama ini tidak mengantongi izin apapun dan dapat disimpulkan beroperasi secara ilegal.

“Jadi Sekda itu jangan asbun, jangan jadi Humas perusahaan dan cek dulu regulasinya dalam membuka perkebunan sawit,” kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Senin, (1/7/2024).

Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta pemangku kepentingan di Kota Subulussalam tidak mengaburkan informasi dan menyampaikan pernyataan yang menyesatkan publik. Dari dokumen WALHI Aceh peroleh, sudah jelas mereka (PT SPT) baru mendapatkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha.

“Ini bukan izin, baru sebatas melihat kesesuaian ruang, atas dasar dokumen itulah perusahaan bisa melanjutkan mengurus seluruh perizinan lainnya,” kata Ahmad Shalihin.

Suatu perusahaan perkebunan sawit, setelah mendapatkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha, tidak serta merta bisa langsung dapat beroperasi, termasuk melakukan land clearing. Tetapi ada beberapa tahapan lain yang harus dilengkapi, terlebih dalam dokumen tersebut disebutkan jenis usaha merupakan Skala Usaha Besar.

Bisa beroperasi suatu perusahaan sawit, terlebih Skala Usaha Besar harus melalui beberapa proses tahanan perizinan. Yaitu Izin Usaha Perkebunan dan Budidaya (IUP-B), Izin Lingkungan yang didalamnya harus adanya Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) harus disetujui oleh pemerintah.

Jika lahan yang akan digunakan adalah lahan berhutan, perusahaan perlu juga mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk penebangan pohon.

Setelah semua dokumen tersebut dipenuhi, baru kemudian sebuah perusahaan sawit mengajukan Hak Guna Usaha (HGU) untuk penggunaan lahan selama periode tertentu. Untuk HGU biasanya diberikan izin penggunaannya minimum 25 tahun dan maksimum 35 tahun. Setelah itu HGU dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah.

“Bila belum ada semua dokumen tersebut, perusahaan sawit tidak boleh melakukan land clearing, kalau ada yang melakukan, berarti itu ilegal,” tegasnya.

Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta Pemerintah Kota Subulussalam tidak melindungi perusahaan yang tidak taat regulasi. Jangan sampai justru pengambilan kebijakan sendiri yang melanggengkan perusahaan tanpa izin merambah hutan untuk usaha jenis apapun. Karena ini dapat berdampak serius terhadap lingkungan hidup.

“WALHI Aceh jauh hari sudah meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas kasus pencemaran lingkungan ini,” jelasnya.

Sehingga bisa efek jera bagi perusahaan lain yang beroperasi secara ilegal. Karena dampaknya tidak hanya terjadi pencemaran lingkungan, penggundulan hutan, juga telah mengakibatkan kerugian negara dan lingkungan hidup serta masyarakat adat dan warga setempat.

Sebelumnya, dihadapan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Subulussalam (AMPeS) dan sejumlah wartawan, Sekda Kota Subulussalam, Sairun, S.Ag klarifikasi atas tudingan tersebut.

“Terkait dengan Penguasaan Alas Hak, PT. SPT itu sudah memiliki SHM yang dilakukan dengan cara ganti rugi kepada Masyarakat,” kata Sairun, di depan kantor Walikota Subulussalam, Kamis, (27/6/2024).

Lanjut Sairun menjelaskan, bahwa berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh KPH, menyatakan bahwa areal PT. SPT berada diluar Kawasan hutan. Sehingga tidak benar isu yang menyatakan bahwa PT. SPT berada di Kawasan hutan. (ra)

Artikel ini telah dibaca 149 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Sekda dan Kalapas Simeulue, Bakal Sidak HP Pegawainya

3 July 2024 - 18:16 WIB

DPMPTSP Aceh Jaya Kembangkan Program Inovasi Baperan

3 July 2024 - 17:09 WIB

Alot, Siti Aisyah Pukul Tumbang Raphael di Kejurprov Aceh

1 July 2024 - 16:07 WIB

AKBP Andi Kirana Pimpin Upacara Kenaikan Pangkat 17 Anggotanya 

30 June 2024 - 18:12 WIB

Intel Kodim Abdya Ciduk 3 Pemuda Pesta Sabu

29 June 2024 - 10:08 WIB

Prajurit TNI Yonif 117 Satgas Pengamanan Pulau Terluar Simeulue

28 June 2024 - 14:32 WIB

Trending di NANGGROE BARAT