Oleh : Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si Guru Besar Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Syiah Kuala (USK) dan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Aceh
Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap individu atau rumah tangga memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, bergizi, dan beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi dan kehidupan aktif setiap hari. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mendefinisikan ketahanan pangan yaitu ketersediaan, akses pemanfaatan dan stabilitas pangan oleh masyarakat.
Untuk memastikan masyarakat di berbagai daerah, dari pedesaan hingga perkotaan memiliki akses sama terhadap pangan yang bergizi dan aman. Hal tersebut penting mengingat luasnya wilayah Indonesia serta keberagaman kondisi ekonomi, budaya, dan iklim di setiap daerah. Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem produksi pertanian, kondisi iklim, kebijakan perdagangan, dan infrastruktur distribusi yang tersedia.
Ketahanan pangan lebih menekankan pada ketersediaan dan aksesibilitas sedangkan kedaulatan pangan lebih mengarah pada hak setiap negara atau komunitas untuk menentukan kebijakan pangan mereka sendiri, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal. Kedaulatan pangan lebih pada keputusan terkait produksi, distribusi, dan konsumsi pangan harus dibuat secara mandiri oleh negara atau komunitas yang bersangkutan, tanpa intervensi yang tidak adil dari pihak luar.
Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dan setiap masyarakat berhak atas akses pangan yang sesuai dengan budaya, kebutuhan gizi, dan kearifan lokalnya. Kedaulatan pangan bukan sekadar tentang swasembada, tetapi juga memastikan bahwa sistem pangan dikelola oleh dan untuk masyarakat, khususnya petani kecil dan komunitas lokal. Dengan memprioritaskan produksi pangan lokal, kita dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menciptakan sistem yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Kedaulatan pangan berarti pengelolaan sumber daya alam seperti tanah, air, dan benih dilakukan secara adil dan berpihak kepada masyarakat lokal. Petani kecil sering kali menjadi garda depan dalam produksi pangan harus diberi perlindungan dan dukungan agar mereka memiliki akses setara terhadap sumber daya.
Lebih dari itu, kedaulatan pangan mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pola pertanian yang menjaga ekosistem, seperti pertanian organik dan terpadu, tidak hanya meningkatkan hasil produksi tetapi juga melindungi lingkungan dan kesejahteraan petani.
Program ketahanan pangan berkelanjutan tidak bisa dicapai tanpa adanya kedaulatan pangan, yaitu kemampuan daerah untuk menentukan kebijakan pangan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat lokal. Pemerintah Aceh perlu mendukung produk pangan lokal melalui kebijakan yang mengurangi ketergantungan pada impor serta memberi insentif kepada produk-produk lokal.
Melindungi sumber daya alam dan lahan pertanian dari alih fungsi sangat penting dilakukan untuk berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang lebih ketat terkait konversi lahan produktif menjadi kawasan non-pertanian. Dengan menjaga keberlanjutan lahan dan sumber daya alam, hal tersebut dapat meningkatkan ketahanan pangan yang lebih terjaga dalam jangka panjang.
Aceh dan Potensi Besarnya
Aceh memiliki kekayaan alam yang luar biasa di sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Dengan dukungan yang tepat, seperti peningkatan infrastruktur irigasi, penggunaan teknologi modern, dan optimalisasi lahan, sektor ini dapat menjadi tulang punggung ketahanan pangan di Aceh. Diversifikasi tanaman juga menjadi strategi penting, dengan memanfaatkan tanaman lokal yang tahan terhadap perubahan iklim dan bernilai gizi tinggi.
Ketahanan pangan bukan hanya soal produksi, namun infrastruktur yang memadai, seperti jalan, gudang penyimpanan, dan fasilitas pengolahan sangat penting untuk memastikan distribusi pangan yang merata. Pemerintah Aceh perlu memperhatikan daerah-daerah penghasil pangan yang masih sulit dijangkau, sehingga hasil pertanian dapat didistribusikan secara efisien ke pasar.
Teknologi juga memainkan peran kunci. Sistem pertanian pintar (smart farming) dan internet of things (IoT) dapat membantu petani memantau kondisi lahan, mengelola irigasi, dan memprediksi hasil panen. Teknologi ini juga mempermudah pemasaran langsung produk pertanian ke konsumen, memotong jalur distribusi yang panjang, dan memberikan keuntungan lebih besar bagi petani.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Strategi ketahanan pangan yang berkelanjutan perlu disertai dengan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Melalui edukasi dan kampanye kesadaran pangan, diharapkan masyarakat dapat mengurangi limbah makanan, memanfaatkan lahan pekarangan untuk bertani, serta memilih produk lokal. Edukasi ini juga akan membantu masyarakat lebih memahami pentingnya pola konsumsi yang sehat dan bergizi, yang mendukung ketahanan pangan keluarga.
Pemerintah Aceh dapat mengadakan program edukasi dan kampanye melalui sekolah-sekolah dan pusat-pusat komunitas, untuk mengajarkan masyarakat cara-cara tepat mendukung ketahanan pangan dari level rumah tangga hingga komunitas. Partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan ini akan memberikan kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Ketergantungan pada satu atau beberapa jenis sumber pangan tertentu bisa menjadi risiko besar di tengah krisis global. Aceh perlu mengembangkan diversifikasi sumber pangan lokal, seperti memanfaatkan tanaman-tanaman lokal yang kurang dimanfaatkan namun bernutrisi tinggi, misalnya umbi-umbian, kacang-kacangan, dan sayuran lokal. Diversifikasi tidak hanya meningkatkan variasi pangan tetapi juga membantu menjaga ketersediaan pangan di tengah kondisi yang tak menentu.
Membangun ketahanan pangan memerlukan kerja sama lintas sektor. Perguruan tinggi dapat berkontribusi melalui riset dan inovasi yang relevan dengan kebutuhan lokal. Contoh kasus penelitian tentang jenis tanaman yang adaptif terhadap iklim Aceh dapat membantu meningkatkan produktivitas. Selain itu, edukasi kepada masyarakat, terutama generasi muda tentang pentingnya ketahanan pangan dan praktik pertanian berkelanjutan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mendukung produk lokal.
Pemerintah Aceh juga harus menciptakan kebijakan yang mendukung petani kecil, seperti memberikan kemudahan akses ke modal, subsidi, dan pelatihan teknis. Program-program seperti kredit mikro, bantuan bibit unggul, dan penyuluhan usaha tani akan membantu petani mengembangkan usaha yang lebih besar.
Menghadapi Tantangan Global
Dalam menghadapi krisis global, seperti perubahan iklim dan ketidakstabilan harga pangan internasional, strategi ketahanan pangan di Aceh harus mencakup mitigasi dan adaptasi. Langkah-langkah seperti rehabilitasi lingkungan, konservasi hutan, dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Selain itu, diversifikasi sumber pangan menjadi keharusan. Tanaman lokal seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, dan sayuran tradisional yang kurang dimanfaatkan dapat menjadi alternatif terhadap tanaman bernutrisi tinggi dan mudah diakses oleh masyarakat.
Ketahanan pangan di Aceh memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, petani, dan akademisi. Dengan memperkuat produksi lokal, membangun infrastruktur yang memadai, memberdayakan petani, memanfaatkan teknologi, dan meningkatkan kolaborasi, Aceh dapat mewujudkan sistem pangan yang kuat, berkelanjutan, dan mampu menghadapi tantangan global. Mari bersama-sama menjaga dan membangun kedaulatan pangan demi masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.<apridar@usk.ac.id>