BANDA ACEH – Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif (Kita Kreatif) USK sekaligus Pengamat Ekonomi Aceh, Prof. Mukhlis Yunus, menyampaikan pentingnya mengkaji peluang investasi Aceh.
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi terkait Realisasi Investasi Aceh Tahun 2024 dan Peluang Investasi Tahun Mendatang yang berlangsung pada Senin, 16 Desember 2024. Diskusi ini turut dihadiri Direktur Komersial PT. PEMA Almer Hafis Sandy, Kepala BPS Aceh Ahmadriswan Nasution, Plh Kepala DPMPTSP Aceh Feriyana, dan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Rony Widijarto.
Prof Mukhlis menyampaikan, Aceh sebagai daerah paling ujung barat Indonesia memiliki banyak potensi ekonomi berdasarkan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta posisi strategisnya yang dapat dikelola dan dikembangkan.
Saat ini, sektor unggulan ekonomi Aceh ada pada pertanian, perikanan, energi (panas bumi, migas), serta pariwisata halal. Berdasarkan analisis SWOT terhadap ekonomi Aceh, kendala dalam pemanfaatan sumber daya dengan maksimal demi mencapai ekonomi Aceh yang maju dipengaruhi oleh infrastruktur yang belum merata dan keterbatasan investasi asing.
Ditambah lagi, ketergantungan Aceh pada sektor primer dan regulasi investasi yang kurang fleksibel menjadi ancaman nyata terhadap ekonomi Aceh di masa yang akan datang.
“Menurut analisis SWOT tentang ekonomi Aceh, posisi Aceh sebagai pintu gerbang ke Asia Tenggara memiliki peluang besar meningkatkan taraf ekonomi jika mampu menerapkan tren ekonomi hijau dan halal global di mana hal ini merupakan pendekatan dalam pengembangan ekonomi yang menekankan pada keberlanjutan lingkungan, efisiensi sumber daya, dan pengurangan dampak negatif terhadap alam,” ujar Prof. Muklis.
Berdasarkan hal tersebut, peluang investasi unggulan yang dapat digali di Aceh yaitu pariwisata halal melalui pengembangan destinasi berbasis lingkungan dan Syariah, investasi energi baru terbarukan yaitu panas bumi dan energi surya, peluang dalam bidang agroindustri terkait hilirisasi produk pertanian dan perikanan serta peluang dalam bidang ekonomi digital dengan memanfaatkan UMKM berbasis teknologi dan e-commerce. Namun, tentu saja terdapat tantangan yang harus dihadapi Aceh dalam memajukan sektor ekonomi.
“Tantangan utama dalam proses investasi di Aceh mencakup kompleksitas regulasi dan perizinan, kurangnya promosi investasi yang strategis, ketersediaan SDM yang kompetitif, dan stabilitas ekonomi dan politik, terangnya.
Lebih lanjut, Prof. Muklis menerangkan tentang pentingnya pengaturan kebijakan dan program pendukung seperti implementasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), reformasi regulasi untuk mempermudah investasi, pengembangan infrastruktur dalam hal transportasi, komunikasi, dan energi serta program pelatihan SDM berbasis kebutuhan industri.
“Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan Aceh sebagai pusat ekonomi halal dan energi hijau di Asia Tenggara pada masa yang akan datang, maka diperlukan kontribusi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam membangun masa depan Aceh yang maju di sektor ekonomi,” tutupnya.(drh)