class="post-template-default single single-post postid-130996 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Tangani Serius Stunting, Stakeholder Aceh Barat Gandeng Mifa Sebagai Orang Tua Asuh Kota Lhokseumawe Raih Penghargaan Opini Kualitas Tertinggi Pelayanan Publik Gunakan Limbah Sekam Padi, Mahasiswa KKN 59 Latih Warga Produksi Arang Briket Presiden Prabowo Resmikan Proyek Strategis Ketenagalistrikan Terbesar di Dunia Diinisiasi Munawal Hadi, Klinik Pelayanan Hukum Gratis Kini Hadir di Bireuen

NANGGROE BARAT · 21 Jan 2025 18:23 WIB ·

DP2KB Simeulue: Masih Terjadi Kasus Kekerasan dan Minim Fasilitas Kota Ramah Anak


 Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, Supriman Juliansyah SPi MM, saat menjelaskan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selasa 21 Januari 2025. (Ahmadi) Perbesar

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, Supriman Juliansyah SPi MM, saat menjelaskan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selasa 21 Januari 2025. (Ahmadi)

RAKYAT ACEH  | SIMEULUE – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, serta tersedianya fasilitas khusus kota layak dan ramah anak, menjadi salah satu penentu identitas dan tolak ukur citra kebijakan Pemerintah Daerah.

Data yang diterima Harian Rakyat Aceh, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, yang merilis angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, dalam dua tahun terakhir, yakni tahun 2023 dan tahun 2024.

Dalam rilis data resmi DP2KB Kabupaten Simeulue, yakni pada tahun 2023 bahwa yang paling banyak kasus kekerasan dengan korban yang didominasi terhadap anak, sebanyak 16 kasus, serta  tahun 2024 sebanyak 17 kasus dan sudah termasuk satu kasus dengan korban perempuan.

Dari 33 kasus yang terjadi selama dua tahun itu, untuk kasus kekerasan yang menyasar terhadap anak-anak tersebut, dengan pelaku yang didominasi pria dewasa yang melakukan perbuatan pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan dan penganiayaan serta satu kasus jinayah dengan korban kaum perempuan.

Terkait kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan itu, dijelaskan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, Supriman Juliansyah SPi MM, yang ditemui Harian Rakyat Aceh, Selasa 21 Januari 2025.

“Masih terjadi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Simeulue. Untuk tahun 2023 ada 16 kasus kekerasan terhadap anak. Dan tahun 2024 ada 17 kasus, dengan rincian 16 kasus kekerasan terhadap anak, dan satu kasus jinayah terhadap perempuan. Dengan rata-rata pelaku, yakni pria dewasa,” kata Supriman Juliansyah.

Lebih lanjut sebut Supriman Juliansyah, yang menduga masih banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang tidak dilaporkan, karena masih ada masyarakat yang  beranggapan “aib”, dan memilih “berdamai” sehingga tidak dilaporkan atau di informasikan kepada DP2KB Kabupaten Simeulue.

Kendala yang dihadapi saat ini sebut Supriman Juliansyah, dengan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, pihak DP2KB Kabupaten Simeulue belum memiliki fasilitas yang standar untuk penampungan korban serta tidak tersedianya tenaga khusus yang profesi psikolog.

Sehingga pihak DP2KB Simeulue, harus mendatangkan tenaga profesi dari luar daerah, yang membutuhkan biaya Rp 20 juta untuk satu kasus, sebab tenaga profesi psikolog yang khsusus pada penanganan kasus kejiwaan, diagnosis gejala psikologis, psikoterapi, perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia.

Kepala DP2KB Simeulue  juga menghimbau kepada masyarakat dan orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya, serta juga menjamin kerahasiaan identitas setiap warga yang melaporkan atau memberitahukan, bila mengetahui dan melihat aksi kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Minim Fasilitas Kota Ramah Anak

Hasil penelusuran Harian Rakyat Aceh, juga diperparah lagi masih minimnya sarana fasilitas “kota layak dan ramah anak”, berupa ruang khusus untuk ibu menyusui, WC terpisah antara pria dan perempuan, baik itu di lokasi publik seperti taman maupun perkantoran pemerintahan, lokasi objek pariwisata serta dikompleks rumah ibadah.

Fasilitas kebutuhan ruang khusus untuk ibu menyusui dan tempat bermain anak tidak ditemukan di Kompleks Kantor Bupati Simeulue dan Kompleks Kantor DPRK setempat, hanya yang tersedia fsilitas WC terpisah antara perempuan dan laki-laki, meskipun di dua kompleks eksekutif dan legislatif itu, banyak ditemukan pegawai dari kaum perempuan.

Termasuk pada objek pariwisata, rumah ibadah, taman dan area publik lainnya yang ada, juga tidak tersedia fasilitas untuk menjamin hak setiap anak, meskipun telah resmi diatur berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten dan Kota Layak Anak (KLA).

“memang betul adanya, masih minim fasilitas untuk menjamin hak anak, seperti yang dijelaskan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten dan Kota Layak Anak (KLA). Seharusnya kota layak dan ramah anak itu, ada fasilitas yang disebutkan tadi,” tutup Kepala DP2KB Kabupaten Simeulue. (ahi/hra)

Artikel ini telah dibaca 46 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Tangani Serius Stunting, Stakeholder Aceh Barat Gandeng Mifa Sebagai Orang Tua Asuh

21 January 2025 - 18:14 WIB

Capai Rp 40 Juta, Satu Kali Pemberian Program Makan Bergizi Gratis di Simeulue

20 January 2025 - 18:27 WIB

Wakil Ketua Komisi VI DPRA: Simeulue Masih Ketinggalan Sarana Prasarana Pendidikan

19 January 2025 - 17:12 WIB

Pemda Simeulue, Tunjuk Plt Kepala Kepegawaian dan Plt Kadis Kominsa

17 January 2025 - 21:43 WIB

Pj. Bupati Aceh Barat Menang Kasasi di Mahkamah Agung melawan PT Gading Bhakti

14 January 2025 - 15:54 WIB

Sekitar 20 Persen Siswa Simeulue Yang Mencicipi Program Perdana Makan Bergizi Gratis

13 January 2025 - 20:04 WIB

Trending di NANGGROE BARAT