HARIANRAKYATACEH.COM – Hanya karena Gedung Putih terang-terangan mendukung total Israel, bukan berarti warga Amerika Serikat (AS) sepenuhnya berada di belakang pemerintahan mereka. Protes demi protes terhadap Negeri Zionis itu terus berlangsung di berbagai kota di Negeri Paman Sam tersebut.
Setelah ribuan demonstran pro-Palestina memblokade Jembatan Golden Gate, San Francisco, Senin (15/4) lalu, sehari berselang (16/4) giliran sejumlah karyawan Google yang melakukannya dengan menduduki kantor Chief Executive Officer (CEO) Google Cloud Thomas Kurian di Sunnyvale, California, pada Selasa (16/4).
LA Times melaporkan, mereka bertahan di sana selama sekitar sepuluh jam.
Bukan hanya di Sunnyvale, aksi pendudukan kantor juga berlangsung di kantor raksasa teknologi tersebut yang berada di New York. Rencana protes itu diumumkan di e-mail internal perusahaan, termasuk daftar tuntutan.
Mereka menuntut Google yang bersama Amazon menjalin kerja sama dengan pemerintah Israel di Project Nimbus. Proyek komputasi cloud dan kecerdasan buatan itu bernilai USD 1,2 miliar.
”Dengan menyediakan kemampuan cloud kita yang luar biasa kepada pemerintah dan militer Israel, berarti kita turut mendukung keberlanjutan kebijakan apartheid Israel di Palestina dan genosida di Gaza.” Demikian bunyi surat para karyawan yang melakukan protes kepada Kurian.
Para karyawan yang berpartisipasi dalam aksi duduk tersebut mengenakan kemeja bertulisan ”Batalkan Proyek Nimbus”. Sebuah spanduk digantung bertulisan ”Tidak Ada Teknologi untuk Genosida”.
Israel mengumumkan pada April 2021 bahwa Google dan Amazon memenangi tender besar dari negara itu, yang memungkinkan Israel untuk membangun pusat server penyimpanan cloud lokalnya. Seperti diketahui, sistem pada Project Nimbus ini dapat mengumpulkan semua sumber data yang disediakan oleh Israel dan militernya. Termasuk basis data, sumber daya, dan bahkan sumber observasi data langsung, seperti kamera jalanan dan drone.
Setelah pendudukan kantor itu, Google meminta polisi menahan sembilan demonstran di kantor New York dan Sunnyvale. Google juga membekukan akun mereka. Para karyawan tersebut juga dilarang ke kantor, kecuali setelah dikontak human resources department perusahaan.
Sementara itu, saat menelepon Presiden Iran Ebrahim Raisi, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta Teheran tetap menahan diri mengingat potensi eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah. Dikutip dari AFP, itu adalah kali pertama Putin buka suara sejak serangan balasan Iran ke Israel.
”Presiden Vladimir Putin berharap semua pihak bisa mengendalikan diri demi mencegah babak baru konfrontasi yang penuh dengan konsekuensi bencana bagi seluruh kawasan,” jelas Kremlin.
Moskow dan Teheran adalah sekutu dekat militer dan politik. Moskow menyebut sambungan telepon itu diadakan atas permintaan Teheran. Putin juga memahami serangan yang dilakukan Iran sebagai balasan atas kekejaman Israel yang membabi buta. Hingga saat ini, Iran maupun Israel saling bertukar ancaman.
Juru Bicara Militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan, Iran tidak akan bebas dari hukuman setelah Teheran dan sekutu melancarkan serangan lebih dari 300 rudal, drone, serta roket ke Israel. Sedangkan Teheran menyebut serangan itu sebagai tindakan membela diri menyusul serangan udara Israel mematikan terhadap konsulatnya di Damaskus, Syria. Iran menyatakan bahwa pihaknya akan menganggap masalah tersebut ”selesai”, kecuali Israel membalas. ”Tindakan sekecil apa pun terhadap kepentingan Iran pasti akan mendapat respons yang parah, luas, dan menyakitkan,” kata Raisi.
Sikap Indonesia
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menerima Menlu Retno Marsudi di kompleks Istana Wakil Presiden di Jakarta kemarin (17/4). Di antara bahasan dalam pertemuan itu adalah rumor normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Indonesia.
Seusai pertemuan, Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi mengatakan, ada beberapa hal yang disampaikan Menlu Retno dalam pertemuan tersebut. Di antaranya adalah lobi Indonesia ke sejumlah negara, khususnya Iran. ”Yang menjadi fokus agar tidak terjadi perang. Agar tidak terjadi pembalasan dari pihak Israel,” katanya.
Masduki menegaskan bahwa informasi yang menyebutkan ada kemungkinan pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel tidak benar. (dee/wan/c9/ttg)